20 Mar 2013

Book Review: Remember Me



Sophie Kinsella, The Dial Press, 2009

When twenty-eight-year-old Lexi Smart wakes up in a London hospital, she’s in for a big surprise. Her teeth are perfect. Her body is toned. Her handbag is Vuitton. Having survived a car accident—in a Mercedes no less—Lexi has lost a big chunk of her memory, three years to be exact, and she’s about to find out just how much things have changed.
Somehow Lexi went from a twenty-five-year-old working girl to a corporate big shot with a sleek new loft, a personal assistant, a carb-free diet, and a set of glamorous new friends. And who is this gorgeous husband—who also happens to be a multimillionaire? With her mind still stuck three years in reverse, Lexi greets this brave new world determined to be the person she…well, seems to be. That is, until an adorably disheveled architect drops the biggest bombshell of all.
Suddenly Lexi is scrambling to catch her balance. Her new life, it turns out, comes complete with secrets, schemes, and intrigue. How on earth did all this happen? Will she ever remember? And what will happen when she does? (taken from goodreads).

I've read all Kinsella's stand alone novels, not including her work under Wickham name (the name is remembering me bit of Pride and Prejudice:D). But only this book stays behind. Reading synopsis on the back cover, I know the idea would be similar as Jennifer Garner's 13 going on 30. An ordinary girl suddenly becomes "hot-chick-she-always-dreamed-of" but also changing into baaad personality. I just can't helped seeing the heroine realizing evil side of the new-her and the loss of all her old friends. But when I join a reading challenge-books in english this month, I decided I have to include it in my list. I have to complete all stand alone novels of Sophie Kinsella.
And finally I finished it. In a week, little bit slower than the usual coz I'm not really into it. I don't like the character of Lexi. The old Lexi was true-heart, selfless (she even waited for her friends before finish line in marathon) and faithful (to Loser Dave that time). But why then she has to be unfaithful to Eric? (sorry, bit spoiler) Yeah, he is boring, so-manual-book, and stingy but still Eric is honest. Lexi should get it over with him before going to an adorably disheveled architect. Not that I stands for Eric, I'm not liking his character either. It's just a matter of morality. Actually, the story is good despite of pedictable plot. It still made me laugh when Lexi is suprised she can walk on heels or do some advanced yoga movement without remembering when she learned it. Anyway, Kinsella stand alone novels that I like most is I've Got You Number.

This review is made for Reading Challenge-Books in English 2013.

NB: My first time for posting in English. Gara-gara kemarin diminta tolong untuk meng-inggris-kan summary disertasi Pak Kapus, saya jadi sadar bahasa inggris saya acak kadut. Hitung-hitung latihan, reviewnya dulu yang in-english. Lain waktu sinopsisnya juga.

Walk for Autism 2013


Tak terasa sudah pertengahan bulan Maret. Seperti biasanya setiap tanggal 2 April akan diadakan peringatan Hari Autis. Sepertinya kali ini pun saya tak bisa ikut meramaikan karena si ayah akan dinas luar pada tanggal itu *sad... Ini pamflet tentang Walk for Autism tahun ini. Yukz...ikutan buat umum loh.

19 Mar 2013

Apa Itu Terapi Okupasi? (Terapi #3)

Pernah mendengar terapi okupasi? Dalam pendidikan anak berkebutuhan khusus, terapi okupasi identik dengan melatih motorik halus, seperti menulis, menggambar, dan hal-hal lain yang membutuhkan konsentrasi lebih. Terapi okupasi berasal dari kata occupation, yang artinya pekerjaan. Yang dimaksud pekerjaan di sini tak hanya meliputi profesi, tetapi juga seluruh aktivitas seperti melakukan hobi dan merawat diri (self-care). Jadi cakupan yang ditangani oleh terapis okupasi sebenarnya sangat luas, bahkan termasuk sensori intergrasi, memory training, social skill training, dan aspek psikologis. Pada ABK, terapi okupasi biasanya akan diberikan saat anak sudah mencapai level tertentu dalam terapi perilaku maupun terapi sensori intergrasi. Hanif disarankan untuk ditambah sesi terapi okupasi setelah menjalani terapi perilaku dan SI selama 1,5 tahun. Ini dikarenakan untuk menjalani terapi okupasi, anak harus bisa duduk tenang dan paham instruksi. Dalam sesi terapi permulaan, anak akan diberikan aktivitas yang dapat memperkuat motorik halusnya melalui permainan maupun tugas. Selanjutnya anak juga diajarkan bagaimana cara merawat diri, seperti memakai baju, memakai sepatu bertali, dan lain-lain. Berbagai keterampilan atau hobi seperti menjahit, meronce kalung, mengetik juga dapat dimasukkan dalam kegiatan terapi okupasi. Berikut beberapa aktivitas yang dilakukan dalam terapi okupasi awal.

1. Pegs puzzle atau Pegs board



 
Mainan edukatif ini bermanfaat untuk latihan pre-writing, melatih tangan anak untuk menjumput sebagai persiapan untuk belajar menulis. Di rumah, kita juga bisa menggunakan kerikil akuarium atau biji kedelai gantinya. Minta anak untuk mengambilnya satu per satu dan memasukkannya ke wadah bercorong sempit seperti bekas botol yakult.

2. Pencil grip


Anak terkadang sulit memegang pensil dengan benar. Dengan bantuan pencil grip yang dapat dipasang di pensil atau pulpen, anak akan lebih mudah memposisikan ketiga jarinya karena terdapat tiga cekungan berbeda di pencil grip untuk masing-masing jari. Jika anak sering mengeluh capek menulis, mungkin saja caranya memegang pensil salah dan kita bisa membiasakannya memegang pensil secara benar dengan alat bantu ini. Bentuk dan model pencil grip sangat beragam.

3. Penjepit


Penjepit berguna untuk melatih kekuatan tangan sekaligus kontentrasi. Minta anak untuk memindahkan biji-bijian dengan penjepit. Untuk di rumah, bisa juga menggunakan penjepit botol bayi (minta anak memindahkan benda yang agak besar) atau jepitan jemuran (minta anak menjepitkannya ke tepi buku). Latihan kekuatan tangan dapat juga dilakukan dengan aktivitas mencocok dan mengocok air sabun memakai kocokan telur.

4. Menulis Dot-to-dot


Tahapan awal menulis adalah menggunakan dot-to-dot. Setelah dot-to-dot, anak diajarkan menyalin tulisan dengan diberikan contoh dan tahapan berikutnya barulah menulis dengan dikte. Anda bisa membuat latihan dot-to-dot sendiri atau membeli buku latihannya.

Demikian sekilas tentang terapi okupasi. Tulisan ini saya tulis berdasarkan pengalaman pribadi dan ingatan saya tentang artikel yang pernah saya baca. Semoga bermanfaat...

13 Mar 2013

Welcome to The Jungle

"Welcome to The Jungle, bu..." Begitulah message yang saya terima dari seorang teman ketika tahu saya akan kembali aktif bekerja. Sekarang saya harus bangun pagi-pagi dan masak karena Hanif bawa bekal makan siang ke sekolah. Lalu bersiap-siap dan harus sudah meluncur paling lambat jam setengah tujuh pagi. Menempuh perjalanan 14 km dengan sepeda motor membuat saya sadar akan pesan teman saya. Memang benar adanya, sepanjang jalan saya menjumpai belantara manusia, motor dan mobil. Bedanya bukan udara segar yang terhirup, tapi debu dan asap uhuks.... Untung pakai masker, must-have-item for biker. Hari pertama ngantor saya sempat terkaget-kaget dengan banyak hal. Mulai dari lupa cara menghidupkan mesin fotokopi, lupa cara mentransfer telepon ke nomor ekstensi, lupa password intranet, sampai-sampai mesin absensi pun lupa sama jari saya:D Harus berkali-kali pasang jempol, baru bisa verifikasi. Selama saya off 2 tahun, banyak peningkatan di kantor. Gedungnya nambah, fasilitasnya pun semakin bagus (kata temen kamarnya kayak hotel^^), penomoran surat sudah terkomputerisasi, tapi sayang mushollanya masih istiqomah, gitu-gitu aja.  Saya ditempatkan di Subbagian Humas dan Kepegawaian, syukurlah ngga di Keuangan lagi. Sejak dulu memang pengen banget merasakan kerja di bidang lain selain Keuangan. Orang-orang di Keuangan pun saya lihat masih yang itu-itu juga, sama seperti 2 tahun lalu. Maklum ngga gampang me-rolling pegawai ke Keuangan karena butuh adaptasi yang lumayan lama untuk kerjanya. Kerjaan di Kepegawaian...so far sih nganggur hehe... Saya sudah berusaha proaktif, responnya "bentar mba, dibuatkan urjabnya dulu per orang" -_-'  Yawda deh, dinikmati aja.
Hanif...alhamdulillah cukup cepat beradaptasi. Kata gurunya di sekolah tiga hari pertama saya tinggal, Hanif kadang nangis tiba-tiba sambil panggil "ibu..."*hiks.... Tapi seterusnya lancar, bahkan sudah ngga nangis lagi saat saya berangkat di pagi hari. Makannya juga lahap, malahan si mbak yang jagain nambahin porsi kalau Hanif masih mau. Pantesan masak nasi yang biasanya cukup sampai sore, jadi kurang. Urusan masak-memasak memang masih saya handle, sengaja supaya kemampuan masak saya ngga mandeg, jadi ibu sejati hehe...amiiin. Lebih enak ngga terlalu tergantung orang lain. Semoga saya bisa istiqomah menjalani semua ini dan semoga Allah memberikan kemudahan di dalamnya. Semoga perkembangan Hanif semakin baik juga. Amiin.  

11 Mar 2013

Resensi: Princess of the Silver Woods




Jessica Day George, Bloomsbury, 2012

Yeay...akhirnya saya berhasil menamatkan seri terakhir dari trilogi Princess of The Midnight Ball. Berkat pengangguran di hari-hari pertama ngantor.

Buku ketiga ini mengikuti kisah si bungsu Petunia yang telah berusia 16 tahun. Di buku pertamanya Pet masih 7 tahun. Suatu hari Pet mendapat undangan untuk berkunjung ke kediaman Grand Dutchess Volenskaya, yang dikenalnya saat kunjungan perdamaian di Russaka (di buku kedua Poppy mengunjungi Breton dengan tujuan sama). Saat melintasi hutan Westfalian, tiba-tiba Petunia dan rombongannya dihadang bandit serigala bertopeng. Tak tinggal diam, Pet pun mengancam si pimpinan bandit dengan pistol yang dibawanya. Tapi letusan pistol membuat kuda yang membawa kereta kaget, berlari tak tentu arah dan akhirnya terluka. Saat Petunia pergi ke dalam hutan untuk 'urusan belakang' (putri yang ini ngga sungkan-sungkan:D), secara tak sengaja ia memergoki si pimpinan bandit tanpa topengnya. Alhasil, Petunia 'diculik' oleh si pimpinan yang bernama Oliver-yang ternyata seorang earl. Oliver dan rakyatnya tinggal di pedalaman hutan Westfalian. Tak disangka ibu Oliver -Lady Emily- adalah salah satu pengiring mendiang Ratu Maude saat pindah ke Westfalin dari Breton. Tapi entah kenapa Lady Emily bersikap aneh saat tahu Petunia akan mengunjungi Grand Dutchess Volenskaya? Lalu mengapa pula Petunia dan saudari-saudarinya kembali bermimpi buruk tentang Kerajaan Under Stone? Bahkan mimpi itu terasa semakin nyata ketika Pet tinggal di Manor Volenskaya.

Ide cerita buku ketiga diambil dari kisah Si Tudung Merah (The Red Riding Hood). Petunia mengenakan jubah merah yang dibuatnya dari gaun lama Rose sepanjang petualangan dalam buku. Di buku ketiga ini Rose dan saudari-saudarinya kembali berurusan dengan Raja Under Stone 'baru'. Raja Under Stone pertama berhasil ditembak mati oleh Lily dengan peluru perak yang berukir nama asli sang raja di ending seri pertama. Kemudian putranya yang bernama Rionin menggantikan sebagai raja baru dan teteup ngotot pengen menikah dengan putri Westfalin. Trilogi Princess of The Midnight Ball ini ditutup dengan kisah Putri Petunia yang seru dan penuh ketegangan. Bagaimana tidak, berurusan dengan Kerajaan Under Stone sama artinya urusan hidup atau mati. Alur ceritanya pun cukup sulit ditebak, meskipun jika kita familiar dengan dongeng asli Red Riding Hood. The story is totally different! Selain itu, asal usul para pangeran Under Stone juga dikuak lebih dalam di sekuel terakhir ini, alhasil mereka terlihat (terbaca-red) lebih manusiawi. Secara mereka memang separo manusia, karena ibunya manusia. Bahkan di beberapa bagian saya sempat merasa iba pada mereka, toh they never chose to be fathered by King Under Stone kan (kacau ni bahasanya:D). Kalau dirasa-rasa, saya lebih semangat membaca kisah para putri Westfalin ketimbang serial Dragon Slippers. Kenapa ya? Mmm...mungkin pangeran dan putrinya lebih banyak^^…

6 Mar 2013

Resep: Bolu Gula Merah





Masih penasaran dengan bolkus-bolkus-an, lanjut terus ke bolu gula merah. Kalau yang ini kesukaan saya banget. Ternyata bikinnya juga gampang, first trial langsung berhasil. Tumben-tumbennya si ayah mau ikut makan. Mungkin karena rasanya ngga terlalu manis, agak manis gurih gitu.

Bahan:

250 gram terigu
200 gram gula merah, sisir
2 sdm gula pasir
1 butir telur
½ sdt soda kue
¼ sdt BP
200 ml air
125 ml minyar sayur
½ sdt garam

Cara membuat:

  1. Rebus gula merah dengan air sampai larut semua, dinginkan
  2. Kocok telur dan gula pasir sampai mengembang.
  3. Masukkan air gula, tepung terigu, soda kue, BP dan minyak sayur sambil dikocok kecepatan rendah sampai teksturnya halus.
  4. Tuang dalam cetakan yang dialasi cup kertas sampai hampir penuh. Panaskan kukusan lalu kukus dengan api besar selama 15 menit dalam kukusan yang tutupnya dibungkus serbet. Air kukusan jangan diisi terlalu banyak.

Note: Saya pakai cup kertas standar dengan cetakan cup aluminium foil, ngga pas betul. Saya pas-pasin aja cup kertasnya, jadi agak pendek. Hasilnya 14 biji, yumm…^^

Resep: Donat Madu





Voila…another version of donut. Kadang saya sampai eneg bikinnya tapi Hanif teteup aja mau. Terinspirasi dari donat madu Cihanjuang, yang dibeli saat menjenguk anak seorang teman yang sakit. Tapi saya bikin yang pake gula tabur aja, males.com bikin toppingnya. Versi yang ini saya bikin donat beneran^^ pake telur maksudnya

Bahan:
250 gram tepung terigu (saya lebih suka pakai segitiga biru, setara 2 gelas munjung)
1 ½ sdm tepung kentang
1 sdm fermipan
½ sdm pelembut roti (boleh diskip, saya pakai soft bread big one)
1 kuning telur
3 sdm madu
1 sdm gula
2 sdm margarin
120 ml air


Cara membuat:
1. Campur bahan kering tepung, fermipan, tepung kentang, pelembut roti, gula sampai berbulir-bulir.
2. Masukkan kuning telur, madu, dan air. Uleni sampai menggumpak jadi satu.
3. Masukkan margarin, uleni lagi sampai kalis. Jika masih lengket, bisa tambahkan tepung terigu sedikit-sedikit sampai tak lengket.
4. Jika sudah kalis, teksturnya halus dan melar, bulat-bulatkan sesuai selera. Letakkan di nampan/Loyang bertabur terigu, tutup kain serbet dan diamkan 1 jam.
5. Setelah 1 jam, lubangi donat dengan telunjuk dan goreng dengan api kecil.

Untuk 12 biji (sesuai foto), kalau dibikin kecil jadi 18 biji. 

Resensi: Princess of Glass




Jessica Day George, Bloomsburry, 2010

Tiga tahun berlalu sejak misteri sepatu dansa dan kematian sembilan pangeran yang mengikuti kompetisi memecahkan misteri tersebut membuat hubungan antarkerajaan di Ionia menjadi menegang. Atas inisiatif Raja Rupert, kerajaan-kerajaan di Ionia sepakat mengirimkan putra-putrinya yang belum menikah untuk saling berkunjung dan menjalin persekutuan. Poppy, the middle princess of Westfalin, dikirim oleh sang ayah, Raja Gregor, ke Kerajaan Breton. Di sana Poppy tinggal bersama sepupu dari pihak ibunya, Lady Margaret dan sepupunya Marianne. Awalnya Poppy selalu menolak undangan pesta dansa, tapi lama kelamaan ia merasa tak enak pada sepupunya dan bersedia ikut ke pesta dansa. Pada setiap pesta dansa Poppy tetap bersikukuh tak akan berdansa. Bahkan ia malah bergabung dengan para pria bermain kartu. Di salah satu pesta, Poppy dan Marianne berkenalan dengan Christian, pangeran Kerajaan Danelaw, yang juga dikirim oleh ayahnya ke Breton. Mereka kemudian berteman dan sering menghabiskan waktu bersama. Christian menyukai Poppy yang menurutnya eksentrik karena selain anti-dansa dan pandai main kartu, Poppy juga mahir merajut dan tahu banyak tentang bunga. Ketika Kerajaan Breton menggelar pesta dansa, Poppy dan Marianne bersemangat dan menyiapkan gaun terbaik untuk pesta tersebut. Di tengah pesta dansa, tiba-tiba datang gadis misterius bernama Lady Ella, yang memakai gaun mirip dengan gaun Poppy tapi lebih megah. Pangeran Christian yang terbius dengan kecantikannya, berdansa lama dengannya. Poppy yang berada di ruang main kartu, ditarik ke ruang dansa untuk melihat si gadis misterius. Ia langsung mengenalinya sebagai Ellen, pembantu di rumah Marianne yang super-duper-ceroboh.  Ellen atau Eleanora adalah putri keluarga kaya yang kehilangan orang tuanya dan jatuh miskin hingga terpaksa menjadi pembantu. Tapi ia sama sekali tak punya uang atau kerabat yang akan membelikannya gaun semewah itu. Yang lebih aneh lagi, baik Lady Margaret dan Marianne tak mengenali Ellen. Hanya Poppy dan Roger Thwaites, teman kecil Ellen, yang mengenalinya dengan jelas. Apa sebenarnya yang terjadi pada Ellen?
 
Buku ini merupakan kelanjutan dari Princess of The Midnight Ball. Saya sudah membacanya beberapa waktu lalu bahkan sebelum menyentuh trilogi Dragon Slipper. Tapi baru tergerak untuk menuliskannya sekarang. Maklum saya lagi gemar-gemarnya membaca dongeng  karya Jessica Day George. Jika buku pertama merupakan better version of The Twelve Dancing Princess di mana alur ceritanya sama dengan versi aslinya, buku kedua ini merujuk pada dongeng klasik Cinderella. Tetapi alur ceritanya sama sekali berbeda, mungkin inspirasinya saja dari situ. Tokoh utamanya Princess Poppy, the middle princess of Westfalin. Putri yang sedikit eksentrik… Mungkin ada yang terpikir dan bingung koq bisa putri tengah, kan putrinya ada 12? Betul, Poppy terlahir kembar bersama Daisy di urutan ke-6, jadilah ia dan Daisy putri tengah. Ceritanya sedikit bertele-tele di awal, tapi membaik menjelang klimaks cerita. Seperti biasa, Jessica (penulis) selalu berhasil membuat pembacanya enggan berhenti di bagian klimaks saking serunya (pengalaman pribadi:)). Seperti di buku sebelumnya juga, di bagian akhir buku terdapat petunjuk membuat rajutan yang sama seperti  yang dibuat oleh tokoh cerita. The writer is very fond of knitting. Segala pertahanan terhadap sihir di buku ini dideskripsikan menggunakan rajutan yang telah dirajut dengan jarum perak dan dicelup ramuan. Anyway, Princess of Glass lumayan seru untuk dibaca kala senggang.

Resensi: Dragon Spears

 

Jessica Day George, Bloomsburry, 2010

Di sekuel ketiga dari Dragon Slipper ini, Shardas dan rakyatnya telah pindah ke Far Isles, pulau nun jauh di ujung wilayah Feravel yang disetujui oleh Raja Feravel untuk dihuni para naga. Sementara itu Creel sembari mempersiapkan gaun pengantinnya, berencana mengunjungi Shardas dan Velika ke Far Isles sebelum hari pernikahannya. Ia mengajak serta Luka dan Hagen, adiknya yang telah datang ke King's Seat bersama bibinya sekeluarga dalam rangka pernikahan. Setelah menempuh perjalanan panjang dan membawa serta jahitan gaun pengantinnya, Creel, Luka, dan Hagen akhirnya tiba di pulau tempat tinggal naga. Di sana kejutan telah menanti Creel. Ia tak hanya bertemu semua sahabat naganya, tapi juga dikejutkan bahwa Velika, Queen of Dragon, sedang mengandung. Creel merasa sangat bahagia dikelilingi para naga yang sudah seperti keluarganya sendiri. Tapi kebahagiaan tidak berlangsung lama. Ketika tengah malam, segerombolan naga asing yang pendek dan berkulit kusam menculik Velika dan membawanya pergi dengan jaring. Creel yang saat itu tengah bersama Velika, ditinggalkan di satu pulau terpencil. Siapakah naga-naga tadi? Mengapa mereka menculik Velika? Lalu siapa orang-orang primitif yang bersama mereka?

Sama seperti buku keduanya -Dragon Flight, di buku ini Shardas dkk. kembali berhadapan dengan sesama naga. Mungkin karena para naga sudah menjauh dari habitat manusia, jadi kecil kemungkinan tokoh jahatnya manusia. Tapi kali ini saya merasa endingnya agak sulit tertebak alias lumayan unpredictable. Kadang saya sering menebak ending buku yang saya baca "ah paling tar gini akhirnya" dan Dragon Spears ini tak bisa saya duga-duga. Pusat kisahnya adalah penculikan Velika yang ternyata berhubungan dengan sejarah para pendahulu naga. Creel seperti biasanya selalu tampil heroik atau meminjam istilah Luka, selalu tak bisa menahan diri untuk tak terlibat dalam bahaya. Bahkan ia sampai dua kali mengorbankan gaun pengantinnya demi Velika dan bayi naganya. Untung saja Creel adalah dressmaker, jadi bisa me-remake baju pengantinnya sendiri. Nah, yang paling ditunggu-tunggu di sekuel terakhir tentu saja ada wedding!!!  Finally, it's wrapped, selesai sudah trilogi Dragon Slipper. Kalau ditanya yang paling bagus, tentu saya pilih buku pertama. Alasannya buku pertama yang paling bikin emosi. Tokoh antagonisnya Putri Amalia yang super duper nyebelin justru membuat cerita jadi lebih seru. Tapi ketiga-tiganya bagus koq. Thrilling dragon tales even for a not-big fan of dragons:)