11 Mar 2013

Resensi: Princess of the Silver Woods




Jessica Day George, Bloomsbury, 2012

Yeay...akhirnya saya berhasil menamatkan seri terakhir dari trilogi Princess of The Midnight Ball. Berkat pengangguran di hari-hari pertama ngantor.

Buku ketiga ini mengikuti kisah si bungsu Petunia yang telah berusia 16 tahun. Di buku pertamanya Pet masih 7 tahun. Suatu hari Pet mendapat undangan untuk berkunjung ke kediaman Grand Dutchess Volenskaya, yang dikenalnya saat kunjungan perdamaian di Russaka (di buku kedua Poppy mengunjungi Breton dengan tujuan sama). Saat melintasi hutan Westfalian, tiba-tiba Petunia dan rombongannya dihadang bandit serigala bertopeng. Tak tinggal diam, Pet pun mengancam si pimpinan bandit dengan pistol yang dibawanya. Tapi letusan pistol membuat kuda yang membawa kereta kaget, berlari tak tentu arah dan akhirnya terluka. Saat Petunia pergi ke dalam hutan untuk 'urusan belakang' (putri yang ini ngga sungkan-sungkan:D), secara tak sengaja ia memergoki si pimpinan bandit tanpa topengnya. Alhasil, Petunia 'diculik' oleh si pimpinan yang bernama Oliver-yang ternyata seorang earl. Oliver dan rakyatnya tinggal di pedalaman hutan Westfalian. Tak disangka ibu Oliver -Lady Emily- adalah salah satu pengiring mendiang Ratu Maude saat pindah ke Westfalin dari Breton. Tapi entah kenapa Lady Emily bersikap aneh saat tahu Petunia akan mengunjungi Grand Dutchess Volenskaya? Lalu mengapa pula Petunia dan saudari-saudarinya kembali bermimpi buruk tentang Kerajaan Under Stone? Bahkan mimpi itu terasa semakin nyata ketika Pet tinggal di Manor Volenskaya.

Ide cerita buku ketiga diambil dari kisah Si Tudung Merah (The Red Riding Hood). Petunia mengenakan jubah merah yang dibuatnya dari gaun lama Rose sepanjang petualangan dalam buku. Di buku ketiga ini Rose dan saudari-saudarinya kembali berurusan dengan Raja Under Stone 'baru'. Raja Under Stone pertama berhasil ditembak mati oleh Lily dengan peluru perak yang berukir nama asli sang raja di ending seri pertama. Kemudian putranya yang bernama Rionin menggantikan sebagai raja baru dan teteup ngotot pengen menikah dengan putri Westfalin. Trilogi Princess of The Midnight Ball ini ditutup dengan kisah Putri Petunia yang seru dan penuh ketegangan. Bagaimana tidak, berurusan dengan Kerajaan Under Stone sama artinya urusan hidup atau mati. Alur ceritanya pun cukup sulit ditebak, meskipun jika kita familiar dengan dongeng asli Red Riding Hood. The story is totally different! Selain itu, asal usul para pangeran Under Stone juga dikuak lebih dalam di sekuel terakhir ini, alhasil mereka terlihat (terbaca-red) lebih manusiawi. Secara mereka memang separo manusia, karena ibunya manusia. Bahkan di beberapa bagian saya sempat merasa iba pada mereka, toh they never chose to be fathered by King Under Stone kan (kacau ni bahasanya:D). Kalau dirasa-rasa, saya lebih semangat membaca kisah para putri Westfalin ketimbang serial Dragon Slippers. Kenapa ya? Mmm...mungkin pangeran dan putrinya lebih banyak^^…