Jessica Day George, Bloomsburry, 2010
Tiga tahun berlalu sejak misteri sepatu dansa
dan kematian sembilan pangeran yang mengikuti kompetisi memecahkan misteri
tersebut membuat hubungan antarkerajaan di Ionia menjadi menegang. Atas
inisiatif Raja Rupert, kerajaan-kerajaan di Ionia sepakat mengirimkan
putra-putrinya yang belum menikah untuk saling berkunjung dan menjalin
persekutuan. Poppy, the middle princess of Westfalin, dikirim oleh sang ayah,
Raja Gregor, ke Kerajaan Breton. Di sana Poppy tinggal bersama sepupu dari
pihak ibunya, Lady Margaret dan sepupunya Marianne. Awalnya Poppy selalu
menolak undangan pesta dansa, tapi lama kelamaan ia merasa tak enak pada
sepupunya dan bersedia ikut ke pesta dansa. Pada setiap pesta dansa Poppy tetap
bersikukuh tak akan berdansa. Bahkan ia malah bergabung dengan para pria
bermain kartu. Di salah satu pesta, Poppy dan Marianne berkenalan dengan
Christian, pangeran Kerajaan Danelaw, yang juga dikirim oleh ayahnya ke Breton.
Mereka kemudian berteman dan sering menghabiskan waktu bersama. Christian
menyukai Poppy yang menurutnya eksentrik karena selain anti-dansa dan pandai main
kartu, Poppy juga mahir merajut dan tahu banyak tentang bunga. Ketika Kerajaan
Breton menggelar pesta dansa, Poppy dan Marianne bersemangat dan menyiapkan
gaun terbaik untuk pesta tersebut. Di tengah pesta dansa, tiba-tiba datang
gadis misterius bernama Lady Ella, yang memakai gaun mirip dengan gaun Poppy
tapi lebih megah. Pangeran Christian yang terbius dengan kecantikannya,
berdansa lama dengannya. Poppy yang berada di ruang main kartu, ditarik ke
ruang dansa untuk melihat si gadis misterius. Ia langsung mengenalinya sebagai
Ellen, pembantu di rumah Marianne yang super-duper-ceroboh. Ellen atau Eleanora adalah putri keluarga kaya
yang kehilangan orang tuanya dan jatuh miskin hingga terpaksa menjadi pembantu.
Tapi ia sama sekali tak punya uang atau kerabat yang akan membelikannya gaun
semewah itu. Yang lebih aneh lagi, baik Lady Margaret dan Marianne tak
mengenali Ellen. Hanya Poppy dan Roger Thwaites, teman kecil Ellen, yang
mengenalinya dengan jelas. Apa sebenarnya yang terjadi pada Ellen?
Buku ini merupakan kelanjutan dari Princess of The Midnight Ball. Saya sudah membacanya beberapa waktu lalu bahkan sebelum
menyentuh trilogi Dragon Slipper. Tapi baru tergerak untuk menuliskannya
sekarang. Maklum
saya
lagi gemar-gemarnya membaca dongeng karya Jessica Day George. Jika buku pertama merupakan better
version of The Twelve Dancing Princess di
mana alur ceritanya sama dengan versi aslinya, buku kedua ini merujuk pada
dongeng klasik Cinderella. Tetapi alur ceritanya sama sekali berbeda, mungkin
inspirasinya saja dari situ. Tokoh
utamanya Princess Poppy, the middle princess of Westfalin. Putri yang sedikit eksentrik… Mungkin ada yang terpikir
dan bingung
koq bisa putri
tengah, kan putrinya ada 12? Betul, Poppy terlahir kembar bersama Daisy di urutan
ke-6, jadilah ia dan Daisy putri tengah. Ceritanya sedikit bertele-tele di awal, tapi membaik
menjelang klimaks cerita. Seperti biasa, Jessica (penulis) selalu berhasil
membuat pembacanya enggan berhenti di bagian klimaks saking serunya (pengalaman
pribadi:)).
Seperti di buku sebelumnya juga, di bagian
akhir buku terdapat petunjuk membuat rajutan yang sama seperti yang dibuat oleh tokoh cerita. The writer is
very fond of knitting. Segala pertahanan terhadap sihir di buku ini dideskripsikan menggunakan rajutan yang telah dirajut dengan
jarum perak dan dicelup ramuan.
Anyway, Princess of Glass lumayan
seru untuk dibaca kala senggang.