6 Mar 2013

Resensi: Princess of Glass




Jessica Day George, Bloomsburry, 2010

Tiga tahun berlalu sejak misteri sepatu dansa dan kematian sembilan pangeran yang mengikuti kompetisi memecahkan misteri tersebut membuat hubungan antarkerajaan di Ionia menjadi menegang. Atas inisiatif Raja Rupert, kerajaan-kerajaan di Ionia sepakat mengirimkan putra-putrinya yang belum menikah untuk saling berkunjung dan menjalin persekutuan. Poppy, the middle princess of Westfalin, dikirim oleh sang ayah, Raja Gregor, ke Kerajaan Breton. Di sana Poppy tinggal bersama sepupu dari pihak ibunya, Lady Margaret dan sepupunya Marianne. Awalnya Poppy selalu menolak undangan pesta dansa, tapi lama kelamaan ia merasa tak enak pada sepupunya dan bersedia ikut ke pesta dansa. Pada setiap pesta dansa Poppy tetap bersikukuh tak akan berdansa. Bahkan ia malah bergabung dengan para pria bermain kartu. Di salah satu pesta, Poppy dan Marianne berkenalan dengan Christian, pangeran Kerajaan Danelaw, yang juga dikirim oleh ayahnya ke Breton. Mereka kemudian berteman dan sering menghabiskan waktu bersama. Christian menyukai Poppy yang menurutnya eksentrik karena selain anti-dansa dan pandai main kartu, Poppy juga mahir merajut dan tahu banyak tentang bunga. Ketika Kerajaan Breton menggelar pesta dansa, Poppy dan Marianne bersemangat dan menyiapkan gaun terbaik untuk pesta tersebut. Di tengah pesta dansa, tiba-tiba datang gadis misterius bernama Lady Ella, yang memakai gaun mirip dengan gaun Poppy tapi lebih megah. Pangeran Christian yang terbius dengan kecantikannya, berdansa lama dengannya. Poppy yang berada di ruang main kartu, ditarik ke ruang dansa untuk melihat si gadis misterius. Ia langsung mengenalinya sebagai Ellen, pembantu di rumah Marianne yang super-duper-ceroboh.  Ellen atau Eleanora adalah putri keluarga kaya yang kehilangan orang tuanya dan jatuh miskin hingga terpaksa menjadi pembantu. Tapi ia sama sekali tak punya uang atau kerabat yang akan membelikannya gaun semewah itu. Yang lebih aneh lagi, baik Lady Margaret dan Marianne tak mengenali Ellen. Hanya Poppy dan Roger Thwaites, teman kecil Ellen, yang mengenalinya dengan jelas. Apa sebenarnya yang terjadi pada Ellen?
 
Buku ini merupakan kelanjutan dari Princess of The Midnight Ball. Saya sudah membacanya beberapa waktu lalu bahkan sebelum menyentuh trilogi Dragon Slipper. Tapi baru tergerak untuk menuliskannya sekarang. Maklum saya lagi gemar-gemarnya membaca dongeng  karya Jessica Day George. Jika buku pertama merupakan better version of The Twelve Dancing Princess di mana alur ceritanya sama dengan versi aslinya, buku kedua ini merujuk pada dongeng klasik Cinderella. Tetapi alur ceritanya sama sekali berbeda, mungkin inspirasinya saja dari situ. Tokoh utamanya Princess Poppy, the middle princess of Westfalin. Putri yang sedikit eksentrik… Mungkin ada yang terpikir dan bingung koq bisa putri tengah, kan putrinya ada 12? Betul, Poppy terlahir kembar bersama Daisy di urutan ke-6, jadilah ia dan Daisy putri tengah. Ceritanya sedikit bertele-tele di awal, tapi membaik menjelang klimaks cerita. Seperti biasa, Jessica (penulis) selalu berhasil membuat pembacanya enggan berhenti di bagian klimaks saking serunya (pengalaman pribadi:)). Seperti di buku sebelumnya juga, di bagian akhir buku terdapat petunjuk membuat rajutan yang sama seperti  yang dibuat oleh tokoh cerita. The writer is very fond of knitting. Segala pertahanan terhadap sihir di buku ini dideskripsikan menggunakan rajutan yang telah dirajut dengan jarum perak dan dicelup ramuan. Anyway, Princess of Glass lumayan seru untuk dibaca kala senggang.