3 Jul 2011

Temple Grandin


Sejak Hanif didiagnosa autis, saya jadi semangat untuk baca buku dan nonton film tentang penyandang autis. Film ini salah satunya. Saya beli di lapak DVD bajakan barengan filmnya Jet Li ‘Ocean Heaven’. Awalnya hanya tertarik lihat covernya, ‘Ini beneran Claire Danes? Tapi koq penampilannya beda banget’, tapi akhirnya dibeli juga. Terbukti beberapa bulan kemudian, Danes meraih penghargaan aktis terbaik versi Golden Globe berkat totalitasnya di film ini. Film ini semacam FTV produksi HBO Film, jadi tidak tayang di layar lebar. Tapi bajakannya tetep ada, mantaps deh:p.

Judul dari film ini agak-agak mengecoh, sekilas saya pikir ini film tentang candi hehe... Temple Grandin adalah nama dari seorang profesor austistik yang mampu menyelesaikan pendidikannya sampai dengan S3 (wow!!). Film ini mengambil setting tahun 1970, ketika Grandin lulus dari SMA dan memutuskan tidak ingin melanjutkan kuliah. Lalu ibunya mengirimnya berlibur ke ranch Bibi Sue Ann dengan harapan perubahan suasana akan membuat Temple berubah pikiran dan mau kuliah. Liburan di peternakan inilah yang merupakan titik balik ketertarikan Grandin terhadap binatang ternak. Grandin yang ‘amazing visual thinker’ mampu mengamati dan memahami perilaku hewan ternak dengan sangat baik. Di bagian tengah film ada sedikit flash back tentang bagaimana Grandin didiagnosa autis pada saat 4 tahun, diperkirakan tak akan bisa bicara, dan dokter menyarankan untuk memasukkannya ke institusi (RSJ kali ya...). Ibunya yang lulusan Harvard tidak mau percaya dan memutuskan untuk menangani sendiri anaknya. Ketika Temple bisa bicara, sang ibu membuatnya pergi ke sekolah. Ketika SMA, Grandin sempat dikeluarkan dari sekolah karena berperilaku buruk (memukul temannya). Lalu ibunya memindahkannya ke sebuah county school –bayangkan tahun ’60-an di Amrik udah ada sekolah alam-, di sinilah ia bertemu Dr. Carlock seorang guru sains yang memahami kelebihan Grandin. Singkat cerita, akhirnya Grandin memutuskan untuk kuliah. Setelah S2, Grandin berhasil merancang sistem untuk rumah jagal sehingga hewan-hewan potong diperlakukan secara lebih hewani (kata lain dari manusiawi hehe). Sistem inilah yang kemudian diterapkan pada sebagian besar rumah potong hewan di Amerika Utara.

Bagi saya film ini sangat mengesankan. Bukan hanya karena akting Danes yang top markotop maupun kisah Grandin yang memang inspiratif, tapi sang sutradara piawai merangkai jalinan cerita dengan sangat mengalir dari awal, flash back di bagian tengah dan menutupnya dengan apik. Penulis ceritanya juga cermat memilih momen-momen yang paling krusial dalam hidup Grandin sehingga film ini mampu merangkum kisah hidup wanita Amerika itu dalam durasi 2 jam. Quote yang paling saya suka dari film ini adalah ucapan ibunya ketika membela Temple, 'She is different, but not less'. Grandin memang memiliki ingatan fotografis yang kuat serta mampu melihat detail dengan baik, terlepas dari ketidakmampuannya bersosialisasi. Keyakinan dan usaha keras sang ibulah yang membawa Temple Grandin meraih masa depannya. Very inspiring movie!