24 Jul 2013

Challenge: Receh for Books 2013



Saat SD 1000 rupiah =  2 mangkuk bakso + 2 teh botol
Ketika SMP 1000 rupiah = ongkos angkot ke sekolah pp + jajan pisang molen 2 biji + es teh
Pas SMA 1000 rupiah = sepiring nasi pecel Bu Pin + es teh
Zaman kuliah 1000 rupiah = segelas es teh manis
Sekarang 1000 rupiah = bayar parkir (kadang 2 ribu malah)

1000 rupiah atau nominal yang lebih kecil seringkali kita sebut receh. Dari sebutannya saja receh, kedengarannya remeh bukan? Bahkan uang 1000 rupiah yang semula berbentuk uang kertas, kini dicetak dalam koin seolah semakin menunjukkan bahwa nilai 1000 adalah receh. Meski demikian, segala sesuatu yang kecil jika dikumpulkan akan menjadi bukit. Begitulah kiranya semangat yang diusung oleh floriayasmin yang menggagas tantangan "Receh for Books 2013". Syaratnya cukup mudah:
1.Kumpulkan uang receh dari Januari-Desember
2.Jangan dihitung sampai akhir tahun 2013
3.Setelah semua uang terkumpul, belikan buku yang kamu inginkan/bukunya dihadiahkan ke orang lain
4.Kalau mau ikut, bikin posting mengenai challenge ini di blog masing-masing (tidak harus blog buku) kemudian masukkan link dari postingan kamu di mr.linky (ada di blog hostnya)
5.Pasang banner Receh for book(s)

Meski sebenernya dah telat banget untuk ikutan, saya tetap semangat ikut karena pingin tahu seberapa banyak recehan yang bisa terkumpul di akhir tahun nanti (secara di kantongan tas kantor recehan banyak banget). Hadiahnya...tentu saja buku yang akan dibeli dengan uang yang terkumpul nanti. Semangaaaat!!!!


ni dia celenganku...handmade dari kotak bekas amplop

tulisan iseng ayu *temen kantor hehe...

23 Jul 2013

[Re-post] Menjadi Ibu dari Anakku


Ketika Hanif lahir hingga usianya menjelang 2 tahun, saya berpikir menjadi seorang ibu tidaklah sesulit yang kubayangkan sebelumnya. Hanif kecil sangat mudah diasuh, jarang rewel dan doyan makan. Selain keterlambatan bicara, semua perkembangannya cukup normal. Hanif memang belum bisa memanggil ayah ibu tapi ia senang bersenandung dan sudah hafal abjad di usia 20 bulan. Ayahnya sempat agak curiga ketika Hanif tidak menoleh ketika dipanggil atau melihatnya suka memutar-mutar benda. Namun di satu saat, ia bisa sangat responsif dan bisa dialihkan untuk tidak memutar benda. Ah, anak ini ngga papa koq, pikir saya waktu itu.
Saat usianya 2,5 tahun dan belum juga berbicara selain kata “aduh”, akhirnya saya memantapkan hati untuk membawanya ke Klinik Tumbuh Kembang di Harapan Kita. Hasilnya Hanif dinyatakan bisa bicara tapi tidak digunakannya untuk berkomunikasi dengan orang lain. Padahal fungsi bahasa adalah untuk berkomunikasi. Hanif sudah bisa menyanyi beberapa lagu, tapi jika ingin sesuatu ia hanya menarik tangan saya atau mbaknya. Selain itu, dokter juga bilang Hanif hanya tertarik pada benda, tidak pada orang. Memang waktu itu ia diminta bermain dan ketika mainannya diambil, ia sama sekali tidak melihat dokter yang mengambil mainannya juga tidak marah, Hanif hanya berusaha menggapai mainannya kembali dan ketika tidak bisa, ia beralih ke mainan yang lain. Lalu saya diberi rujukan untuk konsultasi dengan psikiater. Saya menemui 2 psikiater berbeda dan hasilnya memang ada gejala autis meski spektrumnya ringan. Mendengar semua itu, saya langsung lemas. Saya tahu anak autis itu ada, tapi baru terasa begitu nyata ketika predikat itu tertempel pada anak sendiri. Bulan pertama setelah itu adalah masa-masa yang stresful. Saya sempat merasa di kantor lebih menyenangkan daripada di rumah karena saya bisa melupakan barang sejenak. Hanif yang beberapa saat sebelumnya saya pikir anak yang easy going dan sedikit cuek, ternyata memang ada yang salah dengannya. Benar jika dikatakan bahwa penerimaan akan suatu kondisi tergantung pada tingkat ketakwaan manusia. Alhamdulillah, ayah Hanif menerimanya dengan lebih baik dan mendorong saya untuk terus berusaha untuk Hanif. Sedangkan saya...butuh waktu beberapa lama untuk bisa benar-benar menerima semua ini dan masih terus berusaha menata hati hingga kini.
Kini hampir setahun berlalu sejak hari itu. Hari di mana kata “autis” mulai menjadi hal yang akrab di telinga saya. Sejak saat itu Hanif ikut terapi dan hasilnya alhamdulillah kosakatanya semakin banyak dan ia sudah bisa merangkai 2 kata. Memang kemampuan bicaranya masih setara umur 1,5 tahun, tapi bagi saya itu hal yang luar biasa mengingat awalnya saya sempat sangsi Hanif bisa mengungkapkan keinginannya dengan kata-kata. Kontak mata dengan orang lain sudah lumayan, meski Hanif masih suka asyik dengan dirinya sendiri. Beberapa bulan yang lalu, akhirnya saya memantapkan diri mengambil cuti panjang untuk mengurus Hanif sendiri, keputusan yang juga tak pernah saya bayangkan akan berani saya ambil. Keluar dari kebebasan finansial, meski dibayangi biaya terapi yang tidak murah. Mungkin ini saatnya saya menempa jiwa tawakkal dan semangat pengiritan hehe...
Menjadi ibu dari anakku memberikanku pelajaran berharga
Bahwa menjadi sempurna bukanlah segala-galanya
Dan menjadi berbeda juga bukanlah aib
Menjadi ibu dari anakku mendorongku
Untuk lebih kuat dan terus berusaha
Memupuk kesabaran juga merajut keyakinan
Bahwa Allah pasti punya rencana terbaik bagi hambaNya. 

Ditulis 30 Juni 2011, dipos ulang untuk diikutsertakan dalam momtraveler’s first Giveaway “Blessing in Disguise”


22 Jul 2013

Resensi Buku: Pride and Prejudice

cover edisi terjemahan

Jane Austen, Project Gutenberg, 2008

Elizabeth Bennet (Lizzy), lahir di keluarga menengah dengan 4 saudara perempuan. Ibunya, Mrs. Bennet, mempunyai impian untuk menikahkan putri-putrinya dengan pria-pria yang 'mapan'. Ketika mendengar tanah tetangga, Netherfield, akan segera kedatangan penghuni baru yang kabarnya berpenghasilan tinggi, ia begitu bersemangat mendesak suaminya untuk mengunjungi sang tetangga baru agar mereka bisa berkenalan. Keinginan Mrs. Bennet agaknya terwujud saat Mr. Bingley, sang tetangga baru, tampak berlama-lama berdansa dengan Jane, putri tertuanya di sebuah pesta. Mr. Bingley tak datang sendirian, ia bersama adik perempuannya, Caroline dan sahabatnya, Mr. Darcy. Berbeda dengan Bingley yang ramah, Mr. Darcy yang konon 'lebih kaya' daripada Bingley terlihat angkuh dan sombong. Ia bahkan berkomentar bahwa Elizabeth 'tak secantik kakaknya dan hanya biasa saja' saat Bingley menawarkan diri untuk memperkenalkannya pada adik Jane, yaitu Elizabeth. Lizzy yang saat itu duduk tak jauh, mendengarnya dan beranggapan Mr. Darcy memang sombong dan angkuh. Apalagi ketika kemudian ia berkenalan dengan George Wickham, anggota resimen tentara yang ternyata adalah saudara angkat dari Darcy. Dari Wickham, Lizzy mengetahui bahwa Darcy telah berbuat tak adil dan membuatnya dibuang dari keluarga angkatnya. Lalu saat Bingley tiba-tiba menjauh dari Jane tanpa penjelasan apapun, ia pun curiga bahwa Darcy turut andil mempengaruhi Bingley untuk tidak menikahi kakaknya. Tapi betulkah semua praduga Lizzy terhadap Mr. Darcy?

Pride and Prejudice adalah salah satu novel klasik yang paling legendaris. Kisahnya menginspirasi banyak karya sejenis  (mungkin nanti akan saya review beberapa yang sudah saya baca-link) dan juga film! Saya sudah menonton PP versi film (yang dimainkan Kiera Knightley) dan versi miniseri keluaran BBC. Haha...maniak banget ya? Ngga juga sih. Waktu itu karena saya merasa di versi filmnya banyak bagian yang dihilangkan (setelah sebelumnya membaca summarynya di wikipedia hehe), akhirnya saya berburu versi miniseri BBC. Saya juga sudah membaca edisi terjemahan indo-nya yang diterbitkan Qanita. Kali ini saya mencoba membaca versi Englishnya untuk Reading English Challenge. Sepintas kisah PP terlihat standar, seorang gadis dari keluarga menengah yang dicintai oleh pria dari keluarga terpandang. Awalnya benci, sering bertengkar tapi setelah mengetahui sifat masing-masing akhirnya jatuh cinta. Plot yang familiar bukan? Tapi sesungguhnya buku ini juga mengandung pemikiran penulisnya, yang pada masa itu dianggap kontroversial. Lizzy, sang tokoh utama, digambarkan cerdas, berani, dan sangat menentang penikahan tanpa landasan cinta. Diceritakan Charlotte, sahabat Lizzy, menikah atas pertimbangan pragmatis. Di sini juga banyak diungkap fenomena sosial pada masa tersebut. Misal seorang wanita dianggap tidak patut jika bepergian sendirian, adanya tunjangan tahunan untuk anak perempuan yang telah menikah, pendidikan oleh guru privat bagi anak keluarga berada, sementara yang lainnya cukup belajar sendiri di rumah. Sementara itu tokoh prianya William Darcy, kerap dijadikan sosok ideal pria idaman bagi banyak penggemar kisah ini. Kenapa? Hehe...menurut saya tentu karena perpaduan antara tampan, baik dan tajir^^. Nah, lesson dari buku ini adalah jangan terlalu gampang menilai orang. Bisa jadi yang di luar tampak tak ramah, sebenarnya hanya kurang bisa bersosialisasi kayak Mr. Darcy. Cukup menyenangkan membaca (lagi) Pride and Prejudice, meski di beberapa bagian saat Lizzy menganalisis karakter orang-orang, saya merasa agak bosan...

poster filmnya

Bennet sisters (ka-ki: Mary, Jane, Lizzy, Kitty, Lydia)

versi miniseri BBC

Resensi Buku: Sammy Keyes and The Hotel Thief


Wendellin Van Draanen, Yearling, 1998

Samantha Keyes tinggal bersama neneknya, Rita Keyes di sebuah apartemen subsidi pemerintah khusus para lansia. Sebenarnya ia tidak diperbolehkan tinggal di sana, tapi apa boleh buat ibunya memilih mengejar mimpinya sebagai aktris Hollywood dan menitipkannya pada Sang Nenek -Rita-. Tetangga satu lantai, Ny Graybill kerap mencurigai Sammy tinggal bersama Rita. Akibatnya Sammy jadi tak bebas keluar masuk apartemen. Hari itu ia kebosanan setengah mati di dalam apartemen. Ia pun memata-matai kegiatan orang-orang di sekitar apartemen melalui teropong. Sebenarnya neneknya sering melarangnya bermain teropong, tapi toh ia tak berbuat kejahatan. Namun di sebuah kamar Hotel yang terletak tepat di seberang apartemennya, seseorang tampak terburu-buru mencari sesuatu. Tiba-tiba laki-laki tersebut mendongak dan melihat ke arahnya. Entah kenapa, Sammy masih dengan teropongnya malah balas melambai (haha...). Ketika kemudian terdengar berita pencurian di hotel tersebut, Sammy semakin yakin pria itu adalah pencurinya dan pria itu juga melihatnya! Kenapa pula ada sesuatu yang familiar pada pencuri misterius itu?

Jika suka membaca cerita detektif macam Lima Sekawan atau Nancy Drew, serial Sammy Keyes ini patut dilirik. Novel ini menawarkan keseruan yang sama dengan pendahulunya tetapi dengan sentuhan kekinian. Sammy digambarkan sebagai siswi kelas 7 yang tak hanya mengalami konflik dengan ibunya, ia juga harus berurusan dengan problematika anak masa kini yakni bullying. Tapi berkebalikan dengan Nancy Drew yang good girl, Sammy adalah tipe yang melawan balik jika diserang. Interaksinya dengan si musuh bebuyutan Heather Acosta berhasil ia selesaikan dengan cerdas di buku ini. Sammy juga berteman dengan Marissa, gadis kaya yang seringkali dimanfaatkan oleh orang di sekitarnya. Ia sering mengaku saudara tiri Marissa ketika orang lain bertanya tentang tempat tinggalnya. Buku ini cocok dibaca siapa saja yang kangen cerita detektif anak. Serinya sudah ada 17 loh... Tapi kita dapat membacanya tanpa berurutan.

sosok Sammy...(tapi sayang belum ada filmnya)

Hanif di TK B

Tak terasa Hanif sudah TK B sekarang. Perkembangannya di sekolah berdasarkan rapor kemarin alhamdulillah semakin baik. Motorik kasarnya berkembang pesat, motorik halusnya juga mulai baik dan kata-katanya makin banyak terutama benda-benda yang disukainya. Kini ia bisa mengidentifikasi makanan tertentu, tempat tertentu dan orang-orang di sekitar dengan cepat. Kadang hal ini jadi bumerang tersendiri ketika Hanif terus-terusan mengajak pergi ke McD atau minta beli pop mie tiap kali pergi ke warung (haha...). PRnya masih masalah konsentrasi dan komunikasi dua arah... Hhmmm...-__-

Hari pertama sekolah sengaja saya ambil cuti. Ternyata Hanif malah ngadat, ngga mau masuk pagar. Katanya 'pulaaang...mau HP', yaah kebanyakan main HP ni pas libur. Setelah berjuang membujuk bahkan menggendong, alhamdulillah Hanif mau berbaris dengan teman-temannya di kelas Jingga 1. Saat ia mulai asyik, saya menyelinap turun ke bawah (kelas Hanif di lantai 2). Tak berapa lama bahkan saya masih di tangga, terdengar tangisannya. Tapi saya terus turun, toh ada shadow teachernya. Terselip rasa bahagia...ternyata Hanif juga seperti anak lainnya...ngga mau ditinggal ibu^^. Semoga Hanif bisa menikmati sekolahnya di TK B.

Ini beberapa hasil karya Hanif di TK A...
 
finger painting dan menempel

masih berupa coretan acak

maksud hati menggambar apa... gambarnya ngga jelas^^

menempel biji-bijian