Mobil wisata |
Jalan kaki panas-panas sambil makan es krim:( |
Berpose di depan kerangka paus biru Museum Zoologi |
Mobil wisata |
Jalan kaki panas-panas sambil makan es krim:( |
Berpose di depan kerangka paus biru Museum Zoologi |
Liburan Hanif semester ini kebetulan bertepatan dengan kepulangan ayahnya dan kedatangan Utinya dari Palangkaraya. Timbullah ide dari si ayah untuk ngajak jalan-jalan ke Bandung. Terakhir kali saya pergi ke Bandung adalah tahun 2003, mengunjungi temen SMA yang kuliah di sana. Ngga pergi ke mana-mana, secara yang dikunjungin sibuk banget kuliah. Waktu itu bisa ke Bandung juga gara-gara tanggal masuk kuliah diundur seminggu. Baru diberitahu hari Jumat padahal Senin harusnya sudah mulai masuk. Hehe...cuma kampus saya yang bisa begitu. Naah, setelah browsing-browsing akhirnya kami putuskan untuk ke De Ranch (karena ponakan kelas 2 SD suka naik kuda) dan Tangkuban Perahu. Transportnya sewa mobil dan ngga menginap karena pertimbangan budget.
Kami berangkat dari rumah jam 7 pagi, nyampe di De Ranch, Lembang sekitar jam 11-an. Agak lama karena sempat putar-putar di Purwakarta, maksudnya maw cari jalan pintas eh...ada kecelakaan. Putar balik lagi ke tol, alhasil jadi lama. Tiket masuknya murmer 5000 perak/orang dan bisa ditukar dengan welcome drink, boleh milih susu atau minuman hangat. Begitu masuk langsung disuguhi pemandangan food court yang bergaya koboi. Ketika itu cuacanya lagi mendung, jadi udaranya berasa seger dan dingin banget. Kami berlima langsung pengen makan hehe... Banyak pilihan di food courtnya, tapi saya dan ponakan penasaran sama sosis panggangnya. Wow...gendut banget. Harga makanannya ngga mahal koq. Setelah kenyang, baru deh main-main. Permainan pertama yang dicoba adalah perahu mini. Tiketnya 15ribu/orang, bertiga jadi 45ribu sepuasnya eh...secapeknya. Gimana ngga capek, ngejalanin perahunya pake pedal tangan. Capee deeh... Tapi Hanif cukup enjoy di perahu. Untung Hanif diem, klo banyak gerak perahunya gampang oleng. Setelah itu naik kuda poni, tiketnya 15ribu/orang, 2 kali putaran (400-an meter). Cuma si Dindha aja yang naik, Hanif ketakutan. Setelahnya, kami naik kereta kuda. Tiketnya 25ribu, bisa naik berempat saya, ayah, Hanif dan Dindha. Hehe...sebenarnya agak kasihan sama kudanya, maklum gerombolan siberat semua nih kecuali Dindha. Muternya lumayan jauh, hampir sekilo-an. Sebenarnya De Ranch punya banyak pilihan permainan, tapi Hanif ngga gitu tertarik dan si Dindha ngga mau kalo Hanif ngga ikutan. Jadi cuma tiga yang kami coba. Setelahnya kami main-main di lapangan, foto-foto trus sholat. Mushollanya kecil, tapi waktu kami ke sana lantai atas mushola sedang dibangun. Mungkin untuk perluasan. Yah...overall untuk De Ranch cukup menyenangkan. Plusnya tiket masuk murah, makanan affordable, suasananya enak. Minusnya mungkin tiket untuk permainannya harus bayar satu-satu, jatuhnya lumayan mahal kalo banyak yang dicoba.
Menjelang ashar, kami bertolak ke Tangkuban Perahu. Jaraknya sekitar 7 km dari De Ranch. Sepanjang jalan yang kami lewati sebenarnya banyak kuliner yang menarik, tapi sayang perut sudah penuh jadi ngga selera. Padahal udah kepikiran pengen tahu susu atau tahu tauhid. Yah...maybe next time. Tiket masuk Tangkuban Perahu 13ribu/orang plus mobil 10ribu. Begitu parkir, langsung disambut hujan. Akhirnya kami nunggu dulu di dalem mobil. Setelah agak reda, baru deh keluar. Banyaknya pedagang makanan agaknya menggoda iman Hanif. ‘Masak mi!’, serunya melihat pop mie. Dibujuk-bujuk makanan lain, tetep ngga mau, malah nangis kenceng yang bikin heboh seantero gunung *lebay.com. Akhirnya dikasih lah...hiks...tapi tanpa bumbu. Dengan lahapnya anakku makan sampe habis-bis...kayak orang ngga pernah makan mi...emang, padahal hambar anyep. Kami ngga jalan turun, cuma di sekitaran tempat parkir. Setelah puas jajan gorengan, foto-foto dan membeli beberapa kaos Tangkuban, kami turun menjelang magrib. Setelah ini rencananya maw mampir Cihampelas.
Rencana tinggal rencana. Macet bangeeeet, lebih parah daripada macetnya Arteri Pondok Indah di jam pulang kerja. Jalanan di Bandung mana sempit. Hujan deras dan penuhnya trotoar sepanjang jalan Cihampelas tak pelak membuat kami urung. Akhirnya muter-muter aja keliling kota. Mau makan di mana, bingung juga. Pas muter-muter, ngga sengaja lihat tulisan Trans Studio. Ayo...mampir. Pengen lihat aja gedungnya, meski ngga masuk.Muahal hehe, toh rugi juga Hanif masih kecil, ngga bisa coba banyak permainan tapi harus bayar full. Akhirnya kami sekalian makan di foodcourt Bandung Supermall. Pemandangannya mirip foodcourtnya Central Park di Jakarta Barat. Elite... Harganya sih standar mall-mall, cuma bayarnya yang ribet. Ngga terima cash, jadi mesti bikin Mega Cash (semacam kartu flazz BCA tapi punya Bank Mega), top up duit, baru deh bayar. Deuh...bayar aja ribet, apalagi ngga bayar ya hehe... Setelah kenyang, kami muter-muter dulu di mallnya. Oh ya, nyempetin juga foto di depan Trans Studio Store. Ngga beli apa-apa, harganya hmmm... Mudah-mudahan tar klo Hanif udah gede dan ada rejeki, kami bisa main ke Trans Studio. Kan udah punya Mega Cashnya hehe... Jam menunjukkan pukul 9.30 malam, akhirnya kami bertolak kembali ke Jakarta. Fin.
Saya baru sadar kalau ternyata saya resmi jadi ibu tepat di hari Ibu. Sebenarnya Hanif lahir di tanggal 21 Desember 2007 tapi jam 8 malem jadi sudah dianggap masuk tanggal 22 hehe... Ulang tahun Hanif kali ini terasa lebih istimewa. Meski tidak ada pesta, ultah kali ini didampingi oleh Ayah juga Mbah Uti dan Adik Dinda. Kebetulan ibu mertua sedang berkunjung ke Jakarta dalam rangka menyambut kedatangan putra semata wayangnya, sekalian ngajakin keponakan liburan. Seperti tahun-tahun sebelumnya, saya hanya menyiapkan nasi kuning kotak untuk dibagi-bagi ke tetangga. Tanda syukur Hanif sehat dan tambah pintar. Jumlahnya juga ngga banyak, hanya 20 kotak. Masak sendiri, dibantu Mamanya Dika (yang bantu2 di rumah) dan ibu mertua.
Di ulang tahunnya yang ke-4, alhamdulillah Hanif sudah banyak kemajuan. Kesadaran lingkungan makin bagus, kosakata tambah banyak yang otomatis berdampak pada keinginan yang mulai macem-macem. Berbagai macam makanan dia hafal, terutama pantangannya. Sebisa mungkin saya buat sendiri, meski pake terigu atau telur paling ngga minus pengawet. Kadang pengin deh, diet yang bener-bener...tapi susah. Nangisnya itu lo, heboh banget apalagi kalau di tempat umum. Yah...saya berikhtiar semaksimal mungkin, membatasi pantangannya atau membuat sendiri. Tapi kalau pun terpaksa harus ngasih, saya doain ‘moga-moga ni makanan ngga ngefek banget ke Hanif’. Amiin...
Di rapor sekolahnya, Hanif mendapat skor 3 untuk hafalan baik abjad, angka, maupun doa-doa. Kemandirian seperti membuang sampah, mencuci tangan dan makan sendiri juga dapat skor 3. Motorik kasar dan motorik halus masih banyak dapat skor 2, artinya dalam proses. Hanif baru bisa melompat kecil, sementara motorik halus seperti memegang crayon atau gunting masih agak kaku. Yang diberi skor 1 (belum berkembang) adalah mengancingkan baju, komunikasi 2 arah (bertanya dan bercerita), dan engklek (lompat 1 kaki). Meski masih jauh di bawah teman-temannya (yang rapornya rata-rata didominasi angka 3, tanpa angka 1), progress yang diusahakan Hanif tetap saya syukuri mengingat Hanif memang berbeda dengan teman-temannya.
Met milad yang ke-4 ya, sayang. Semoga Allah senantiasa melindungi dan memberkahi setiap langkah yang kau tempuh.
I always love u, just the way u are...Ceritanya beberapa saat yang lalu Hanif sariawan dan ngga doyan makan. Akhirnya jadi laper mata dan laper beneran. Sepanjang jalan sepulang dari tempat terapi, semua jajanan diminta. Akhirnya saya belikan bakpau soalnya yang lainnya gorengan dan batagor, hiks terpaksa...padahal diet terigu. Alamak...2 biji dihabiskan sendiri sama anakku. Alhamdulillah...ngga ada pengaruh yang signifikan ke perilakunya hari itu. Ketika saya baca resepnya di internet (di sini), ternyata bikin bakpau ngga pake telur. Jadilah saya penasaran pengen bikin sendiri. Sekalian saya pengen tahu reaksi alergi Hanif terhadap terigu. Dari awal Hanif sudah diet terigu dan susu sapi, jadi belum ketahuan kalo kebobolan diet terigu aja ngaruhnya apa. Kalau sama telur dan pengawet, Hanif emang sensitif banget. Jangan coba-coba makan makan kemasan meski bukan dari terigu, pasti langsung mobat-mabit.
Percobaan bakpau pertama bantet, karena saya ngga sabar nunggu ngembangnya. Percobaan kedua sukseees... Saya kasih maksimal 3 biji per harinya dan alhamdulillah ngga apa-apa. Tapi saya tetap tidak akan memberikannya sering-sering karena takut pengaruhnya akan timbul dalam jangka beberapa hari. Lagian 2 kali bikin kayaknya dia udah bosen, ngga pernah minta-minta lagi. Yah, kepenginnya udah terobati kali.
Ini dia bahannya:
Adonan biang:
1 gelas munjung tepung terigu (saya pakai kunci biru)
1 sdm ragi (pake fermipan)
80 ml air
Adonan tambahan:
2/3 gelas tepung terigu (pas di garis yang atas ya...)
1 sdm gula tepung (pastikan jangan ada yang menggumpal), gula pasir juga bisa
1 sdm margarin
½ sdt baking powder
30 ml air
Isinya:
½ bagian fillet dada ayam (kira2 100 gram)
Bawang bombay
Kecap
Lada dan garam secukupnya
Kertas roti dipotong 10x10cm secukupnya,atau daun pisang
Caranya:
1. Campur adonan biang sampai kalis. Diamkan 1 jam dan tutup dengan serbet bersih
2. Buat adonan isi. Tumis ayam yang telah dicincang kasar dengan bawang bombay, tambahkan kecap, lada dan garam. Sisihkan.
3. Setelah 1 jam, kempiskan adonan biang dengan ditinju. Tambahkan bahan adonan tambahan, lalu uleni lagi sampai kalis dan lentur.
4. Bagi adonan menjadi 8 untuk ukuran sedang atau 6 untuk ukuran sebakpau yang dijual.
5. Pipihkan adonan isi dengan adonan isi, letakkan di atas kertas roti.
6. Tutup dengan serbet dan diamkan lagi 30 menit.
7. Kukus dengan tutup yang dibungkus serbet selama 20 menit. Sajikan hangat.
Tips:
1. Agar adonan mengembang sempurna, letakkan adonan biang di tempat yang hangat. Di dekat magic com, di dekat kompor atau di atas TV yang menyala hehe... Saya menaruhkan di kompor sebelah sembari saya membuat isiannya.
2. Ketika mengukus, kukuslah mulai dari bakpau yang paling pertama diisi agar semua bakpau mengalami waktu pengembangan yang sama dan besarnya akan sama pula nantinya.
3. Jangan berdesakan ketika mengukus karena bakpau akan mengembang lagi. Beri jarak kira-kira 5 cm.