Ehsan Masood, Gramedia Pustaka Utama, 2009
Siapapun yang mencari kebenaran tidak akan mendapatkannya
dengan mempelajari tulisan para pendahulunya lalu hanya menerimanya begitu
saja. Siapa pun yang mempelajari karya ilmiah harus, jika dia ingin menemukan
kebenarannya, mengubah dirinya menjadi kritikus atas apa yang dibacanya. Dia
harus menelaah berbagai hasil pengujian dan penjelasan dengan keakuratan tinggi
dan mempertanyakannya dari berbagai sudut pandang dan aspek yang berbeda-beda.
Hassan Ibnu al-Haitsam, Kairo, abad ke-10
Buku yang berjudul asli “Science and Islam: A History” ini
sesungguhnya menceritakan sejarah perkembangan ilmu pengetahuan pada masa
kejayaan Islam yakni sekitar tahun 800 sampai 1700. Sistematika buku ini dibagi
menjadi 3 bagian, di mana bagian pertama menjabarkan secara singkat
perkembangan sains mulai dari zaman Rasulullah sampai pasca jatuhnya Dinasti
Abbasiyah. Dalam sejarah sering disebutkan ‘zaman kegelapan’ yakni masa
hilangnya ilmu pengetahuan yang terjadi setelah keruntuhan Kerajaan Romawi
sampai dengan terbitnya pemikiran Galileo tentang heliosentris (awal zaman
Renaissance). Pada masa itulah sebenarnya ilmu pengetahuan berkembang pesat di
bawah pengaruh kerajaan Islam. Berbagai karya filsuf Yunani diterjemahkan dan
dikembangkan menjadi lebih sempurna oleh para ilmuwan pada masa itu. Penemuan
kertas oleh bangsa Cina pun turut mendorong penyebaran sains ke berbagai
kalangan dengan lebih murah. Sementara itu bagian kedua menjelaskan lebih detil
tentang berbagai cabang ilmu yang berkembang pesat di masa itu, antara lain:
kedokteran, astronomi, matematika, alkimia, dan mekanika. Pada dasarnya
kebutuhan beragamalah yang mendorong berkembangnya sains. Anjuran islam untuk
menjaga kesehatan mendorong ilmu kedokteran, kebutuhan akan keakuratan waktu
sholat, hilal dan arah kiblat menggiatkan ilmu astronomi, sementara perhitungan
waris yang rumit membutuhkan matematika aljabar. Di bagian terakhir penulis
buku ini berusaha merangkumkan perkembangan sains di masa kini, khususnya pada
umat muslim dan menganalisis hubungan seperti apa yang seharusnya dibangun
antara islam dan sains agar sejarah buruk masa lalu tak terulang kembali.
Buku ini sudah ada di rak buku saya entah sejak kapan saya
sampai lupa. Yang saya ingat saya membelinya dengan harga diskon. Awalnya saya
bermaksud menyeimbangkan porsi bacaan antara fiksi dan nonfiksi, walau di
kemudian hari kebanyakan buku nonfiksi saya tak selesai dibaca #sigh. Setelah
membaca 99 Cahaya di Langit Eropa, saya jadi teringat buku ini. Alhamdulillah
kali ini saya berhasil menyelesaikannya tanpa mengantuk^^.
Tajuk buku ini agak-agak kurang tepat menurut saya karena
yang diceritakan di sini bukan hanya ilmuwan muslim tapi perkembangan sains
secara umum pada masa kejayaan Islam di Eropa. Para ilmuwan tersebut selain
beragama Islam, ada juga yang memeluk Yahudi, Nasrani, bahkan Majusi
(Zoroastrianisme). Entah atas pertimbangan komersial atau apa, penterjemahan
judulnya jadi berbeda dengan judul asli. Di sisi lain, penulis cukup berhasil
merangkumkan sejarah perkembangan sains dengan bahasa yang mudah dimengerti dan
ringkas sehingga buku ini bisa menjadi pengantar untuk membaca buku lain
sejenis yang lebih komprehensif. Buku ini juga dilengkapi daftar pustaka cukup
banyak, yang bisa dijadikan referensi untuk mendalami sejarah sains Islam. Membaca
buku ini, saya jadi menyesal tak begitu tertarik dengan sejarah Islam di
pelajaran agama islam zaman masih sekolah. Sejarah Islam pasca wafatnya Rasul bagi
saya identik dengan ajang saling membunuh demi perebutan kekuasaan, tak ada
bedanya dengan sejarah Indonesia zaman kerajaan. Makanya tak satu pun
tertinggal di ingatan tentang pelajaran waktu itu, tidak berkesan. Tapi berkat
buku ini, mata saya jadi semakin terbuka akan adanya penghapusan peranan Islam
dari kurikulum sejarah dunia dan munculnya ‘mitos’ zaman kegelapan. Padahal pada
masa itulah Islam mencapai kejayaan dan berkontribusi dalam transfer ilmu
pengetahuan. Sentimen keagamaan telah membuat orang-orang tertentu menghapus
jejak-jejak Islam dari ranah sejarah sains. Tak sekedar mengetahui sejarah sains
Islam, ada beberapa hal penting yang saya petik dari buku ini:
- Kebenaran bisa datang dari mana saja sebagaimana ilmuwan muslim yang mempelajari karya filsuf Yunani yang penyembah berhala. Sentimen agama hendaknya tak menghalangi kebenaran (ilmu) selama tak mempengaruhi keyakinan.
- Keberhasilan dalam pengembangan ilmu pengetahuan hanya akan terjadi dengan dukungan penuh pemerintah seperti yang dilakukan para sultan zaman dulu. Hal ini memang agak sulit diterapkan di negara berkembang yang rakyatnya masih berkutat dengan kelaparan dan mendanai proyek sains akan terlihat sebagai keputusan yang kurang ‘merakyat’. Saya jadi teringat nasib yang sama pada proyek pembuatan pesawat di negara kita zaman Habibie jadi menristek.
- Sains dan agama adalah dua hal yang tidak untuk dipertentangkan. Agama mendorong sains, dan sains memudahkan keberagamaan. Ketika sains dipertuhankan, agama mulai dipertanyakan dan paham rasionalisme dipaksakan, itulah saat kehancurannya sebagaimana yang terjadi pada berbagai dinasti Islam zaman dahulu.