Hanum Salsabila Rais dan Rangga Almahendra, GPU, 2011
Buku ini ditulis oleh putri Amien Rais dan suaminya tentang
perjalanan mereka mengunjungi berbagai tempat bersejarah di Eropa. Tak sekedar
mengunjungi tempat-tempat yang tersohor, mereka berdua sengaja memilih
kota-kota di mana banyak peninggalan Islam dari Abad Pertengahan. Dimulai dari
Wina, Austria di mana Rangga, suami Hanum, mendapatkan beasiswa doktoralnya.
Ternyata Wina adalah kota terakhir di mana ekspansi Islam terhenti. Di kota
itulah pasukan Kara Mustafa Pasha dari Turki dipukul mundur oleh tentara Jerman
dan Polandia. Perjalanan dilanjutkan ke Paris, Perancis ketika Rangga
berkesempatan mengikuti seminar di sana. Hanum bersama dengan Marion –seorang
peneliti muslimah- menghabiskan waktu di Islamic Art Gallery, Museum Louvre. Di
sana Hanum menemukan fakta-fakta menarik tentang Islam, bahwa Islam sempat
begitu trending di abad pertengahan sampai-sampai lukisan Maria (The Virgin and
Child) digambarkan memakai kerudung bermotifkan tulisan lafaz La Ilaha
Illallah. Juga fakta tentang kemungkinan Napoleon adalah seorang muslim!!!
Destinasi selanjutnya adalah Cordoba dan Granada, yang merupakan pusat kejayaan
Islam di Andalusia. Di sana mereka mengunjungi Katredal Mezquita Cordoba, yang
dahulunya adalah masjid, bahkan di balik mimbarnya yang berjeruji besi masih
utuh tulisan lafaz Allah dan Muhammad. Kemudian ke Istana Al Hambra Granada,
menyaksikan benteng terakhir pertahanan Islam di Andalusia sebelum akhirnya
jatuh di tangan Isabella dan Ferdinand. Di kesempatan selanjutnya, mereka pergi
ke Istambul Turki sekalian mengunjung seorang sahabat. Melihat langsung Hagia
Sophia, yang awalnya gereja jadi masjid kemudian dijadikan museum ketika
sekulerisme melanda Turki di masa Kemal Attaturk dan mengunjungi Istana
Topkapi, di mana gereja dibiarkan tetap berdiri di dalam komplek istana
tersebut. Perjalanan pun kemudian berakhir dengan Hanum mengunjungi Allah ke
Baitullah, tempat segalanya bermula...
Buku ini memang bukan buku travelling, lebih ke bentuk catatan perjalanan. Tak ada tips-tips travelling, tetapi sarat perenungan dan pandangan penulis terhadap apa-apa yang dilihatnya juga interaksinya dengan orang-orang di sekitar. Hanum beruntung, ia dipertemukan dengan orang-orang luar biasa yang memahami sejarah tempat yang dikunjunginya. Tanpa itu, bisa jadi perjalanannya hanya akan memuaskan mata tapi tidak untuk jiwa. Meski saya sampai detik ini masih belum paham kenapa judulnya 99 Cahaya di Langit Eropa, dari asmaul husnakah atau apa?, tapi buku ini membuat saya semakin bangga akan Islam dan ingin tahu lebih banyak tentang sejarah Islam. Mengetahui sejarah kejayaan masa lampau bukan untuk membuai angan-angan, tapi bagaimana umat Islam belajar dari kesalahan yang pernah terjadi dan bangkit memperbaikinya. Kejayaan umat Islam di masa lampau tak lain karena ilmu yang berjalan seiring dengan agama. Perintah yang paling pertama turun pada Muhammad adalah ‘Iqra’, bahkan sebelum sholat dan puasa. Ilmulah yang menjadikan Islam bersinar, maka ketika umat muslim jauh dari ilmu dan mulai mengedepankan nasfu, kekuasaan, hedonisme, jatuhlah kejayaan Islam. Saya sedikit bersyukur Hanum menjatuhkan harddisk fotonya, yang membuatnya menulis buku ini dan membaginya dengan jutaan umat muslim lain sehingga akan semakin banyak umat muslim yang menyadari, yakin, dan terus berdoa serta berusaha agar suatu hari nanti cahaya Islam akan kembali bersinar di bumi ini. Amiiin...