Beberapa hari yang lalu saya membaca status seorang teman
tentang keinginan hatinya untuk berhenti bekerja dan keluar dari PNS. Terus
terang saya tak menanyakan lebih lanjut kepada teman saya itu, jadi saya tak
tahu apakah dia benar-benar ‘jadi’ untuk resign. Membaca statusnya, saya seolah
berkaca pada diri sendiri. Saya juga sempat bimbang antara benar-benar berhenti
atau kembali aktif bekerja. Pertimbangannya tentu adalah Hanif. Untuk keluar
dari PNS, rasanya belum memungkinkan. Alasan pertama, saya tak sanggup
mengecewakan orang tua saya. Lulus dari STAN dan bekerja sebagai PNS adalah
salah satu hal yang bisa dibanggakan orang tua dari anaknya. Meski orang tua
saya termasuk demokratis dalam urusan pilihan, rasa kecewa pasti akan ada kalau
saya betul-betul resign. Alasan kedua adalah saya tak mau berhutang pada
negara. Meski negara takkan jadi miskin hanya karena saya ‘kabur’ dari ikatan
dinas, tetap saja negara masih punya ‘hak’ yang belum saya tunaikan. Membayar
ikatan dinas? Yah, saat ini that’s impossible hehe...rumah aja masih ngontrak.
Di sisi yang lain, saya juga merasa berat menyerahkan pengasuhan Hanif pada
orang lain. Apalagi sekarang dia mulai ‘terikat’ dengan saya, ngga lagi mau
dengan sembarang orang. Akhirnya saya memutuskan untuk mengajukan perpanjangan
cuti di luar tanggungan negara, yang sedianya akan berakhir di bulan Februari
2013. Meski belum tentu dikabulkan, saya akan menerima apapun keputusannya
nanti dan yakin itulah yang terbaik bagi kami sekeluarga.
Ada sedikit cerita saat saya mengajukan permohonan
perpanjangan cuti, di mana saya bertemu langsung dengan Pak Kapusdiklat baru
dan mendapat ‘pencerahan’ dari beliau. Sebenarnya beliau keberatan dengan
perpanjangan cuti saya dengan alasan pusdiklat sedang kekurangan orang. Tapi
beliau berjanji akan membicarakan dulu dengan pihak-pihak yang berkepentingan.
Pak Kapus juga mengingatkan seandainya pun saya harus aktif kembali, saya harus
menerimanya dengan ikhlas (ngga ngrundel di belakang begitu bahasanya^^).
Dengan bekerja secara ikhlas dan bermanfaat bagi kepentingan yang lebih luas,
niscaya Allah akan menjaga Hanif, memudahkan saya mencari pengasuh yang baik,
dan mungkin memang saatnya untuk melepas Hanif agar lebih mandiri. Beliau
bercerita seorang temannya, setelah dipindah jauh ke seberang pulau, malah jadi
lebih sering mengobrol dengan anaknya via telepon sementara dulunya sering
pulang malam dan hanya ngobrol sedikit dengan anak. Temannya itu juga semakin
intensif dan khusyuk mendoakan sang anak karena merasa anaknya jauh dari
jangkauan dan hanya bisa menggantungkan harapan pada Allah. Begitulah Allah
memberikan hikmah di balik setiap ketentuannya. Intinya sih beliau ingin
membesarkan hati saya kalau permohonan saya ditolak (naga-naganya nih). Tapi
terus terang saya jadi lebih mantap menjalani apapun keputusannya nanti dan
yakin Allah pasti memudahkan. Semoga Allah juga memberikan yang terbaik bagi
teman-teman di luar sana –yang sedang galau ‘pengen berhenti’.