Saya pertama kali melihat spanduk tentang buku karangan Kak Kresno ini bukan di toko buku atau pameran buku, tapi malah di stand media pameran kreasi anak bangsa yang digelar Kementerian Perdagangan berbarengan dengan Pesta Buku Jakarta bulan lalu. Saya langsung tertarik dan berpikir ‘ini buku terbitnya kapan? Koq sama sekali ngga ngelihat di pameran buku?’. Saya coba cari di ECC Bintaro pun tidak ada. Saking kepinginnya, akhirnya saya beli buku ini secara online.
Buku yang diterbitkan Elex Media ini ditujukan untuk orang-orang yang peduli terhadap autisme, khususnya para orang tua yang dianugerahi anak-anak spesial. Isi buku secara garis besar adalah step-step bagaimana meyakinkan orang tua bahwa autisme bukanlah akhir dunia dan ‘autisme dapat diterapi’. Hal ini menjadi penting karena orang tua adalah kunci utama keberhasilan terapi pada anak autis. Sering kali yang terjadi adalah orang tua terlambat mengenali gejala, bersikap defensif terhadap diagnosis psikiater dan merasa terbebani dengan keberadaan si anak spesial. Penjabarannya terbagi atas 17 bab, yang dianjurkan untuk dibaca 1 bab per hari agar dapat lebih dihayati dan direnungi sehingga diharapkan dalam 17 hari (atau 3 minggu) orang tua dapat bersikap lebih positif dalam menangani buah hatinya. Makanya di cover buku ini tertulis ‘3 pekan menuju keberhasilan terapi’.
Bab-bab awal buku ini menjelaskan tentang pentingnya deteksi dini dan menegaskan bahwa spektrum autis sangatlah ‘luas’. Autis tidaklah selalu identik dengan antisosial dan obsesi berlebihan terhadap sesuatu. Anak-anak dengan spektrum autis ringan, gejalanya sangatlah samar dan bisa jadi penanganan menjadi terlambat jika orang tua tidak aware. Kecurigaan orang-orang sekitar akan buah hati kita hendaknya dipandang positif sebagai ‘early warning’ yang harus segera ditindaklanjuti. Bab-bab selanjutnya adalah bagaimana membangun mental dan semangat orang tua. Saya suka pembalikan paradigma yang diuraikan Kak Kresno. Tidak sembarang orang bisa jadi menteri karena tidak semua orang bisa melakukan tugas seorang menteri. Ketika terpilih jadi menteri, pasti dong bangga. Lalu kenapa kita tidak bangga punya anak autis? Allah tak memilih semua orang jadi orang tua anak autis karena tidak semua orang bisa. Allah menobatkan para orang tua terpilih karena mereka mampu. Selama ini stigma yang ada di masyarakat adalah kalau ada apa-apa dengan anak, orang tuanya yang salah. Jadi seringkali autisme dipandang sebagai hukuman. Buku ini mengajak kita melihat autisme sebagai tantangan yang insya Allah bisa ditaklukan karena Allah tidak akan menguji di luar batas kemampuan hambaNya. Dengan bahasa yang mudah dicerna, buku ini memberikan suntikan semangat dan energi positif pada diri saya. Bahkan saya menjadi berani bermimpi lebih tinggi untuk Hanif. Jadi para orang tua, pendidik dan siapa saja yang peduli autisme, bacalah buku ini dan mari percaya bahwa ‘Autism is Treatable’. Coba buku ini ada dari dulu-dulu yaa...
Buku yang diterbitkan Elex Media ini ditujukan untuk orang-orang yang peduli terhadap autisme, khususnya para orang tua yang dianugerahi anak-anak spesial. Isi buku secara garis besar adalah step-step bagaimana meyakinkan orang tua bahwa autisme bukanlah akhir dunia dan ‘autisme dapat diterapi’. Hal ini menjadi penting karena orang tua adalah kunci utama keberhasilan terapi pada anak autis. Sering kali yang terjadi adalah orang tua terlambat mengenali gejala, bersikap defensif terhadap diagnosis psikiater dan merasa terbebani dengan keberadaan si anak spesial. Penjabarannya terbagi atas 17 bab, yang dianjurkan untuk dibaca 1 bab per hari agar dapat lebih dihayati dan direnungi sehingga diharapkan dalam 17 hari (atau 3 minggu) orang tua dapat bersikap lebih positif dalam menangani buah hatinya. Makanya di cover buku ini tertulis ‘3 pekan menuju keberhasilan terapi’.
Bab-bab awal buku ini menjelaskan tentang pentingnya deteksi dini dan menegaskan bahwa spektrum autis sangatlah ‘luas’. Autis tidaklah selalu identik dengan antisosial dan obsesi berlebihan terhadap sesuatu. Anak-anak dengan spektrum autis ringan, gejalanya sangatlah samar dan bisa jadi penanganan menjadi terlambat jika orang tua tidak aware. Kecurigaan orang-orang sekitar akan buah hati kita hendaknya dipandang positif sebagai ‘early warning’ yang harus segera ditindaklanjuti. Bab-bab selanjutnya adalah bagaimana membangun mental dan semangat orang tua. Saya suka pembalikan paradigma yang diuraikan Kak Kresno. Tidak sembarang orang bisa jadi menteri karena tidak semua orang bisa melakukan tugas seorang menteri. Ketika terpilih jadi menteri, pasti dong bangga. Lalu kenapa kita tidak bangga punya anak autis? Allah tak memilih semua orang jadi orang tua anak autis karena tidak semua orang bisa. Allah menobatkan para orang tua terpilih karena mereka mampu. Selama ini stigma yang ada di masyarakat adalah kalau ada apa-apa dengan anak, orang tuanya yang salah. Jadi seringkali autisme dipandang sebagai hukuman. Buku ini mengajak kita melihat autisme sebagai tantangan yang insya Allah bisa ditaklukan karena Allah tidak akan menguji di luar batas kemampuan hambaNya. Dengan bahasa yang mudah dicerna, buku ini memberikan suntikan semangat dan energi positif pada diri saya. Bahkan saya menjadi berani bermimpi lebih tinggi untuk Hanif. Jadi para orang tua, pendidik dan siapa saja yang peduli autisme, bacalah buku ini dan mari percaya bahwa ‘Autism is Treatable’. Coba buku ini ada dari dulu-dulu yaa...