Berikut adalah materi yang disampaikan Ibu Sri Muji Rakhmawati ketika acara pemutaran film I’m STAR pada akhir bulan April lalu. Sengaja saya biarkan dalam format FAQ, supaya lebih mudah dimengerti.
Apa itu Autistic Spectrum Disorder?
ASD merupakan gangguan perkembangan yang dapat terlihat sebelum anak berusia 2 tahun. Gangguan ini memiliki 3 ciri-ciri utama yaitu:
1. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial, minimal harus ada 2 dari gejala-gejala di bawah ini:
- Tidak mampu menggunakan perilaku non-verbal, seperti kontak mata, ekspresi muka, gerak-gerik untuk melakukan interaksi sosial.
- Tidak bisa bermain dengan teman sebaya.
- Kurang mampu untuk berbagi kesenangan, minat, atau achievement dengan orang lain.
- Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional yang timbal balik.
- Kemampuan bicara yang terlambat atau bahkan sama sekali tidak berkembang. Anak tidak berusaha untuk berkomunikasi secara non-verbal.
- Bila anak bisa bicara, maka bicaranya tidak dipakai untuk komunikasi.
- Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang.
- Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif dan kurang dapat meniru.
- Mempertahankan satu minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan berlebihan.
- Terpaku pada satu kegiatan ritual atau rutin yang tidak ada gunanya.
- Ada gerakan-gerakan yang aneh yang khas dan diulang-ulang. Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian benda.
Apa Penyebab Autistic Spectrum Disorder?
Saat ini secara umum telah disepakati bahwa autisme adalah sebuah gangguan yang disebabkan oleh kelainan pada perkembangan syaraf otak (perkembangannya yang terganggu, tidak optimal).
Hal ini dapat disebabkan oleh lebih dari satu penyebab. Untuk dapat memahami autisme kita harus mempertimbangkan masalah-masalah yang mungkin muncul pada awal masa perkembangan, pengaruh genetik dan penemuan-penemuan dalam bidang neuropsikologi dan neurobiologi.
1. Masalah pada Awal Masa Perkembangan
Anak dengan autisme : mengalami masalah saat kehamilan dan proses kelahiran yang lebih tinggi dibandingkan anak-anak lain. Cth: kelahiran premature, pendarahan atau infeksi sewaktu kehamilan, toxemia (keracunan darah) diidentifikasikan pada sebagian kecil dari populasi anak dengan gangguan autisme. Masalah-masalah selama kehamilan dan kelahiran ini bukanlah penyebab utama dari autisme.
Autisme dikaitkan dengan vaksinasi Rubella (MMR). Ada anggapan bahwa: vaksin ini dapat “membangunkan” symptom-simptom autistic yang sudah ada pada seorang anak. Penelitian dan bukti terakhir menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara vaksinasi dengan autisme. Kemungkinan terjadi dugaan: kebetulan pada usia 18 bulan usia seorang anak untuk mendapatkan vaksin MMR. Sementara pada usia yang sama pula berkembangnya kemampuan bicara atau komunikasi seorang anak. Usia 18 bulan juga merupakan usia on-set autism (usia di mana tanda-tanda autisme mulai terlihat).
2. Pengaruh Genetik
Family Studies :
3% s/d 7% saudara kandung (sibling) dan anggota keluarga besar dari anak dengan autisme, juga memiliki gangguan ini.
Kemungkinan autisme akan muncul dua kali dalam sebuah keluarga yang sama adalah sebesar 50 hingga 100% lebih besar, daripada pada sebuah keluarga yang sama sekali tidak memiliki riwayat autisme.
Twin Studies: kemungkinan kembar identik sama-sama memiliki gangguan autisme berkisar antara 60% hingga 90%. Hal yang sebaliknya terjadi pada anak kembar fraternal.
Kesimpulan: peran faktor genetik (herediter) dalam menyebabkan gangguan autisme adalah sebesar 90%.
3. Chromosomal and Gene Disorders.
Adanya kelainan pada kromosom fragile-X pada 2% sampai 3% dari populasi anak autisme, membangkitkan pemikiran bahwa hal ini (kelainan kromosom) mungkin berhubungan & menjadi salah satu penyebab autisme.
Molecular Genetics
Beberapa area dalam kromosom-kromosom otak: kromosom 2,7,13 dan 15, kemungkinan lokasi susceptibility genes (gen penyebab) autism.
Namun gen penyebab yang mana yang paling tepat, masih belum bisa diidentifikasi. Masih dibutuhkan penelitian-penelitian serupa untuk bisa mengidentifikasikannya.
4. Kelainan Otak
Kelainan pada lobus frontalis, lobus temporalis bagian tengah, cerebellum dan system limbic secara konsisten kerap ditemukan pada anak dengan gangguan autisme. Cerebellum (otak besar) adalah pusat dari gerakan motorik, juga diasosiasikan dengan bahasa, belajar, emosi, proses berpikir dan perhatian.
Beberapa bagian spesifik dari cerebellum ditemukan lebih kecil secara signifikan dari ukuran normal, pada mayoritas anak-anak dengan gangguan austime. Kelainan pada cerebellum ini diindikasikan sebagai penyebab dari salah satu masalah anak autisme yaitu cepatnya rentang perhatiannya.
Bagian tengah dari lobus temporalis, dan stuktur otak yang berhubungan langsung dengan system limbic, yaitu amygdala dan hippocampus.
Area-area inilah yang diasosiasikan dengan fungsi-fungsi yang terganggu pada anak autisme, seperti: regulasi emosi, pembelajaran, dan memory
Amygdala memegang peranan penting dalam mengenali stimulus emosi secara signifikan, dan bagaimana bertingkah laku terhadap stimulus emosi tersebut. Sementara hippocampus memegang peranan dalam fungsi long-term memory.
Aliran darah di area lobus frontalis dan temporalisnya lebih lambat dari otak anak normal. Hal ini diasosiasikan dengan kemungkinan keterlambatan kematangan area-area otak ini, dimana area-area inilah yang berhubungan langsung dengan fungsi-fungsi yang terganggu pada anak dengan gangguan autisme.
Bagaimana Reaksi Orang Tua Ketika Menerima Diagnosa?
- Terkejut dan menolak diagnosa (denial), ‘berbelanja dokter’, pengobatan alternative (dapat berlangsung cukup lama, penting untuk berpikir jernih).
- Merasa tidak berdaya (bingung harus melakukan apa), keinginan melakukan penanganan dengan cara berbeda (antaranggota keluarga).
- Munculnya berbagai macam emosi negatif (merasa bersalah, marah, berduka/bersedih).
- Mampu menerima keadaan (emosi negatif masih ada, namun sudah bisa mengarahkan dan mencari pertolongan yang tepat, lebih positif, reorganisasi).
- Pola ini akan berulang selama menangani anak.
Stress Apa yang Mungkin Dialami oleh Orang Tua dan Keluarga?
- Biaya untuk pengobatan dan terapi.
- Hubungan antar anggota keluarga.
- Perubahan dalam hubungan sosial.
- Pendidikan anak.
- Tingkah laku dan masalah emosional anak (kecemasan, takut, terlalu tergantung pada orang tua, marah, sedih).
- Menarik diri pada anak dan orang tua.
Penting Bagi Para Orang Tua
Sebaiknya orang tua tidak berlama-lama pada tahap denial, segera bekerja sama dengan tim yang terintegrasi yang terdiri dari psikolog, dokter, terapis, dan tempat terapi atau sekolah yang menangani anak, sehingga berbagai intervensi yang dibutuhkan anak dapat segera diberikan.
Dengan merubah pola pikir yang lebih konstruktif, seperti: melihat masalah secara lebih fleksibel/tidak hanya berdasarkan satu sudut pandang; adaptif, mau dan mampu menyesuaikan diri; rasional, tidak emosional, dan mampu berpikir jernih; positif; fokus pada solusi, pemecahan masalah, tidak menyalahkan orang lain, tidak mengasihani diri sendiri; dapat membuat orang tua segera keluar dari stress yang dialaminya.
Karena tujuan intervensi bagi anak-anak dengan autism adalah untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki dan membantu anak serta keluarganya untuk dapat mengatasi masalah atau stress yang mereka alami secara efektif dan terintegrasi dengan baik.
Intervensi yang tepat dan diberikan sedini mungkin sangat membantu anak dengan ASD untuk dapat berkembang secara lebih baik dan optimal sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
Macam-Macam Intervensi Dini yang dapat Diberikan kepada Anak ASD
- Applied Behavior Analysis (ABA) -- terapi perilaku, melatih komunikasi, kemampuan motorik, keterampilan sosial dan bermain, self-help.
- Social Skill Training.
- Relationship Development Intervention (RDI) -- untuk meningkatkan kualitas hidup mereka agar tidak terus menerus berpikir secara kaku, dapat menerima perubahan, belajar untuk berempati, dan memahami persepsi orang lain (dimana hal ini tidak diajarkan dalam ABA).
- Floortime -- yang memfokuskan pada perkembangan sosial dan emosional anak.
- Sensori Integrasi -- agar anak dapat memproses informasi yang diterima melalui indra secara seimbang.
- Pharmacotherapy dan berbagai terapi penting lainnya: seperti diet makanan tertentu, dan lain-lain.
Yang harus diingat adalah anak yang berbeda memiliki kemampuan yang berbeda pula, dan hal ini tentu saja mengarahkan kepada penanganan yang berbeda.
1. Penanganan pada Low Function Autism
- mengeliminasi perilaku yang membahayakan diri sendiri dan orang lain.
- self-help.
- pemahaman aturan dan instruksi sederhana.
- perilaku sosial dan emosional dasar mengkomunikasikan kebutuhan.
2. Penanganan pada High Function Autism
- keterampilan berbahasa atau berkomunikasi.
- interaksi sosial dengan teman sebaya.
- perilaku dan kemampuan yang diharapkan di sekolah.
- Perilaku dan kemampuan yang diharapkan dalam kehidupan sehari-hari.
- Kemandirian.
- Menemukan minat dan bakat anak dan mengembangkan potensi yang dimilikinya.
Meskipun tetap bergantung pada banyak faktor, anak-anak dengan high-functioning autisme lebih dapat dilatih dan dipersiapkan untuk terjun ke lingkungan sosial, komunitas, dan diajarkan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan di dunia pekerjaan.
Hal yang perlu diingat adalah tidak lupa untuk selalu melihat kelebihan anak dan menggali potensi yang dimilikinya sehingga orang tua dan tim ahli tidak hanya memfokuskan diri pada kekurangan anak ASD saja, tetapi juga lebih memfokuskan diri pada kelebihan yang mereka miliki (misalnya: anak ASD yang dapat menulis puisi, melukis, bermain musik).
Dari bakat yang mereka miliki ini, anak dengan ASD dapat mengaktualisasikan dirinya, membuat hidup mereka lebih berwarna dan menyenangkan, serta mendapatkan ‘hasil’ baik berupa karya maupun sisi materi yang dapat mendukung mereka kelak untuk hidup secara lebih mandiri sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
Semoga bermanfaat^^...