25 Mar 2014

Repost: Tumbuh di Tengah Badai




Buku ini buku tentang autis pertama yang saya baca. Saya pernah melihatnya di Gramed, tapi tak tertarik menyentuhnya. Ketika Hanif divonis autis, saya mulai sering baca-baca di internet dan melihat buku ini di koleksi perpustakaan Yayasan Autisma Indonesia. Ketika saya mendapatinya di lapak buku bekas halamanmoeka, langsung deh saya beli. Kata suami yang lebih dulu membacanya, ‘Bagus dek. Gaya bahasanya agak mirip Laskar Pelangi’. Ya, di tengah-tengah memang ada penggunaan istilah lanun yang agak jarang ditemui selain di Laskar Pelangi. Mungkin karena diterbitkan oleh penerbit yang sama kali ya, Penerbit Bentang.
Tumbuh di Tengah Badai menceritakan pengalaman Ibu Herniwatty dalam membesarkan anak spesialnya Catra. Memiliki anak autis di era 90-an adalah perjuangan yang luar biasa. Bagaimana tidak, saat itu info autisme masih sangat minim, apalagi tempat-tempat terapi. Catra sempat dimasukkan ke SLB tapi dianggap terlalu pintar, masuk sekolah umum...dianggap tidak bisa mengikuti pelajaran. Ketika sang ibu berkutat pada si bungsu Catra, di sisi lain ada 2 kakaknya yang beranjak ABG juga memerlukan perhatian. Sang suami yang diharapkan dukungannya malah tidak mau menerima kondisi si bungsu, bahkan sempat berpaling ke lain hati. Tapi sedahsyat apapun badai cobaan yang Allah berikan, niscaya tidak akan melebihi kemampuan hambaNya. Perjuangan berbuah manis, kini Catra sudah duduk di bangku kuliah di salah satu universitas negeri terkemuka di Indonesia. Satu hal yang tak pernah dibayangkan akan dapat terwujud oleh seorang ibu penyandang autis.
Pengalaman adalah guru terbaik, tetapi alangkah lebih baik ketika kita bisa belajar dari pengalaman orang lain. Kisah dalam buku ini sangat inspiratif dan banyak pembelajaran di dalamnya. Membaca kisah Catra di masa balita dapat membantu para orang tua untuk lebih waspada terhadap gejala awal autisme yang sering kali dianggap hanya keterlambatan perkembangan. Buku ini juga menyadarkan saya bahwa perjuangan masih panjang. Tak hanya berhenti dengan memberikan terapi, tapi juga mencarikan sekolah yang tepat, memahamkannya tentang kehidupan dan mendoakan yang terbaik untuk si buah hati. Subhanallah, jika membaca bagaimana perjuangan Ibu Herniwatty di buku ini (beliau seorang mualaf!), sungguh Allah takkan memberikan cobaan di luar kemampuan hambaNya. Meski Catra tumbuh di tengah badai, ia tetap bersemi indah berkat perjuangan dan doa tak kenal lelah dari sang ibu.
(ditulis 16 Januari 2012)

Update 26 Maret 2014:
Beberapa saat yang lalu ketika saya blogwalking ke blog mamanya Lukman, saya mendapati cerita tentang Catra. What a surprise. Saya selalu ingin tahu bagaimana kabar Catra (ternyata panggilannya Osha -baru tahu hehe) di dunia perkuliahan. Kisah Osha selalu memberikan suntikan semangat dan harapan tersendiri untuk saya. Saya turut senang Osha bisa lanjut S2 ^^. Naah...yang penasaran bisa baca postingan mama Lukman di sini.

20 Mar 2014

Resensi: The Jacatra Secret


Rizky Ridyasmara, Bentang Pustaka

Dr.John Grant White Maker adalah seorang pakar simbolog asal Amerika yang kebetulan diundang dalam pertemuan para Conspiratus (penyuka teori konspirasi) yang berlangsung di Jakarta. Bertepatan dengan berlangsungnya konferensi tersebut, seorang tokoh nasional yang juga anggota Conspiratus terbunuh di Taman Makam Prasasti, salah satu situs bersejarah yang juga diyakini menyimpan berbagai simbol organisasi persaudaraan rahasia yang keberadaannya ada di balik berbagi peristiwa di dunia, termasuk Indonesia. Penyelidikan misteri kematian Sudrajat Djoyonegoro ini akhirnya menyeret John Grant juga Angelina Dimitrea, seorang mahasiswi yang tengah magang di Kepolosian Pusat. Benarkah Sudrajat dihapuskan oleh anggota persaudaraannya sendiri?

Bagi penggemar Dan Brown, awal cerita ini berulir terasa menjanjikan keseruan yang sama layaknya Da Vinci Code tapi bedanya yang ini terjadi di negeri kita sendiri. Terasa lebih nyata karena tempat-tempat yang menjadi latar kisah ini benar-benar ada bahkan pernah saya lewati (berkunjung belum pernah hehe...). Namun sebaiknya jangan berharap terlalu tinggi pada novel ini. Ketegangan yang ditawarkan di buku ini masih jauh dari Da Vinci Code. Rasa penasaran dan berdebar di awal cerita sayangnya harus dikecewakan dengan alur yang bertele-tele dan tampak dipaksakan memuat berbagai informasi tentang konspirasi yang sejatinya tak terlalu berhubungan langsung dengan inti misteri. Akibatnya aksi kejar-kejaran antara tokoh utama dan si penjahat hanya mendapatkan porsi seadanya di bagian akhir cerita, pun diperparah dengan ending yang...tidak terlalu jelas (menurut saya). Dibilang sad ending...engga juga sih tapi begitulah realita yang akan terjadi jika hal yang sama betul-betul ada di negara kita. Tapi di sisi lain saya acung jempol upaya penulis meneliti dan merangkumkan bukti-bukti dan fakta-fakta terkait freemasonry yang ternyata...sangat banyak bertebaran di kota Jakarta. Buku ini juga dilengkapi dengan beberapa foto situs sejarah yang disebut-sebut dalam kisahnya. Saya jadi kepingin berkunjung ke berbagai situs sejarah di Jakarta dan mengamati lebih dekat detil bangunannya. Buku ini juga kembali mengingatkan saya bahwa memang kita semua tengah dikendalikan dan diawasi oleh sebuah kekuatan besar, sebuah konspirasi internasional...

Wrap Up Receh for Books 2013 + ikut lagi Receh Untuk Buku 2014

hasil panen...

Ahaaay...lama nian baru sempat bikin postingannya. Padahal uangnya sudah dibelanjakan dari zaman kapaan gitu. Ternyata ngumpulin recehan walau baru mulai di pertengahan tahun dapatnya lumayan banyak 134.700 rupiah. Asyiiik beli buku... Dua tahun belakangan ini saya memang sengaja mengerem nafsu membeli buku dengan beberapa pertimbangan, rak yang sudah ngga muat dan semangat membaca Hanif yang sering berakibat rusaknya buku koleksi saya T_T. Sebagian sudah diamankan di dalam kabinet tapi ngga cukup. Makanya saya excited banget pas beli buku kemarin, sudah lama ngga beli sih. Uang yang terkumpul saya belanjakan di tiga kesempatan:

buku yang dibeli...

Kesempatan pertama saya membeli novelnya Tere Liye "Amelia". Novel yang ditunggu-tunggu sejak sebelum saya cuti luar tanggungan, akhirnya terbit juga akhir tahun kemarin. Harganya 48.000.
Yang kedua, beli 3 buku di Mizan Book Fair. Hampir aja gelap mata. Tapi saya berhasil "hanya" membeli 3 buah novel dengan total harga 55.000 yaitu:
  1. Sungkyunkwan Scandal -sempat nonton dramanya jadi penasaran sama cerita aslinya. Hiks...baru nyadar kalau ini seri pertama dari 2 buku. Terpaksalah saya beli juga yang seri kedua di kemudian hari.
  2. Just Patty -yang ini saya beli karena saya penggemar Jean Webster, sudah punya Daddy Long Legs dan When Patty Went to College
  3. Tiga Burung Kecil -random aja, tertarik karena warna covernya.

Lalu sisa uangnya saya belikan buku membaca untuk Hanif di toko buku diskon bacabaca (ini di Bintaro). Selama ini cukup sulit mencari buku cerita yang cocok untuk anak yang sedang belajar membaca. Alhamdulillah nemu di bacabaca yaitu seri Gafabaca 1. Saya beli dua buku seharga 37.000, dapet diskon 15%. Insya Allah akan direview di postingan tersendiri. Naah, total uang yang dihabiskan 48.000+55.000+37.000 = 140.000. Nambahin 5.300 doang.

buku untuk Hanif

Last but not least, saya ikutan lagi Receh Untuk Buku Tahun 2014. Mengumpulkan recehan demi recehan untuk beli buku di akhir tahun nanti^^. Yang pengen ikutan bisa baca rules-nya klik di sini.


celenganku yang baru

6 Mar 2014

Recap 2013 & Master Post Books in English-RC 2014


Meski dah telat dan ngga masuk hitungan lombanya, saya teteup bertekad menyelesaikan tantangan tahun lalu. Sebenarnya buku berbahasa Inggris yang saya baca lebih dari 12, tapi dengan berbagai alibi mulai dari sibuk sampai males hehe...akhirnya hanya 10 resensi yang saya posting di tahun 2013. Dua sisanya baru sempat saya posting beberapa hari yang lalu. Lainnya...akan saya review kalau saya sempat dan mood (lagi-lagi alesan yah...). Gak papa kan..toh yang penting tujuan utama ikutan challenge tercapai, lebih semangat menghabiskan timbunan e-book. Berikut rekap books in english yang saya baca dan direview tahun lalu:
7. A Kiss In Time (Alex Flinn) - posting 2014

Yang tidak jadi dibaca:
1. Palace of Stone (Shannon Hale)
2. Book of A Thousand Days (Shannon Hale)
3. I'd Tell You I Love You, But Then I'd Have to Kill You ( Ally Carter)
4. Bloodlines (Richelle Mead)

Buku 1 dan 2 tidak dibaca karena lagi bosan dengan dongeng, tapi akan saya masukkan kembali di challenge tahun ini. Sementara no 3 dan 4 terpaksa ngantri dulu di timbunan, menunggu terbit seri terakhirnya hehe...

Baiklah, dengan semangat baru dan bismillah^^ saya kembali mendaftarkan diri ikutan Books in English Reading Challenge 2014 yang di-host oleh Bunda Peni. Ada yang baru di challenge tahun ini yakni bisa memilih kelas. Berdasarkan pengalaman tahun lalu, pastilah saya mendaftar ke "elementary class" (antara 6-12 buku setahun). Wkwkwk...ga papa lah yang penting niatnya, markica -mari kita membaca!!! Peraturan lainnya masih sama. Berikut daftar buku yang saya rencanakan untuk challenge ini:
1. Palace of Stone (Shannon Hale)
2. Book of A Thousand Days (Shannon Hale)
3. The Selection (Kiera Cass)
4. The Elite (Kiera Cass)
5. The One (Kiera Cass)
6. The Lonely Hearts Club (Elizabeth Eulberg)
7. Revenge of the Girl with the Great Personality (Elizabeth Eulberg)
Hoho...YA genre semua. Ngga usah gaya-gaya, cari yang gampang dibaca. Sementara tujuh dulu, bisa berubah seiring berjalannya waktu (semoga ngga berkurang aja:p). Link challenge klik di sini.

5 Mar 2014

Resensi: A Kiss in Time


Alex Flinn, HarperTeen, 2009

Ini bukanlah kisah tentang putri tidur yang biasa. Setelah tertusuk jarum pintal dan tertidur bersama seluruh kerajaannya, Putri Talia akan terbangun oleh ciuman dari cinta sejatinya. Tapi sungguh kenyataan tak seindah ramalan. Ia terbangun oleh ciuman Jack, seorang remaja yang kebetulan tersesat di hutan kerajaannya dan oh...tentu saja dia bukan pangeran. Selain itu, Talia juga harus menghadapi kemurkaan ayahnya yang mendapati bahwa seluruh kerajaan telah tertidur dan tersamarkan selama lebih dari 300 tahun. Kini kerajaan ayahnya sama sekali tak punya apa-apa dan ini semua kesalahannya. Gara-gara ia tak mengindahkan larangan yang telah didengarnya sejak kecil, jangan mendekati alat pemintal. Tak tahan dengan kemarahan sang ayah, Talia memutuskan pergi dengan Jack. Jika ramalan itu benar adanya, maka Jacklah cinta sejatinya. Meski cowok itu terlihat masih kekanakan tapi ia cukup baik dan Talia bertekad membuat Jack jatuh hati padanya. Mungkin segala sesuatunya akan kembali sebagaimana semula ketika cinta sejatinya menikahinya...

Jika pernah nonton Beastly-nya Alex Pettyfer dan Vanessa Hudgens, buku ini dikarang oleh penulis yang sama. Masih mengambil tema "remake" dari dongeng klasik, yang mana selalu jadi favorit saya. Kali ini berdasarkan dongeng klasik "Sleeping Beauty". Dibandingkan dengan Beastly yang mengambil plot yang sama dengan dongen aslinya, di karyanya yang ini Alex Flinn mengembangkan plot cerita dari versi aslinya. Di versi asli cerita berakhir saat putri tidur terbangun oleh ciuman sang pangeran, tapi yang ini putri tidur terbangun dan mendapati banyak masalah menghadang. Karakter tokoh utamanya Putri Talia awalnya digambarkan sebagai gadis manja tetapi lambat laun ia bisa menyesuaikan diri dengan "dunia modern" dan malah memberikan pengaruh yang positif ke orang-orang di sekitarnya. Sementara Jack adalah remaja labil yang tertekan oleh ambisi orang tuanya dan memberontak dengan berhura-hura. Perjuangan Talia membuat Jack jatuh hati dan interaksinya dengan dunia modern benar-benar kocak sekaligus menghibur. Bayangkan saja seorang putri dari 300 tahun lalu diminta menggunakan handphone bahkan diajak naik pesawat haha... Jujur, saya lebih suka novel ini dibandingkan Beastly.

4 Mar 2014

Resensi: Midnight in Austenland


Shannon Hale, Bloombury, 2012

Charlotte adalah wanita biasa. Ia bertemu dengan James, lalu menikah dan mempunyai dua anak yang sempurna. Ketika bisnisnya semakin sukses, ternyata kehidupan rumah tangganya mencapai titik balik. James meninggalkan Charlotte dan menikahi wanita itu. Hubungannya dengan anak-anaknya yang beranjak remaja pun tak berjalan mulus. Hingga suatu ketika, ia menemukan daftar "things to do before 30" di diary lamanya. Di antara sekian target, ia menuliskan "membaca novel Jane Austen" yang belum dilakukannya. Tak disangka ia menemukan penghiburan saat membacanya. Lalu ketika ia memutuskan "perlu" berlibur sejenak, destinasi pilihannya jatuh pada Austenland. Sebuah resort di Kent, Inggris di mana pengunjungnya dapat merasakan kehidupan di era Austen -rok lebar, korset dan berkuda- dan berperan menjadi orang lain bersama aktor di resort tersebut. Charlotte tak tahu apakah liburannya ini akan membantunya melihat lebih jernih segudang masalah yang dihadapinya atau malah akan semakin membuatnya terpuruk sebab hidupnya jauh dari kesempurnaan Austenland...

Buku ini adalah seri kedua dari serial Austenland. Tapi keduanya memiliki tokoh utama yang berbeda jadi membacanya tak perlu berurutan. Hal pertama yang terlintas dalam pikiran saat membaca serial ini adalah penulisnya pasti sangat maniak dengan Jane Austen. Sampai-sampai tercipta ide tentang Austenland, suatu resort di mana pengunjungnya bebas berperan jadi yang ia mau dan hidup ala Jane Austen. Meski sempat lama membaca bagian awalnya -karena hidup Charlotte yang sedemikian miserable-, lambat laun cerita makin seru bahkan banyak kejutan di alur ceritanya. Seri kedua ini agaknya terinspirasi dari karya Austen, Northanger Abbey yang bernuansa gothic dan ada misteri-misterinya. Saya juga salut dengan tokoh utama karena ia tak melupakan anak-anaknya walau tengah 'berlibur sejenak' di Austenland. Novel ini membuat saya berpikir bahwa yang terjadi pada Charlotte juga bisa terjadi pada siapa saja, bahwa hidup memang selalu naik dan turun. Tapiiii...di balik semua itu pasti ada hikmah. Seperti halnya Charlotte, berlibur di Austenland ibarat menjauh dari pusaran badai sehingga ia bisa melihat dengan lebih jelas segala permasalahan hidupnya untuk kemudian berusaha memperbaikinya...^^