16 Mei 2014

Resensi: Daddy Long Legs


Jean Webster, Atria

Bagi yang gemar membaca komik, mungkin dulu pernah membaca versi komiknya yang berjudul “Georgia Abbot”. Padahal di novel aslinya ini tokoh utamanya bernama Jerusha Abbot. Jerusha dibesarkan di panti asuhan John Grier dan ia sudah mencapai masa kadaluarsa di sana, maksudnya sudah terlalu lama tinggal di panti. Karena esai yang dibuatnya semasa sekolah, salah seorang dari Dewan Pengawas Panti tergerak untuk membiayainya melanjutkan kuliah. Hal ini sangat jarang mengingat pada zaman tersebut anak perempuan, terutama dari kalangan miskin –apalagi yatim piatu-, biasanya tidak melanjutkan perguruan tinggi. Sang bapak asuh bersedia membiayai kuliah Jerusha dengan syarat ia harus menulis surat kepadanya setiap bulan, menceritakan kehidupannya di kampus. Karena Jerusha tak tahu nama asli sang bapak asuh dan hanya melihat siluet kaki panjangnya ketika keluar dari panti, maka is memutuskan untuk memanggilnya Daddy Long Legs. Sebenarnya ini adalah sebutan untuk laba-laba, bagi Jerusha  bayangan sang bapak asuh itu mirip dengan laba-laba (imajinasi seorang anak 17 tahun!!!). Sebagian besar novel ini terdiri atas kumpulan surat-surat Jerusha (yang selanjutnya memutuskan untuk dipanggil Judy –kedengarannya lebih keren-) kepada Daddy Long Legs. Surat-surat tersebut selalu dari Judy karena sejak awal sudah diberitahukan bahwa Daddy Long Legs tidak akan membalas. Pada akhirnya tentu saja terungkap jati diri Daddy Long Legs.

Novel ini menarik karena terdiri dari kumpulan surat. Pertama kali membaca novel yang dibangun oleh kumpulan email, SMS, dan instant messaging antar tokoh di dalamnya sewaktu SMU, lupa judulnya. Takjub karena kumpulan tulisan kepada orang bisa dijadikan sebuah novel. Ternyata novel ini lebih dulu dibuat, terbit pertama tahun 1912. Tapi di novel ini komunikasi hanya terjadi satu arah –dari Judy ke Daddy Long Legs- sehingga agar ceritanya dapat mengalir, bentuk surat Judy mirip seperti diary. Yah, wajar mengingat pada zaman itu belum ada email, sms, atau chatting. Sisi lain yang menarik di novel ini mengungkapkan pandangan dan kehidupan di Amerika pada tahun 1900-an, antara lain hubungan antar laki-laki dan perempuan yang sangat sopan, pandangan tentang kesetaraan pria dan wanita dalam pendidikan, hingga perasaan Judy ketika harus bergaul dengan teman-teman kuliahnya yang sebagian besar berasal dari kalangan berada.

13 Mei 2014

Resensi: After School Club


Orizuka, Bentang Belia, 2012

Ceritanya tentang Putra, cowok populer, ganteng dan kaya, yang terpaksa masuk kelas tambahan seusai sekolah karena nilai pelajaran Fisikanya jeblok. Meski awalnya enggan bin ogah karena melihat ke'dodol'an anak-anak After School Club, mau tak mau ia harus menjalaninya atau ayahnya akan dipanggil ke sekolah. Entah akan seperti apa reaksi ayahnya jika tahu anak semata wayang yang diharapkannya jeblok nilainya. Di After School Club ada Cleo -ketua club yg jahilnya setengah mati-, ada si kembar Ruby-Mario yang maniak cosplay, Zia yang always 'make-up', Tiar, Panca, dan anak-anak lain yang keusilannya bikin geleng-geleng kepala anak SD (lebih parah soalnya). Bahkan mereka kompak memanggil Putra dengan sebutan "pangeran". Namun di balik meriahnya kelakuan mereka, Putra menemukan sesuatu yang lain, sesuatu yang membuat mereka semua selalu datang ke After School Club sepulang sekolah...meski nilai mereka tak lagi jeblok.

Kesan pertama yang terlintas di pikiran saya saat awal membaca buku ini "wah, koq sinetron banget". Cowok ganteng, tajir dengan cewek populer yang selalu 'nempel' walau bukan pacarnya, lalu sekelompok anak-anak 'nerd' yang jadi bulan-bulanan di sekolah *ugh... Hampir-hampir saya berhenti di awal bab. Tapi syukurlah semakin ke belakang ceritanya tak seperti dugaan awal saya. Buku ini mengingatkan saya pada film jadul The Breakfast Club. Ceritanya ngga mirip banget sih, tentang 5 siswa dari 'geng' berbeda yang terpaksa harus menjalani hukuman bersama di hari Sabtu. Selama menjalani hukuman, mereka jadi terbuka satu sama lain dan sadar akan kesamaan di antara mereka yakni mempunyai masalah keluarga. Meski hanya bersetting setengah hari, karakter tiap tokoh dalam film tersebut ter-explore dengan baik. Sayang sekali buku ini tak demikian, karakter anggota After School Club yang lain hanya jadi 'tempelan' pelengkap kisah Putra dan Cleo. Padahal cerita akan lebih berwarna jika tak hanya fokus pada satu orang. Keusilan member After School Club menurut saya terasa agak kekanakan untuk remaja setingkat SMU. Overall, saya cukup menikmati buku ini. Pesan moralnya ada, tentang teman sejati dan pentingnya komunikasi yang baik dengan orang tua. Saya jadi berpikir, apakah memang sesulit itu untuk mengemukakan pendapat pada ortu untuk abege sekarang^^ *alhamdulillah punya ortu yang supportive

Review: Divergent and Free Four


Veronica Roth, Katherine Tegen Books, 2012


It's been a while since my last reading in January maybe?. Still doing read but I just pick articles and a looot of korean drama synopsis. Hwahaha...it's addicting, you know? It's the same as reading serial, plus it has screencaps from the drama. Now since there is no interesting drama to be fan of ^^, I decide going back to old habit. Beside, I have English challenge this year...minimal 7 english books, which is still no progress -it's Maaay *screaming. For the first turn I take Divergent. It's because of the movie, of course. Wanna read it before watching. Let's check the review...

Another dystopian novel...as usual it's always about the wold that divided into several faction. It consists of Abnegation -whose valuing selflessness-, Candor -valuing honesty-, Erudite -valuing cleverness-, Dauntless -valuing bravery- and Amity -valuing love/caring, I forgot this one. Anyway, our heroine is Beatrice or Tris. She comes from Abnegation, but she always feel not selfless enough being an Abnegation. There is a tradition that every child from all faction can choose to stay in their current faction or switch to other when they are 16. Switching to other faction sometimes means cut the tie from family because faction comes first than blood. From the test before the ceremony, Beatrice know the test result can't tell exactly what faction she should belong to. She is divergent and the examiner tells her not to tell anybody her result. Then she choose Dauntless while his brother choose Erudite, both make their father dissapointed. In Dauntless, Tris have to pass several tests before she can be the member officially.  During the training, she found that Dauntless is no longer valuing bravery but more to cruelty. The instructor of the training named Four is later known being a Divergent too. She also learns being Divergent means death in Dauntless. When her mom visiting, mom asks her to find her brother in Erudite and tell him for investigating about simulation serum. It seem something really bad is happening in their country...

Bah...it should be easier writing review in English since I read English, but it's not hehe... Okay, I feel too much things revealed in the first book. The pace is quite fast. Suddenly the heroine got boyfriend and there is no second lead... make me feel something missing :D. The character of Tris is typical heroine, stone-headed, bold and determined. On the other side, Four is somehow potrayed less stronger than her, not physically but mentally. It's not how the alpha male should be, right? Reading this novel also gave me a little bit of Harry Potter -the all faction and ceremony things-, a glimpse of The Hunger Games -in part of the deadly training-, and  a sparkle of Vampire Academy -falling in love with instructor, but still in Divergent way. I enjoy this novel even this don't make me wanna jump to the second book right after like with The Hunger Games.


Addition: Free Four

I found this when I was googling about Divergent. Since this only one chapter, I just put it in here. Free Four tells about a part of Divergent story from Four's point of view. The part being told is the blade throwing part, when Tris is forced to take Al's place to be the target because she defends for him. Then Nick, the cruel leader of Dauntless, asks Four to throw the knife. It then revealed that Four is actually struggling the strategy to cover his interest to Tris, of which Nick is suspicious about. It's always nice reading the story from both sides. I felt that way reading Flipped. Anyway, according to writer's blog, there will be five short stories of Four. Two of it (Free Four and The Transfer -I haven't read this) have been released.  The rest will come out this year, 2014, and they will make it in one book. Yaaay...Four-mania must be thrilling (I'm not included^^).

Coretan Hanif


Jika anak lain mengalami periode mencorat-coret sekitar umur 3 tahun, Hanif kecil tidak menunjukkan  minat mencorat-coret. Saya sempat membelikannya doodle mat agar bisa corat-coret dengan puas, tetapi hanya dipakai sebentar saja. Saat teman-temannya di sekolah mulai menggambar sesuatu, Hanif masih berjuang memegang pensil dengan baik dan kerap menggambar 'benang ruwet'. Sekarang ia mulai menunjukkan minat menulis dan menggambar. Hanif suka sekali menggambar berbagai logo dan menuliskan merek-merek yang diingatnya. Alhamdulillah...semoga Hanif semakin pintar^^. Berikut sebagian coretan Hanif.

maksud hati "disney pictures" beserta gambar istananya^^

penerbit "basmala"...tetangga ada yang kerja di sana

yang ini dari salah satu VCD yang ditontonnya...

Globaltv... lengkap dengan logonya doong
HP emaknya...
daripada corat-coret di tembok...di lantai aja bisa dipel hehe