22 Sep 2024

Pergi ke Dokter Gigi



Hari ini saya pergi mengantar Hanif ke sebuah klinik gigi di kawasan BSD. Kenapa jauh jauh ke BSD? Karena dokternya sudah cocok. Selama proses tindakan tambal 2 gigi, Hanif bisa berbaring dengan tenang dan saya pun duduk manis mengamati. Diam-diam saya merasa terharu. Ini adalah sebuah pencapaian tersendiri bagi Hanif.

Hanif pertama kali tumbuh gigi di usia 7 bulan dan mulai tanggal gigi susunya di usia TK B kalau tidak salah. Pengalaman kali pertama ke dokter gigi tak lancar. Kondisinya saat itu gigi depan bawahnya sudah sangat goyang tapi tak kunjung lepas. Waktu saya bawa ke dokter gigi, Hanif tidak mau duduk di kursi periksa. Lalu saya pangku tapi ia masih meronta sampai saya jatuh terduduk. Hanif pun saya jepit dengan kaki, ketika ia berteriak, dokter dengan sigap mencabut gigi depannya. Haha...

Setelahnya saya memutuskan untuk memperkenalkan dulu aktivitas ke dokter gigi pada Hanif tanpa menunggu giginya ada keluhan. Kunjungan ke 1 dan 2 masih mingkem. Alhamdulillah kunjungan ke 3 mau disikatin giginya. Perjuangannya kala itu adalah menunggu antrian. Pulang kantor, saya akan mampir untuk daftar. Kemudian setelah makan dan sholat saya akan kembali dengan Hanif dengan memperkirakan antriannya. Pernah dapat giliran hampir jam 10 malam dan menunggu bersama Hanif berarti ngider mengikutinya ke mana mana. Tapi alhamdulillah dapat dokter yang sabar, bahkan cuma bayar 50 ribu ketika Hanif tidak kondusif atau tindakan tidak berhasil dilakukan. Saat itu Hanif masih belum mau dibor sehingga untuk menghindari lubang yang terlalu dalam, disarankan oleh dokter minimal 3 bulan sekali harus dicek. Sayangnya kemudian bu dokternya ini berhenti praktek sejenak karena mau fokus menyelesaikan studi spesialisasinya.

Berikutnya saya pun mencoba ke klinik pratama dimana kartu BPJS suami terdaftar. Alhamdulillah dokternya cukup kooperatif dan mau mencoba menangani Hanif dengan petunjuk dari saya. Salah satu tips untuk membuat Hanif tahan membuka mulutnya adalah dengan menghitung sampai angka tertentu yang disepakati. Lumayan lah ya jadi kepakai BPJSnya, meski tetap harus antri dan jam periksa gigi juga terbatas tak seperti dokter umum. 

Kemudian tibalah pandemi yang membuat kunjungan ke dokter gigi tak dilakukan selama setahun lebih. Ketika Hanif mengeluh sakit gigi, saya ajak periksa dan ternyata lubangnya dalam. Karena khawatir kena syaraf, dokter klinik bpjs menyarankan ke spesialis gigi anak. Lalu saya ke dokter spesialis gigi anak di bintaro. Setelah diperiksa, beliau menyarankan untuk dilakukan tindakan operasi di rumah sakit yang fasilitasnya lebih lengkap. Kebat kebit lah hati saya. Ya Allah...operasi. Saya jadi menyesal tak mengajak Hanif ke dokter gigi saat pandemi. Saya diberikan rekomendasi beberapa nama koleganya yang praktek di RS. Pilihan saya jatuh pada RS Sari Asih. Ketika diperiksa di sana, dokternya menyatakan tidak harus operasi tapi harus memakai bor untuk tindakannya. Rencananya Hanif akan diberikan seperti obat bius oral sehingga dalam kondisi setengah sadar ketika tindakan. Kemudian saya pun diberikan rujukan ke dokter anak untuk konsul dosis dan mendapatkan resepnya. Ternyata eh ternyata obat tersebut tidak ada di setiap rumah sakit, saya pun diminta ke RS Harapan Kita karena obat tersebut biasa digunakan untuk anak yang akan operasi jantung. Whaat...tambah deg degan saya jadinya. Tapi ya sudahlah bismillah. Pergilah saya ke Harapan Kita untuk menebus obat. Sesampainya di sana ternyata harus ada pengantar dari RS asal karena termasuk obat keras. Ya sudah lah saya balik mengurus surat tersebut, lalu kembali beberapa hari kemudian. Alhamdulillah setelah lengkap syaratnya, saya berhasil membeli obat yang diminta. Tahu berapa harganya? 27.000 rupiah. Haha...mahalan ongkos bolak baliknya. Kemudian pada hari tindakan gigi, Hanif diminta untuk minum obat tersebut setengah jam sebelumnya. Obatnya berbentuk kristal yang harus dicairkan dengan air oleh bagian farmasi. Tapi salahnya saya tidak mencicipinya dahulu, ketika diminumkan Hanif memuntahkannya hampir separuh. Katanya pahit. Lha...gimana ini ga sempat ke farmasi lagi karena sebelumnya saja antri banget. Akhirnya saya terus terang ke dokternya. Ya sudah bu kita coba saja dulu. Dokternya pun memberi pengertian ke Hanif kalau harus pakai alat bor. Alhamdulillah saat itu Hanif mau dan cukup kooperatif padahal kondisinya sadar dan tidak terlihat mengantuk. Ketika pulang barulah ia tertidur pulas di taksi haha... Hikmah dari kejadian ini adalah Hanif mulai mau ditreatment dengan alat bor. Alhamdulillah...

Dokter tersebutlah yang sampai saat ini masih jadi tujuan jika Hanif ada keluhan gigi yang agak serius. Kami tidak lagi ke RS Sari Asih karena antriannya yang aduhai tapi ke sebuah klinik gigi swasta di BSD tempatnya praktek. Karena lumayan jauh dan agak mahal, Hanif juga saya biasakan dengan dokter gigi yang lebih dekat rumah. Kadang ke klinik BPJS kalau saya ada waktu luang untuk antri atau ke sebuah klinik swasta lain jika ga sempat antri. Namun memang belum ketemu yang secocok dokter yang itu. Padahal saya lihat cara penanganannya biasa saja, tapi Hanif terlihat lebih tenang. 

Ada beberapa hal yang saya pelajari selama membiasakan Hanif ke dokter gigi:
  1. Gali rekomendasi dokter gigi dari jaringan emak emak dan medsos. 
  2. Sempatkan untuk melakukan perkenalan dengan dokter gigi saat anak mulai memasuki usia tanggal gigi susu. Jangan menunggu ada keluhan.
  3. Jelaskan sebenar benarnya kondisi anak sehingga dokter bisa memutuskan sanggup atau tidak menanganinya. 
  4. Terus berusaha dan berdoa. Insha Allah akan ditunjukkan jalannya.
Saya perhatikan ada dokter yang mau belajar menangani Hanif meski bukan spesialis anak dan ada juga yang terlihat tidak mau repot-repot meski yang bersangkutan dokter spesialis (bukan spesialis gigi anak memang). Ya, intinya tergantung karakter dokternya juga. Contohnya dokter gigi umum di klinik BPJS malah sabar banget dengan Hanif, namun memang dalam beberapa kasus, ia tetap merujuk Hanif ke spesialis gigi anak. Jadi silakan dicari sesuai dengan budget yang dimiliki, semoga diberikan jodoh dokter gigi yang cocok dengan anak kita. Aamiin YRA.

Resensi: Undomestic Goddess



Sophie Kinsella, 506 halaman
Gramedia Pustaka Utama, 2005

Novel ini berkisah tentang Samantha yang bekerja di salah satu firma hukum ternama di London. Ia bekerja siang malam 7 hari dalam seminggu demi mengejar impiannya menjadi partner. Ketika impiannya mulai tampak di depan mata, ia baru menyadari bahwa dirinya melewatkan satu tahapan pekerjaan yang berakibat kerugian jutaan dollar bagi firma hukumnya. Merasa shock dengan kenyataan tersebut, tanpa sadar ia melangkahkan kaki meninggalkan kantornya, menaiki kereta tanpa tujuan dan tiba di sebuah desa kecil. Kelaparan dan haus membuatnya mampir ke sebuah rumah. Namun terjadi kesalahpahaman sehingga tuan rumah menyangka Samantha datang melamar sebagai housekeeper. Karena tak punya pekerjaan lagi, Sam pun mulai menjalani peran barunya meski...ia sama sekali tak bisa masak, bebersih, dan apapun yang berhubungan dengan pekerjaan rumah tangga...

Novel ini termasuk novel standalone dari Sophie Kinsella yang saya suka. Sudah pernah saya baca beberapa tahun yang lalu dan saya baca ulang karena sudah lupa ceritanya. Ide cerita kali ini adalah tentang wanita karir yang super sibuk kemudian terpaksa beralih ke slow living karena kasus hukum. Beberapa waktu belakangan slow living menjadi tren di tengah maraknya isu kesehatan mental akibat tekanan kerja. Membaca ulang novel ini jadi terasa lebih relate bagi saya saat ini (meski tekanannya tak sebesar yang dialami Sam). Seperti biasa, membaca novel ini seperti mendapat paket lengkap. Kisah zero-to-hero nya dapet (dari ga bisa apa apa sampai mahir urusan rumah), romcom-nya ada (ketemu tukang kebun yang simpatik😍) dan misterinya juga ada (konspirasi kasus hukum Sam). Dari kisah Sam, saya belajar bahwa tragedi bisa terjadi kapanpun dan kadang ada kalanya merasa tak ada jalan keluar, namun ketika kita tetap berusaha mungkin akan ada pintu lain yang terbuka, pintu yang tak pernah diduga sebelumnya. Ah...novel romcom kan memang selalu happy ending, haha...memang iya. Tapi bukankah kita juga bisa berdoa dan mengusahakan happy ending?

29 Agu 2024

Film: Heartbreak Motel (2024)



Yeay...akhirnya nonton juga filmnya di minggu terakhir tayang di bioskop dan...saya lumayan surprise.
Film dibuka dengan adegan Ava bekerja sebagai housekeeping di sebuah hotel, kemudian berselang-seling dengan adegan Ava yang sedang akting, Ava di luar syuting, Ava remaja dan Ava kecil di tengah pertengkaran orang tuanya. Di kehidupannya sebagai housekeeper hotel, ia bertemu Raga -tamu hotel yang kerja di bidang finance-, sementara di kehidupan artis dia bertemu Reza -aktor lawan main yang kemudian jadi kekasihnya-. 

Saya surprise dengan alurnya, berbeda dengan novel meski ada beberapa hal yang sama. Di awal saya sempat menerka Ava punya kehidupan ganda, yang mana tak ada di novelnya. Kemudian voila...di tengah film barulah saya paham arah alurnya. Secara umum, saya lumayan menikmati film ini. Alurnya unik (sudah saya singgung sebelumnya), aktingnya jempolan (terutama Laura Basuki, bisa ya akting tanpa kata-kata tapi feelnya tetap sampai ke penonton) dan visualisasinya juga bagus. Namun saya agak kesulitan membedakan Ava dan Reza di kehidupan biasa dengan Ava dan Reza yang sedang syuting jadi pasangan suami istri *mbatin loh ini udh nikah atau belum sih.

Lalu karena saya baca novelnya, saya merasa ada bagian esensial yang hilang. Versi novelnya Ava yang mengalami childhood trauma sulit mencintai dirinya sendiri. Oleh karenanya ia suka akting, menemukan kesenangan menjadi orang lain sehingga untuk kembali menjadi dirinya, ia perlu menyepi di hotel yang ia sebut Heartbreak Motel. Di versi film, hotel lebih tampak sebagai pelarian Ava ketika terkena kasus dengan Reza, terlebih ia sampai menyamar sebagai housekeeper. Di novel, Ava kekeuh tidak mau mengungkap identitas aslinya dari Raga karena merasa Raga tidak akan mencintai 'Ava' yang sebenarnya. Di filmnya, sosok Ava yang sulit menerima dirinya sendiri ini seperti kurang tegas ditampilkan, lebih kepada panic attack yang kerap muncul dipicu hal-hal yang mirip trauma masa kecilnya. Lalu saya suka banget dengan scene di novel ketika Raga nembak "aku mau jadi orang yang menemani kamu menerima dirimu sendiri" *auto meleyot. Tapi ini ga ada di film hiks. Yaah, adaptasi novel dengan batasan durasi film memang tak mudah sehingga ceritanya dibuat sedemikian rupa. Mudahan nanti dibuat serial yang mirip novelnya *maunya saya. Oh iya satu lagi yang beda, di versi film Reza Malik (yang diperankan Reza Rahardian) berkali-kali lipat lebih tampol-able alias nyebelin daripada versi novelnya *hadeeh.

27 Agu 2024

Resensi: The Duke and I



Julia Quinn, 483 halaman
GPU, 2013

Inti cerita buku ini tentang hubungan palsu yang akhirnya jadi cinta betulan. Tokoh utamanya adalah Daphne (anak ke-4 dari Bridgerton bersaudara) yang merasa kerap di'friend-zone'kan oleh para pria di sekitarnya. Ia menyenangkan dijadikan teman tapi tidak untuk diperistri. Di sisi lain ada Simon Basset yang bertekad untuk tidak menikah karena 'luka' masa kecil. Padahal para ibu menganggapnya sebagai the most eligible bachelor untuk jodoh putrinya. Kemudian dalam suatu kejadian, Simon bertemu Daphne dan membuat kesepakatan. Daphne berharap pamornya naik dengan mengencani Simon dan Simon ingin menghalau para ibu yang berebut menyodorkan putrinya. 

Menurut saya, alur buku ini mudah ditebak dan agak sedikit membosankan. Tipikal historical romance. Kenapa serialnya begitu hits? Hhmm...saya menduga mungkin visualisasinya berperan besar. Walau saya belum berminat menontonnya. Sejujurnya membeli ebooknya di googleplay karena sedang diskon dan penasaran ceritanya.

Saya bukan penggemar historical romance ya, lebih suka yang genre roman modern (seperti Sophie Kinsella) atau fantasy (dongeng). Tapi saya suka Pride and Prejudice pada masanya haha (review di sini, sini, dan sini). Saya mulai kenal novel historical romance ketika SMA. Kebetulan ibu dari teman saya Dewi gemar membaca genre tersebut jadi saya diperbolehkan pinjam. Dari situ saya jadi tahu bahwa ada banyak levelnya, dari yang lite, medium, sampe 'kipas-kipas' haha.... Tidak banyak sih yang saya baca, cukup tahu aja. Saya pernah baca karangan Barbara Cartland (ini termasuk light), seri Harlequin (dari light sampai kipas ada) dan Nora Roberts (agak kipas sih ini). Kalau serial Bridgerton ini termasuk light menurut saya. Serinya ada 7 buku, masing-masing menceritakan kisah cinta dari 7 anggota keluarga Bridgerton walau tidak urut kelahiran. Daphne diceritakan pertama karena ia putri tertua meski anak ke-4. Biasanya saya suka dengan cerita yang berkaitan dalam satu universe. Tapi yang ini belum mendorong saya untuk ingin membaca seri berikutnya. 

Resensi: Gelap Terang Hidup Kartini


KPG, 2022 

Dulu saat masih sekolah, saya mengenal sosok Kartini sebagai pahlawan emansipasi wanita di Indonesia. Beliau mendirikan sekolah bagi para wanita di Jepara yang kala itu lazimnya tidak mengenyam pendidikan. Pemikirannya diketahui dari buku Habis Gelap Terbitlah Terang yang merupakan kumpulan surat Kartini kepada Ny. Abendanon. Hanya sebatas itulah yang saya dapat dari pelajaran sejarah. Padahal saya merasa memiliki keterikatan dengan sosok Kartini, hanya karena lahir di tanggal yang sama haha...

Ketika Tempo menerbitkan seri tokoh bangsa, saya juga tak langsung tertarik. Maklum saya bukan penikmat biografi *lirik buku tentang Pak Hatta yang belum tuntas dibaca. Baru dibaca 1 dari 3 buku. Tapi ketika mengangkat Kartini, saya tertarik karena alasan sentimentil yang saya sebut sebelumnya daan...karena film Kartini besutan Hanung berhasil memantik rasa penasaran saya untuk mengenal sosok Kartini lebih jauh.

Meski disajikan secara singkat, buku ini banyak mengulik tentang pergolakan batin Kartini. Lahir sebagai putri bupati, tidak lantas membuatnya berdiam melihat ketidakadilan yang dialami kaum perempuan pada masa itu. Mulai dari perlakuan terhadap ibunya yang 'cuma' istri selir (ia bahkan tak boleh memanggil ibu pada ibu kandungnya), tradisi pingitan hingga pernikahan 'paksa'. Keterbukaan ayahnya Bupati Jepara turut berperan dalam perkembangan Kartini. Sang ayah mengizinkannya bersekolah (meski sampai sekolah dasar), melanggankan berbagai bacaan (yang membuatnya bisa mengasah kemampuan menulis dan berkorespondesi), membebaskannya dari pingitan (yang hanya dijalani Kartini 4 tahun), tidak memaksanya menikah, bahkan memberinya izin untuk bersekolah ke Belanda (meski tidak jadi berangkat). Selain kiprahnya yang sudah jamak diketahui seperti mendirikan sekolah wanita dan mengangkat nilai ukiran Jepara, Kartini juga pemikir yang gelisah. Hal ini dia tuangkan dalam berbagai tulisan ilmiah (sejak usia 16 tahun!). Sebagian besar ditulis dengan nama ayahnya dan nama samaran. Kegelisahannya juga tercurah melalui korespondesinya ke beberapa teman yang ternyata tak hanya Ny. Abendanon. Ada Estella -tokoh sosialis Belanda dan Ny. Ovink -isteri asisten residen Jepara. Total suratnya mencapai 361 pucuk surat (termasuk surat adik-adik Kartini). Yang dibukukan konon hanya sekitar 115 surat, wow... 

Buku ini jg mengungkap berbagai pandangan tentang kiprah Kartini. Sebagian pihak merasa Kartini adalah produk Belanda karena hubungannya yang intens dengan tokoh Belanda. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa pemikirannya cukup radikal untuk perempuan pribumi pada masa itu. Ketika akhirnya Kartini menerima pinangan Bupati Rembang pun (padahal sebelumnya ia menentang pernikahan paksa), banyak pendapat diungkap tentang alasan Kartini. Mungkin karena rasa sayangnya pada ayahanda yang mulai sakit-sakitan (yang selama ini sudah memberinya banyak kebebasan di tengah pandangan sinis orang lain), atau bisa juga ia telah melihat tak selamanya pernikahan yang dijodohkan itu buruk (dari pernikahan 2 saudarinya yang bahagia), atau karena didorong oleh kekecewaan tidak jadi berangkat sekolah ke Belanda. Tak ada yang tahu pasti. Konon Bupati Rembang melamar Kartini karena wasiat almarhumah istrinya yang mengagumi Kartini. Terlepas dari berbagai pandangan tentang Kartini, kiprahnya di usianya yang hanya seperempat abad telah mendorong kebangkitan (kembali) kiprah perempuan Indonesia. Kok kembali? Ya, jadi menurut buku Kisah kisah Pahlawan Nusantara (kapan kapan direviu) diungkap bahwa sesungguhnya peminggiran kaum perempuan bukanlah budaya feodal Jawa melainkan pengaruh dari Belanda sendiri. Konon 100 tahun sebelum Kartini lahir, kiprah perempuan sudah lazim diakui contohnya nenek buyut Pangeran Diponegoro yang juga memimpin pasukan. Menarik ya...

Membaca buku ini membuat saya menyadari bahwa saya berbeda dengan Kartini😏. Kayaknya saya tidak mungkin seberani beliau, memiliki pemikiran yang berbeda. *saya tipe-tipe malas konfrontasi. Singkat kata, biografi membuka cakrawala pandangan kita terhadap kondisi zaman tertentu. Oke saya akan mulai membaca biografi, ga novel melulu. Karena ditulis oleh jurnalis, buku ini seperti reportase yang mengungkap berbagai sudut pandang tentang satu peristiwa. Rasanya seperti jadi detektif,  menduga-duga alasan dari tindakan sang tokoh. Hal ini berbeda dengan biografi ala novel yang pernah saya baca, dimana tidak ada perdebatan pandangan di dalamnya. Di dalam buku ini, juga menyebutkan banyak judul buku lain tentang Kartini sebagai referensi. Mungkin suatu saat kalau saya tertarik, akan saya baca. Mungkin...entah kapan hehe...

19 Jun 2024

Resensi: Berpikir Suprarasional



Raden Ridwan Hasan Saputra
Penerbit Republika, 2020
189 halaman, ebook

Buku ini pernah disebut oleh salah seorang rekan dosen di salah satu rapat. Lalu saya penasaran dan mencarinya di Googleplay. Voila...ternyata ada dan langsung dibeli.

Buku ini mengenalkan suatu konsep cara berpikir yang disebut suprarasional. Apa itu suprarasional? Di atas akal manusia (rasional) ada keimanan. Singkatnya, tetap berpikir dengan akal disertai memandang segala sesuatunya dari kacamata keimanan. Sistematika penyajiannya sebagai berikut: (saya tuliskan dalam poin supaya lebih mudah dibaca)
  1. pengertian suprarasional -sebagaimana yang saya tulis di awal paragraf, semoga kesimpulan saya tidak salah-
  2. menjadi karyawan Allah -saya setuju dengan POV ini karena seringkali orang lebih takut dengan atasan daripada Allah sehingga jadikanlah Allah seperti atasan-
  3. kiat merencanakan kesusahan -ini juga betul banget walau syulit melakukannya karena orang penginnya yang mudah-mudah padahal setelah itu pasti datang kesusahan. Oleh karena itu rencanakan kesusahan, supaya kemudahanlah yang akan didapat kemudian. Bukankah surga juga dikelilingi hal yang tak menyenangkan?-
  4. paradigma pahala lebih baik daripada uang -ini jadi introspeksi buat saya sih supaya tidak ikutan arus apa-apa harus ada honornya. Ketika memang tak ada honornya, ya itulah kesempatan kita mendulang pahala atau tabungan gaib. Kuncinya harus bisa ikhlas supaya pahalanya dapat hehe-
  5. perihal rezeki tergantung dari pahala -tabungan gaib dapat dikonversi menjadi materi maupun nonmateri. ini sebenarnya debatable, apa iya rezeki sepenuhnya tergantung pahala. terus bagaimana orang yang tak beriman tapi rezekinya banyak. well, itu rahasia Allah sih. tapi jika bisa meyakini ini maka kita akan terus berusaha memantaskan diri saat doa kita belum terkabul. luar biasa banget ya-
  6. berbagai fenomena kehidupan dari pandangan suprarasional -di bagian ini penulis menggunakan logika suprarasional untuk mengambil hikmah berbagai peristiwa hidup seperti bencana alam, perceraian sampai anak yang tidak suka matematika-
  7. solusi suprarasional untuk permasalahan bangsa -solusinya agak-agak promosi nih^^-
Penulis buku ini adalah guru matematika dan suprarasional ia cetuskan dari pengalaman hidupnya. Justru ketika ia membuka 'bimbel' dengan bayaran seikhlasnya malah mendatangkan kesuksesan besar. Beliau menggambarkan tabungan gaib sebagai segitiga biru (jadi inget tepung) yang bisa bertambah karena amal kebaikan terhadap sesama manusia dan ibadah kepada Allah. Tabungan tersebut bisa dikonversi melalui doa tak hanya jadi materi tapi juga nonmateri. Lantas bagaimana kalau doa tidak terkabul? Berarti tabungannya belum cukup, maka teruslah memperbesar segitiga biru kita. Penulisnya mendeskripsikan konsep ini melalui gambar grafik, khas guru matematika. Penjelasannya juga logis dan mudah diterima. Lantas apakah hidup kita bisa dihitung seperti matematika? Tidak juga, bahwa ada ranah Allah dalam hal seberapa besar penambahan luas segitiga biru akibat suatu amalan. Hanya Allah yang bisa menilai bobot keikhlasan, termasuk juga bobot ganjaran dosa yang mengurangi luasan segitiga biru. 

Bagian yang paling berkesan di buku ini adalah tentang merencanakan kesusahan dan pahala lebih penting dari uang. Lalu bagian yang agak kurang sreg mungkin bagian akhir di mana penulis memasukkan klinik matematikanya sebagai salah satu solusi menghadapi permasalahan bangsa Indonesia untuk dapat berpikir suprarasional. Kesannya seperti jualan sih, walau saya percaya penulisnya pasti tidak berniat demikian. Toh sejak awal klinik matematikanya tidak mematok bayaran alias seikhlasnya. Saya juga sudah tertarik dengan konsep klinik matematikanya sebelum membaca bagian akhir buku ini. Singkat kata, saya suka buku ini. Seolah merefresh kembali diri saya untuk semangat menambah tabungan gaib -yang sejatinya itulah bekal kita di akhirat nanti-.

12 Jun 2024

Resensi: I've Got Your Number



Novel ini saya beli beberapa waktu lalu di Google Play karena diskon dengan 38 ribu rupiah saja. Kadang di Google Play ada buku menarik yang diskon dan yang gratis juga ada. Sering-sering aja scroll buat ngecek. Lumayan walau tak sebanyak di Amazon.

Ceritanya diawali dengan Poppy yang kehilangan cincin pertunangannya saat acara kumpul bridemaids. Ketika teman temannya bergantian mencoba cincinnya tiba tiba alarm kebakaran berbunyi dan tak ada yang ingat cincin itu terakhir ada pada siapa. Tak cukup sial, ponselnya pun dijambret orang saat ia sangat membutuhkannya untuk berkomunikasi dengan orang-orang yang mungkin menemukan cincinnya. Ditambah lagi sore itu ia akan bertemu calon mertuanya (tanpa memakai cincin pertunangan yang merupakan harta keluarga Magnus calon suaminya!!). Di tengah hectic siang itu, Poppy tiba tiba menemukan sebuah ponsel di tempat sampah -mungkin itu pertolongan Tuhan-. Ponsel itu ternyata milik asisten pribadi dari Sam Roxton, konsultan di White Globe Consulting. Poppy pun meminjam sementara ponsel tersebut dengan syarat memforward semua email yang masuk ke ponsel Sam. Namun siapa sangka berbagi email membuatnya mengenal Sam lebih jauh, bahkan terlibat dalam suatu skandal konspirasi yang berlangsung di White Globe.

Membaca novel ini seperti mendapat paket komplit, mulai dari komedi, romance sampai suspense. Awalnya simpatik dengan kondisi Poppy yang sial banget, lalu berubah jadi komedi ketika Poppy harus menahan rombongan klien dari Jepang sementara Sam masih terjebak di tempat lain. Sam juga membantu Poppy menang telak permainan scrabble dengan keluarga Magnus yang hampir semuanya profesor -walau sebenarnya curang karena Sam searching internet dan mewaprinya ke Poppy yang beralasan sedang konsul jarak jauh dengan pasiennya-. Oiya, Poppy ini merasa insecure dengan keluarga calon mertuanya yang akademis banget sementara ia adalah fisioterapi yang belum pernah menulis artikel jurnal ilmiah (dejavu yhaa...sama jurnal). Bahkan novel ini pun ditulis dengan footnotes/catatan kaki yang merupakan inner thought dari Poppy sehingga turut memperkuat kesan upaya Poppy untuk terlihat lebih akademis hehe.... 

Karakter Poppy ini sejujurnya bikin saya gemas karena terlalu suka ikut campur sampai membuat saya berhenti membaca beberapa kali karena tak siap mengetahui kelanjutan dampaknya haha...tegang. Selain itu ia juga sulit berkata tidak dan kepo-an. Di sisi lain, karakter Sam juga tidak sempurna, ia digambarkan dingin, formal dan tanpa basa basi. Namun keduanya saling menyadarkan kekurangan masing-masing dan berusaha menjadi lebih baik. Ups spoiler hehe. 

Anyway, ini judul yang paling saya suka di antara novel Sophie Kinsella yang pernah saya baca. Pacenya terjaga sampai akhir, alurnya tidak mudah ditebak walau endingnya sudah bisa diduga. Tapi saya cukup terkesan dengan endingnya karena tidak ada satu pihak yang menderita banget alias semua mendapatkan sesuai perbuatannya. I love it.

Resensi: Lebih Muda 20 Tahun


dr. Hans Tandra
Penerbit Andi, 2021
400 halaman


Beberapa waktu lalu, saya menonton reels dr Hans di feed instagram saya. Ia banyak memberikan tips kesehatan mulai dari mengatur makan sampai berolahraga. Penyampaiannya yang menarik membuat saya akhirnya membeli salah satu bukunya...dengan harapan bisa memperkuat motivasi untuk lebih sehat.

Buku ini secara garis besar terbagi menjadi 3 bagian. Bagian pertama membahas perubahan yang terjadi pada tubuh seiring bertambahnya umur, bagian kedua mendeskripsikan berbagai gaya hidup sehat yang bisa dijalani dan bagian ketiga menjelaskan tentang berbagai jenis penyakit yang sering dialami oleh orang Indonesia. Meski banyak menggunakan istilah kedokteran, bahasa yang digunakan dalam buku ini mudah dipahami. Alur pernyajiannya pun terasa pas, dengan memulai gambaran perubahan tubuh seiring penuaan, lalu membahas gaya hidup sehat secara detil dan dilanjutkan pembahasan berbagai penyakit disertai pengobatan serta gaya hidup sehat yang sesuai untuk mengatasi penyakit tersebut. Beberapa informasi penting yang perlu perhatian sengaja disajikan dalam kotak sehingga mudah ditangkap mata. Penyampaiannya juga mengalir sama seperti mendengarkan penjelasan dr. Hans di channel Youtube GoodTalk. 

Beberapa tips yang saya ingat adalah 
  1. Pengaturan jam makan, organ tubuh perlu istirahat, sarapan itu penting, makan pagi seperti pangeran makan siang seperti pejabat dan makan malam seperti pengemis haha...maksudnya porsinya ya. Komposisi juga harus lengkap.
  2. Olahraga 30 menit sehari atau 150 menit dalam seminggu. Bisa dimulai dengan berjalan kali 1 jam setelah makan selama 10 menit lalu ditingkatkan bertahap.
  3. Jangan stress, tidak merokok dan melakukan hobi yang membuat bahagia. Karena bahagia itu juga kunci kesehatan.
Banyak banget informasi bermanfaat di buku ini. Tidak perlu menunggu tua untuk membaca buku ini, anak muda pun perlu. Sebaiknya memang tidak dibaca sekali namun dibaca berulang kali sebagai pengingat atau motivasi. Yuk mulai dari langkah kecil merutinkan 30 menit jalan kali setiap hari dan makan benar di jam yang teratur. Semoga istiqomah dan terus semangat sehat.

26 Mei 2024

Resep: Bone Broth (Kaldu Tulang)


Karim waktu masih bayi punya kulit yang sensitif sekali. Tidak bisa pakai sabun bayi yang mengandung SLS dan jika digigit serangga kulitnya akan berbekas kehitaman. Kemudian saya putuskan untuk memberikan Karim bone broth. Alhamdulillah biiznillah daya tahan tubuhnya membaik, sudah bisa pakai sabun biasa dan tidak lagi berbekas jika tergigit serangga. Saat itu konsumsinya sekitar 8-10 jar per bulan dan per jar harganya 85 ribu. Lumayan yaa haha...konsumsinya sekitar setahunan. Anggap saja pengganti pengeluran sufor karena tidak minum sufor.

Beberapa bulan ini Karim sering sekali demam dan flu. Lalu saya melihat ig salah satu influencer (@olevelove) yang gencar memberi anaknya kaldu tulang buatan rumah sebagai BB boster. Jadilah saya terpikir untuk bikin sendiri kaldu tulang.

Bahan:
500 gram tulang sapi/ayam/ikan
4-5 batang wortel (potong besar)
5 batang daun bawang (potong besar)
1 bawang bombay (iris bulat bulat)
5 siung bawang putih (kupas dan geprek)
3 siung bawang merah (kupas dan geprek)
2 sdm cuka apel (skip jika tidak ada)

Cara:
  1. Masukan semua bahan ke slowcooker. Saya pakai merek Kris 3,5 liter.
  2. Tambahkan air sampai penuh (sekitar 2,3 liter)
  3. Masak selama 24 jam dengan setting low
  4. Setelah 24 jam, saring kaldu. Tambahkan garam secukupnya (saya 1 sdt).
  5. Masukan ke jar kaca dan simpan ke frezeer setelah dingin. Hasilnya sekitar 7-8 jar kaca ukuran 250ml
Konsumsi bone broth baik dilakukan ketika perut kosong. Karim biasa konsumsi pagi dan sore, sebelum makan pagi dan sore. Kadang diminum dalam keadaan dingin (saya pindah ke chiller ketika sore untuk dikonsumsi esok hari), kadang juga dalam kondisi hangat jika sedang batuk (cukup rendam jar dalam mangkuk berisi air hangat). 

Apakah sama khasiatnya dengan bone broth yang beli? Sejujurnya saya kurang tahu. Bone broth yang pernah saya beli diklaim dimasak selama 48 jam dalam panci titanium. Hasilnya memang lebih pekat dan bertekstur jelly ketika dingin. Sementara bikinan sendiri hanya dimasak 24 jam dan tidak bertekstur jelly kecuali yang pakai ceker ayam. Selama ini saya sudah mencoba pakai tulang sapi (back bone, oxtail), tulang ayam (ceker, tulang dada) dan tulang ikan (salmon). Jika terlalu amis, kadang saya tambahkan irisan jahe. Tapi jika tidak berbau amis, saya buat simpel seperti yang saya tuliskan di atas.  Alhamdulillah Karim doyan. Sehari habis 1-1,5 jar. Tulangnya saya beli di online shop, diusahakan yang organik atau kampung. Tujuannya supaya tidak ada hormon yang ikut larut ke kaldu ketika dimasak. Namun disesuaikan saja dengan budgetnya jika belum memungkinkan beli yang organik. Oh iya, penambahan cuka apel berfungsi membantu pengeluaran kalsium dan mineral dari tulang ketika pemasakan lambat (slow cooking). 

Apakah ada pengaruh yang signifikan terhadap Karim?
Saya perhatikan memang frekuensi dan durasi sakitnya sudah berkurang. Kadang masih flu tapi tidak selama yang dulu. Berat badannya sekarang 19,2 kg (usia 5 tahun). Bismillah saya niatkan ikhtiar untuk kesehatan anak. Karim lebih mudah sakit dibanding kakaknya, Hanif.
Selamat mencoba.

25 Mei 2024

Membaca Ebook Legal di Ereader Kobo (Tanpa Kartu Kredit)

Sejujurnya dulu saya sering membaca ebook ilegal hasil download dari berbagai forum. Kemudian seiring bertambahnya umur, saya sadar dan mulai beralih ke ebook yang legal. Saya pernah mencoba apply kartu Jenius demi bisa membeli ebook Kindle di Amazon. Tapi entah kenapa gagal verifikasi dan tidak mendapat penjelasan alasannya. Pilihan berikutnya adalah Google Playstore, yang cukup pakai saldo OVO atau Gopay untuk membeli ebook dan dibaca di Google Books. Memang pilihannya tidak sebanyak di Amazon, tapi toh waktu saya untuk membaca tak lagi seleluasa dulu jadi harus selektif membaca buku dan tidak perlu banyak-banyak pilihan buku. Kemudian ketika saya membeli Kobo, salah satu pertimbangannya adalah bisa membaca ebook dari Google Playstore. Prosesnya agak sedikit rumit. Di sini saya akan menjabarkan garis besarnya dan menyertakan link untuk langkah detailnya dari web Kobo.

                                                       

Cara memindahkan ebook dari Google Play ke Kobo:
  1. Menginstall ADE (Adobe Digital Edition) di PC
  2. Membuat akun Adobe ID (buka ADE - klik Help - Authorize Computer - Ebook Vendor: Adobe-Create Adobe ID - isi form sampai selesai)
  3. Melakukan otorisasi terhadap PC (Authorize Computer - isi Adobe ID dan password yang telah dibuat)
  4. Melakukan otorisasi terhadap Ereader Kobo (hubungkan PC dan Kobo dengan microUSB - klik Connect di Kobo - buka ADE di PC - Kobo Ereader akan muncul di sidebar kiri - klik kanan di Kobo Ereader - klik Authorize Device)
  5. Beli ebook di Google Play dan bayar pakai OVO/Gopay.
  6. Mengekspor ebook dari Google Play. Caranya buka Google Play di PC, pilih tab Books dan ekspor ebook yang sudah dibeli dari your library dalam format file .acsm (bisa pdf atau epub atau ada opsi untuk memilih di antara keduanya).
  7. Membuka ebook tersebut di aplikasi ADE di PC.  
  8. Memindahkan ebook ke library Ereader Kobo yang sebelumnya sudah terotorisasi (drag ebook dari library ADE ke Kobo Ereader). 
  9. Eject Ereader dan ebook akan otomatis masuk ke Kobo ereader.
Cara ini memastikan ebook hanya beredar di pemiliknya yang sah. Ebook yang dibeli dari Google Playstore dilindungi DRM (Digital Right Management) sehingga tidak bisa dibuka di perangkat yang tidak terotorisasi. Ohiya, langkah 1-4 hanya perlu dilakukan sekali. Selanjutnya tinggal mengulang langkah 5-8. Link langkah detail disertai gambar ada di sini.

Di kemudian hari saya mengetahui cara yang lebih mudah yakni membeli via Kobo App di HP. Sebenarnya di Kobo ereader juga bisa mengakses Kobo Store, namun pembayarannya hanya bisa dengan kartu kredit (kan saya ga punya ya).

                                                      
Cara membeli ebook dengan Kobo App:
  1. Download Kobo App di Google Playstore ke HP Android.
  2. Login dengan menggunakan akun yang sama dengan akun Kobo di ereader
  3. Pilih buku yang diminati dan ikuti langkah sesuai petunjuk aplikasi. 
  4. Saat pembayaran akan diarahkan ke Google Play. Jika Google Play kita terhubung dengan OVO atau Gopay, maka pembayaran akan langsung dikonversi ke rupiah dan bisa dibayar dengan OVO atau Gopay. Kursnya lumayan bersaing, minggu lalu saya membeli ebook $9,58 dan membayar Rp138ribuan. 
  5. Ebook yang kita beli akan otomatis masuk ke Kobo ereader hanya dengan klik Sync di ereader. Di Kobo app juga ada free ebook dan ebook under $2. Scroll aja sampai ke bawah atau pakai search engine untuk eksplor judul-judul ebooknya di Kobo App.  
Long story short, pembelian ebook via Google Play proses transfernya agak rumit tapi banyak pilihan buku berbahasa Indonesia. Untuk pembelian di Kobo App, proses sinkronisasi ebooknya lebih mudah namun ebook yang dijual berbahasa Inggris. Oh iya, baik Google Books dan Kobo App, ebook yang dibeli tetap bisa kita akses di HP android walau sudah kita transfer ke ereader. Cukup mudah bukan? Tidak perlu apply kartu kredit. Yuk beli ebook original. Happy reading✌😊




Review E-reader Kobo Libra H2O



Saya memakai Kobo sejak tahun 2021 saat pandemi Covid masih berlangsung. Sempat galau karena harganya yang lumayan tapi akhirnya dibeli dengan niat mulia mengurangi koleksi buku fisik (yang mulai memenuhi rumah) dan demi kesehatan mata (yang mulai sering cenat cenut membaca tulisan di layar). Sejauh ini, saya masih sering memakainya meski ternyata koleksi buku fisik saya juga masih bertambah haha... Review ini akan saya tuliskan dalam bentuk pertanyaan dan jawaban supaya lebih mudah dibaca.

Mengapa memilih Kobo dibandingkan Kindle atau merk lain?
Karena Kobo lebih fleksibel dibandingkan Kindle. Kobo dapat membaca lebih banyak jenis format file ebook dan tidak harus yang dibeli dari toko terafiliasi. Sebagian besar ebook yang saya baca berformat epub, yang tidak bisa dibaca di Kindle. Kobo juga bisa digunakan untuk membaca komik dengan format cbz dan ebook format pdf. Tapi saya tidak bisa terlalu lama membaca keduanya di ereader karena terlalu kecil untuk mata saya yang plus. Meski ada fitur zoom, tetap harus geser-geser kanan dan bawah setiap halaman. 

Fitur apa yang paling disuka dari Kobo Libra H2O?
  1. Tombol fisiknya. Tombol ini berguna untuk pindah halaman. Jadi tidak harus swipe atau scroll tiap mau ganti halaman dan bisa dipegang satu tangan. Bentuk bodynya yang lebar dan lebih tebal di salah satu sisi juga membuat nyaman untuk pegangan.
  2. Baterainya. Ketahanan baterainya diklaim bisa sampai 2 minggu. Saya membaca setiap hari paling lama 1 jam, seringkali kurang dari itu dan wiken mungkin 3-4 jam. Dengan level brightness 45%, baterainya cukup awet sampai hampir sebulanan.
  3. Dictionary. Ada kamus bawaan yang bisa diakses secara offline. Ini bermanfaat banget ketika membaca ebook berbahasa inggris. Tinggal pencet aja kata yang dituju langsung keluar artinya.
Fitur lainnya: e-ink dan adjustable light (menurut saya enak di mata sesuai fungsi ereader), waterproof (alhamdulillah belum pernah ketumpahan dan ga pernah baca sambil berenang juga sih wkwk), ada web browser (tapi tidak bisa download dari google drive, hanya bisa download via email), ada overdrive (katanya untuk sewa ebook di public library tapi perpus di Indonesia sepertinya tidak ada yang pakai, kebanyakan pakai aplikasi Android based), dan ada pocket (aplikasi bookmark artikel web di browser untuk dibaca di ereader) tapi jarang saya pakai karena lebih sering buat membaca ebook saja. Bahkan wifinya juga saya disable karena Hanif kadang curi-curi internetan pakai Kobo😑. Pernah saya lock pakai PIN supaya tidak bisa dibuka Hanif. Eh malah direset oleh Hanif, tambah bikin repot hadeuh...

Apa kekurangan dari Kobo Libra H2O?
  1. Storagenya hanya 8GB. Jika hanya menyimpan ebook, storage segitu sangat memadai tapi untuk yang suka baca komik filenya lumayan besar jadi pasti akan kurang. Tidak ada slot tambahan storage dengan microSD. Hal ini sudah diatasi di Kobo Libra 2 terbaru yang storagenya 32GB.
  2. Tidak bisa memutar audiobook. Tapi ini ga masalah buat saya yang hanya membaca ebook. Kadang saya heran apa enaknya dengerin audiobook ya, seperti didongengin kali ya. Kobo Libra 2 sudah support audiobook walau belum ada speakernya (harus pakai headset).
  3. Input masih pakai microUSB dan tidak ada Bluetooth. Entah kenapa pula tidak bisa pakai sembarang microUSB, jadi saya agak kesulitan ketika lupa membawa kabel USB bawaannya atau kabel yang bisa (hanya kabel USB bawaan power bank robot). Kobo Libra 2 sudah support USB type-C plus bluetooth.

Secara keseluruhan, bagaimana kesan setelah menggunakan Kobo Libra H20 selama 3 tahun?
Saya suka pakai Kobo, masih sering dipakai sampai sekarang. Fiturnya masih berfungsi dengan baik dan baterainya juga awet. Saya bisa akses ebook yang saya beli di Google Playstore dengan Kobo. Kadang saya beli juga di Kobo Store tanpa harus pakai kartu kredit (ada di postingan berikutnya). Tahun 2021 harga Kobo Libra H2O 2,999 juta (dapet bonus 3000 ebook tapi ilegal sih wkwk) dan sleepcovernya beli di shopee 150 ribu. Tapi sekarang Kobo H2O ini sudah discontinued. Generasi selanjutnya Kobo Libra 2 dibandrol di harga 3,499 juta dengan beberapa perbaikan fitur yang saya sebutkan di atas. Is it worth to buy? Kalau saya sih yes.

Credit photo: https://www.lifewire.com/

20 Mei 2024

Resensi: Better Off Friends

Finaally nulis lagi, setelah saya pikir-pikir menulis kontinu selama 30 hari itu berat. Apalagi yang ditulis bukan curhatan. Bahkan kalau pun curhatan sepertinya kehidupan saya juga tidak terlalu seru untuk bisa dituliskan setiap hari. Yah...intinya 30 hari menulis diralat jadi tidak setiap hari hehe...


Elizabeth Eulberg

Ebook, 2015


Guys and girls can be friends.

Buku ini dibuka dengan pernyataan di atas, sebelum masuk ke kisah Macallan (ce) dan Levi (co). Levi adalah murid baru kelas tujuh di sekolah yang sama dengan Macallan. Kegemaran mereka terhadap sebuah TV show produksi Inggris (dimana tak seorang pun di sekolah yang pernah menontonnya) membuat mereka dekat. Mereka berdua tak terpisahkan dan keluarga mereka pun dekat. Semuanya berubah setelah Levi memotong rambutnya, mendadak ia jadi populer bahkan jadian dengan Emily, sahabat Macallan. Macallan merasa seperti sedikit ditinggalkan, namun ia berusaha memaklumi kini Levi punya pacar. Levi pun merasa serba salah ketika pacar dan sahabatnya bertengkar. Hal yang sama kemudian terus berulang dengan pasangan berbeda sepanjang waktu kelas 7 sampai dengan freshman year (kelas 9). Semua orang di sekitar mereka berkomentar Macallan dan Levi harusnya jadian. Benarkah demikian? Ataukah mereka "better off friend"?

Buku ini sudah saya baca sekian tahun lalu, termasuk genre coming-of-age. One of my favourite book from Elizabeth Eulberg sampai saya baca ulang beberapa waktu lalu. Ide ceritanya sudah umum banget ya, friend into lover. Namun perjalanan di balik itu, tentu saja setiap kisah memiliki lika liku yang berbeda. Setiap tarik ulur serta putus sambungnya 'engaging'. Kisahnya diceritakan dari dua sudut pandang tokoh utamanya secara bergantian sehingga pembaca bisa mengetahui perasaan keduanya. Salah satu film yang disebut-sebut menginspirasi novel ini adalah When Harry Met Sally. Namun ceritanya tidak sama persis. Kalau di bagian akhir film tersebut ditampilkan cuplikan testimoni beberapa pasangan tentang pertemuan pertama mereka, di novel ini setiap akhir chapternya terdapat dialog antara Macallan dan Levi di kemudian hari mengomentari kejadian di chapter tersebut. Itu cute banget menurut saya.... Salah satunya saya lampirkan di bawah ya (ceritanya Levi cedera olahraga dan Macallan sempat terpaksa menjadi "perawat" ketika di sekolah karena Levi terlalu canggung menerima bantuan orang lain).


#day14


13 Mei 2024

Resensi: Critical Eleven

Ika Natassa
GPU, 2015
344 halaman

Balik lagi ke karya Ika Natassa. Berhubung semua novelnya baru-baru ini saya baca, masih fresh di ingatan. Ini buku ketiga yang saya baca setelah Heartbreak Motel dan TAOL. Kemarin akhirnya nonton juga filmnya streaming. Jadi postingan hari ini akan sekalian membahas kesan dari filmnya.
Novel ini bercerita tentang Ale dan Anya yang menjalani Long Distance Marriage. Keduanya bertemu pertama kali bertemu di pesawat, dari situ lah asal judul Critical Eleven. Tiga menit kesan pertama, dan delapan menit kesan sebelum berpisah. Kemudian karena sesuatu hal, hubungan keduanya kini berada di ujung tanduk.

Kesan novel:
Seru novel ini. Padahal temanya berat tentang konflik rumah tangga. Alurnya dibuat maju mundur antara saat harmonis (masa lampau) dan saat perang dingin (sekarang). Sudut pandangnya bergantian antara Anya dan Ale. Ini membuat perasaan saya jadi jungkir balik (bergantian antara senyam senyum sampai hampir mewek) di setiap bagiannya. Selain itu, pembaca juga terus dibuat penasaran apa sih yang sebenarnya terjadi. Endingnya pun saya rasa pas, tidak over. Rasanya seperti melihat semburat cahaya matahari setelah melewati badai lautan. Haha...agak lebay ya saya. Tapi itulah yang saya rasakan dari cerita ini.

Kesan film: 
Hhm bagus tapi feelnya berbeda. Acting dan chemistry pemainnya oke, pemainnya all-star. Ada beberapa penyesuaian cerita, antara lain adanya part tinggal di New York dan alur film nya maju sedari awal. Tapi yang paling beda adalah kesan yang saya dapat dari tokoh Ale. Di film, saya merasa Ale egois dan menyalahkan Anya berlarut-larut. Sementara versi novelnya, Ale menyesali kesalahannya dan berusaha made up dengan tetap di sisi Anya walau terus ditolak. Mungkin juga durasi filmnya terlalu singkat untuk menggambarkan transisi sikap Ale. Kemudian ending filmnya happy sampai tak menyisakan ruang untuk berimajinasi haha, sementara novelnya open ending. Saya sih lebih suka versi novel meski saya tetap nangis saat nonton filmnya. Oiya, di film ini banyak adegan mesranya *menghela nafas haha...


#day13

12 Mei 2024

Saya dan Komik

Masih lanjut nostalgia dengan kegemaran saya membaca, salah satunya tentu saja komik. Dulu saya berpikir bahwa semua anak suka membaca komik, melihat banyaknya teman sebaya yang juga suka. Namun ternyata ada juga teman yang tidak terlalu suka, bahkan pernah melontarkan pertanyaan yang seketika membuat saya heran. "Setelah baca bagian ini, lalu baca yang bagian yang mana ya?" You know who you are hehe...

Saya termasuk style visual, lebih suka yang bergambar atau ada teks. Ketika di kelas pun, selalu lebih suka di bangku depan supaya bisa menyimak tanpa terhalang. Walau pernah juga diminta duduk di deretan belakang karena dianggap anak baik *takabur. Oleh karenanya saya sangat suka dengan komik. Awalnya suka membaca cerita bergambar Nina dan majalah komik Donald Duck yang saya sewa dari taman bacaan di komplek. Suatu hari ketika ikut ayah ke persewaan cerita Kopingho (kalau tidak salah namanya Taman Bacaan Dewi), untuk pertama kalinya saya melihat komik Jepang, seperti Candy-candy, Doraemon dan Kungfu Boy. Saya pun ikutan sewa meski koleksinya tak terlalu lengkap. Ketika kelas 6 SD, kebetulan ada teman yang lumayan berada dan suka juga dengan komik sehingga saya pun modal pinjam aja haha.... Kadang saya beli dengan uang hadiah dapat peringkat saat kenaikan kelas. 

Ketika SMP, membaca komik pun jadi rutinitas hari Sabtu malam. Saat itu tempat sewanya sudah berpindah ke Taman Bacaan Tintin. Setelah sholat magrib, biasanya ayah bersama saya dan adik pergi ke sana. Masing-masing dapat jatah sewa 2 buku. Dalam perjalanan pulang, tak lupa mampir beli bakpau Kim Yen. Lalu sampai di rumah langsung duduk manis baca komik sambil makan bakpau...bahagianyaa....

Saat SMA dan sudah bawa motor sendiri, saya pun pergi ke persewaan sendiri. Kebetulan di seberang sekolah ada Taman Bacaan Anugrah. Biasanya saya pinjam di hari Sabtu sepulang sekolah dan dikembalikan pada hari Seninnya. Agak riskan memang membawa komik ke sekolah jadi saya sering menaruhnya di jok motor. Pernah dibawa ke kelas karena teman ingin baca juga dan tak disangka bertepatan dengan razia. Saya sudah deg-degan setengah mati, namun teman saya dengan santainya menaruh komiknya di dalam laci dan menutupinya dengan buku lain. Ada yang menaruh di luar jendela (jendela sekolah terdapat pijakan di bagian luar untuk membersihkan kaca), diselipkan di balik papan tulis atau dimasukan di kolong pijakan papan tulis haha.... Lucu juga kalau diingat-ingat, anak sekolah banyak akalnya.

Saat kuliah, masih lanjut dengan membaca komik gratis di Gramedia. Modalnya kuat berdiri dan tebal muka. Maklum duit masih cekak. Saat kerja, masih juga membaca komik dengan sewa di taman bacaan dekat kantor (hikmah kantor dengan SMA 78 dan Binus). Bahkan taman bacaan yang di dekat Binus (comic.com) sangat lengkap dan rapi. Komiknya disusun berdasarkan nama pengarangnya, mau komik jadul pun juga ada tinggal rekues ke penjaganya yang sigap mengambilkan. Sistem bayarnya saat itu sudah pakai deposit, kartu sewanya pun sudah barcode dan ada paketan untuk sewa banyak selama seminggu. Asyik banget. Saat cuti mengurus Hanif juga ada beberapa destinasi sewa yang rutin saya sambangi di Bintaro, seperti ECC (Elex Comic Corner) di Ruko Kebayoran, Beebook di dekat Brimob, dan satu lagi lupa namanya dekat perempatan Bintaro sektor 4. 

Saat ini masih suka juga membaca webtoon dan kakao meski agak jemu karena ceritanya mirip-mirip, reinkarnasi melulu haha... Tapi lumayan lah buat hiburan sebelum tidur, kan memang saya suka cerita yang predictable^^. Sekian...

#day12

11 Mei 2024

Majalah Bacaan Jaman Dulu

Saya selalu menuliskan membaca sebagai hobi sejak dulu. Hobi membaca memang memberikan kesan pintar, padahal belum tentu yang sering dibaca adalah buku pelajaran hehe. Saya sendiri lebih suka membaca buku fiksi ketimbang buku nonfiksi. Hobi membaca saya seperti ditularkan oleh ayah saya. Dulu ayah saya sering membeli majalah Intisari.

Ayahlah yang pertama mengenalkan majalah Bobo kepada saya. Majalah Bobo yang terlama di rumah seingat saya tertanggal tahun 1985 (saat saya usia 3 tahun). Meski baru berlangganan sekitar usia SD. Dulu majalah Bobo terbit setiap hari Kamis. Karena langganan Bobonya dengan tukang koran di kantor ayah, jadi majalahnya baru dibawa ke rumah saat ayah pulang dari kantor di sore hari. Pernah beberapa kali ayah lupa membawa Bobonya waktu pulang. Saya menangis meraung-raung karena sudah menantikan membaca Bobo tapi tidak jadi. Akhirnya ayah saya kembali ke kantornya demi mengambil majalah Bobo. Di kemudian hari kadang ayah menggoda saya dengan bilang lupa membawa Bobo. Setelah saya udah hampir mewek, baru deh Bobonya dikeluarkan. Ckckck.... Saya juga rajin menjilid Sisipan Bobo (komik bersambung yang ada di setiap edisinya). Sisipan favorit saya adalah Sepatu Kuning Mungil serta Maria dan September. Belakangan saya baru tahu kalau beberapa komik sisipan tersebut diambil dari komik Nina. Saya sangat sayang dengan koleksi Bobo yang saya punya. Sampai-sampai ketika mau dijual ke tukang loak karena sudah memenuhi rak buku di rumah pun tidak saya izinkan. Barulah ketika ayah pindah ke Cilacap karena pensiun, koleksi Bobo saya pun dihibahkan oleh ayah entah kepada siapa.

Saat SMP saya dipaksa untuk berganti langganan majalah remaja. Meski awalnya menolak keras, akhirnya saya menurut. Saat itu dibelikan beberapa edisi majalah antara lain Kawanku, Anita Cemerlang, Aneka Yess dan Gadis. Saya pun memilih Gadis karena isinya paling variatif dan layoutnya cantik. Kalau Anita kebanyakan cerpen, Aneka kebanyakan liputan off air, dan Kawanku ga suka aja saya. Saya langganan Gadis sampai awal SMA. Aneh ya...saya malah dipaksa-paksa membaca majalah remaja haha... Padahal beberapa teman saya cerita kalau malah dilarang ortunya. Mungkin waktu itu saya agak kurang gaul dan ga modis haha... Untung saya ga terinspirasi kirim foto jadi Gadis Sampul wkwk *sadar diri juga sih. Di setiap edisi Gadis, biasanya ada kuis Kado Gadis yang disponsori brand tertentu. Pertanyaannya tentang pendapat terhadap sesuatu, jadi nantinya dipilih oleh redaksi bukan diundi. Jawaban masing-masing pemenangnya akan dimuat saat pengumuman. Waktu itu saya dapat bingkai arti nama dari brand kartu nama yang hits zaman itu (lupa namanya, bisa cetak kalung dan label nama juga) dan mini compo dari brand Hazeline (anak sekarang mana tahu itu apa ya hehe).


Saat SMA setelah saya berhijab, saya pun meminta berhenti langganan Gadis dan berganti jadi Annida majalah cerpen Islami. Saat itu Annida tidak dijual di Kediri, jadi pembeliannya dikoordinir oleh rohis setiap bulan untuk dipesan langsung dari Jakarta. Jadi ada seksi khusus yang menangani pemesanan majalah, namanya seksi distribusi. Kerjaannya keliling ke kelas-kelas mendata yang mau ikutan pesan, memesankan dan mendistribusikan ke kelas sambil menerima pembayaran. Luar biasa ya haha...dulu belum ada HP sih. Annida masih lanjut sampai kuliah. Tentu saat kuliah di STAN lebih mudah untuk mendapatkannya. Kadang diselingi dengan majalah islami lain, seperti Tarbawi dan Ummi. Saya pernah dapat hadiah kuis juga dari Annida dan pertama kalinya pergi ke Utan Kayu untuk mengambil hadiahnya (voucher dan beberapa majalah lama). Demikian cerita tentang bacaan majalah jaman dulu. Sebenarnya selain majalah saya juga membaca komik sih, mungkin lain kali akan dituliskan tersendiri saja karena ceritanya bisa panjang^^.

Credit photo: google search

#day11 (woow...udah hari ke-11, mulai deh posting di injury time)

10 Mei 2024

Toko Buku Langganan

Dulu ketika masih kuliah, saya kerap menunda beli buku sampai ada bookfair dan membeli setumpuk buku wishlist saya di sana. Tentunya dengan harga diskon. Sekarang ini dengan keterbatasan waktu membaca, maka saya memilih untuk membeli satu atau dua buku yang ingin saya baca secara selektif. Buat apa beli banyak-banyak jika pada akhirnya ditumpuk saja *lirik di meja kamar masih setumpuk haha... Ada dua toko buku online yang lumayan sering saya tengok, selain saya masih suka beli secara offline di Gramedia.

1. Toko Buku Bekas Bunda Ayda (ig @bundaayda_id)

Biasanya saya akan membeli buku bekas untuk buku-buku terbitan lama. Toko bunda ayda ini kebanyakan menjual buku bekas anak-anak namun kadang nyelip beberapa novel populer. Yang saya suka dari toko ini, pemiliknya memfoto setiap buku satu per satu sehingga jelas kondisi bukunya. Setiap buku pun diberikan kode yang menandakan persediaan bukunya diadministrasikan secara rapi. Buku yang dijual akan diaplot dalam periode tertentu sekali sebulan dan pembelinya bisa keep dulu dengan komen di instagramnya. Kemudian pengiriman akan dilakukan secara serentak pada tanggal yang ditentukan. Pembelian dapat dilakukan juga via platform belanja online dengan tambahan fee. Oh iya, saya sering dikasih bonus juga di sini.

2. Toko Buku Kenyang Buku (ig @kenyangbuku)

Toko ini menjual buku baru walau tidak selalu terbitan terkini. Kebanyakan adalah buku anak dan buku nonfiksi (sesuai kegemaran ownernya Mbak Pipit). Istimewanya toko ini adalah postingan buku yang ditawarkan selalu disertai review jujur dari Mbak Pipit. Reviewnya ditulis dengan menarik, mungkin karena ownernya mantan jurnalis.  Banyak toko buku lain yang menjual buku serupa dengan harga yang lebih murah, namun adanya honest review membuat pelanggan bisa memilah buku sesuai kebutuhan dan merasa tidak rugi membayar harga yang sesuai. Toko ini juga mengenakan biaya 10.000 rupiah untuk packing. Dikemas sendiri oleh suami Mba Pipit sepulang bekerja dengan super rapi sehingga bisa sampai di tangan pembeli dengan aman dan mulus tanpa lecet. Pembelinya rata-rata tidak keberatan menandakan semuanya pencinta buku.

serapih ini packingnya...dalamnya bubble wrap, luarnya kertas coklat tebal


Demikian dua toko buku rekomendasi dari saya. Selain keduanya, sebenarnya banyak toko buku online lain yang saya pilih sesuai ketersediaan buku yang saya incar. Kadang saya juga membeli via google play. Semangat membaca...

#day10

8 Mei 2024

Film: Irish Wish (2024)



Di saat semua orang nontonnya Queen of Tears di Netflix, saya tetap nonton film romcom dan film ini yang main Lindsay Lohan! Rasanya sudah lama sekali sejak nonton film Lindsay Herbie Fully Loaded.

Film ini bercerita tentang Maddy, seorang editor dari karya penulis novel ternama Paul Kennedy. Namun kenyataan sebenarnya ia adalah ghost writer dari Paul yang dicintainya secara diam-diam. Tak disangka dalam peluncuran novel terbaru Paul (yang ditulis oleh Maddie), Paul malah jatuh hati pada Emma, salah seorang sahabat Maddie. Tiga bulan kemudian, Maddie dan sahabatnya terbang ke Irlandia untuk menghadiri pernikahan Paul dan Emma. Ia sempat kehilangan bagasi dan akhirnya naik bus menyusul sahabatnya. Di bus tersebut, Maddie berjumpa seorang pria Inggris bernama Eddie, yang merupakan fotografer. Keduanya sempat berdebat kecil tentang buku Paul. Ketika berjalan-jalan di sekitar kediaman Paul, Maddie menemukan bangku aneh dan mengucapkan perasaan terpendamnya untuk bisa menjadi pengantin Paul. Lalu tiba-tiba angis berhembus dan seorang wanita aneh muncul berkata bahwa keinginannya terkabul. Maddie pun terbangun dengan terkejut mendapati dirinya lah yang akan menikahi Paul. Dalam persiapan pernikahannya, ternyata fotografer pernikahannya tidak sepaham dengan ibunda Paul sehingga Eddie yang sebenarnya fotografer alam menggantikannya. Berikutnya adalah perjalanan Maddie sampai menyadari bahwa apa yang diinginkannya tidak selalu baik baginya. 

Ending film romcom mudah ditebak memang tapi justru itu intinya hiburan bagi saya haha.... It feels refreshing menonton kembali Lindsay Lohan, terlihat bertambah dewasa namun tetap chic dan cantik. Ga terlalu banyak komentar untuk plotnya, pasti happy ending. Acting para pemainnya lumayan, karakter Paul sengaja dibuat agak menyebalkan dari awal sehingga penonton pun akan langsung menerka dengan siapa tokoh utamanya berlabuh. Alasan utama nonton ini mostly memang nostalgia dengan Lindsay Lohan. I'm quite happy with this movie.


#day9