30 Agu 2012

Roommate (2008)


Nonton film ini sudah lama. DVDnya beli di Gramed Citraland, saat iseng pengen beli sesuatu tapi ngga tahu mesti beli apa. Itu dulu waktu masih kerja hehe..., sekarang boro-boro...ngempet-ngempet^^. 

Berkisah tentang Mahsa, seorang mahasiswi di Teheran, Iran. Di awal cerita diperlihatkan Mahsa sedang kebingungan karena ia harus mengulang tahun terakhir kuliahnya. Sementara itu, rumah yang selama ini ditempatinya bersama beberapa teman perempuannya telah habis masa sewanya dan hendak dipakai sendiri oleh anak sang pemilik.  Mencari kamar kos atau kontrakan di Iran agaknya cukup merepotkan karena waktu yang mepet dan kos yang tersisa harganya mahal. Mahsa tak mungkin meminta bantuan ayahnya yang terang-terangan menentang kuliahnya dan menghendakinya segera menikah. Dari seorang sahabatnya, ia mendapat info bahwa kerabat si sahabat (sudah nenek-nenek) hendak pergi ke luar negeri dan membutuhkan orang untuk menjaga rumahnya. Mahsa sangat gembira, apalagi ia tidak perlu mengeluarkan uang untuk sewa. Tapi ternyata sang nenek mensyaratkan penghuninya harus pasangan suami istri. Karena kepepet, Mahsa, dibantu sahabatnya, mencari suami “palsu” hanya untuk diperkenalkan pada sang nenek. Selanjutnya Mahsa akan tinggal sendirian di rumah itu. Dalam proses pencarian (yang kocak), ia bertemu dengan Jamshid, seorang mahasiswa kedokteran yang tinggal bersama pamannya, pemilik cafĂ©. Semuanya berjalan sesuai skenario sampai akhirnya  Mahsa bisa menempati rumah besar itu. Tapi di luar dugaan, sang nenek menunda keberangkatannya karena ada permasalahan imigrasi dan memilih tinggal sementara di lantai dua sambil menunggu proses administrasi.  Mahsa yang  kebingungan terpaksa memanggil Jamshid untuk tinggal bersama agar sang nenek tak curiga. Kelucuan mulai terjadi di sini ketika Mahsa dan Jamshid bahu-membahu membangun kebohongan. Mulai dari merekayasa foto pernikahan dengan photoshop sampai mengarang-ngarang alasan kenapa Mahsa tak pernah terlihat melepas hijabnya di hadapan Jamshid. Cerita pun makin seru manakala ayah Mahsa yang kebetulan sedang ke Teheran, mampir menginap di rumah itu.

Dari segi penggarapan, film yang berdurasi 90 menit ini terkesan apa adanya. Banyak scene yang terasa sepi alias tanpa backsound. Bagian awal film yang menampilkan prolog cerita juga tidak ada terjemahannya sehingga saya jadi bertanya-tanya sendiri.  Meski sedikit membosankan di awal, film ini cukup menghibur dengan kelucuan-kelucuan yang mengalir dengan wajar. Kalau “Children of Heaven” menggambarkan dunia anak-anak yang polos, di film ini kita disuguhi kehidupan muda mudi Iran dengan gaya berpakaiannya yang ternyata cukup modis. Yang patut diacungi jempol adalah sutradaranya cukup lihai menerapkan norma keislaman di film ini tanpa terlihat canggung dan aneh.  Semua pemain perempuannya berkerudung dan tidak ada sentuhan dengan nonmahram. Nah, bagi yang suka film-film dengan ending pernikahan atau jadian, bersiaplah untuk kecewa di sini. Tapi menurut saya, akhir ceritanya cukup realistis mengingat Iran menerapkan hukum Islam yang ketat.  Anyway, berhubung saya orangnya imaginatif, ending film ini lumayan koq *diterusin melalui khayalan sendiri.