Nonton film ini sudah lama. DVDnya beli di Gramed Citraland, saat iseng
pengen beli sesuatu tapi ngga tahu mesti beli apa. Itu dulu waktu masih kerja
hehe..., sekarang boro-boro...ngempet-ngempet^^.
Berkisah tentang
Mahsa, seorang mahasiswi di Teheran, Iran. Di awal cerita diperlihatkan Mahsa
sedang kebingungan karena ia harus mengulang tahun terakhir kuliahnya.
Sementara itu, rumah yang selama ini ditempatinya bersama beberapa teman
perempuannya telah habis masa sewanya dan hendak dipakai sendiri oleh anak sang
pemilik. Mencari kamar kos atau
kontrakan di Iran agaknya cukup merepotkan karena waktu yang mepet dan kos yang tersisa harganya mahal. Mahsa tak
mungkin meminta bantuan ayahnya yang terang-terangan menentang kuliahnya dan
menghendakinya segera menikah. Dari seorang sahabatnya,
ia mendapat info bahwa kerabat si
sahabat (sudah nenek-nenek) hendak pergi ke luar negeri
dan membutuhkan orang untuk menjaga rumahnya. Mahsa sangat gembira, apalagi ia
tidak perlu mengeluarkan uang untuk sewa. Tapi ternyata sang nenek mensyaratkan penghuninya harus pasangan
suami istri. Karena kepepet, Mahsa,
dibantu sahabatnya, mencari suami “palsu” hanya untuk
diperkenalkan pada sang nenek.
Selanjutnya Mahsa akan tinggal sendirian di rumah itu. Dalam proses pencarian (yang kocak), ia bertemu dengan Jamshid, seorang mahasiswa kedokteran yang
tinggal bersama pamannya, pemilik café. Semuanya berjalan sesuai skenario sampai akhirnya Mahsa bisa menempati rumah besar itu. Tapi di
luar dugaan, sang nenek menunda
keberangkatannya karena ada permasalahan imigrasi dan memilih tinggal sementara
di lantai dua sambil menunggu proses administrasi. Mahsa yang
kebingungan terpaksa memanggil Jamshid untuk tinggal bersama agar sang
nenek tak curiga. Kelucuan mulai terjadi di sini ketika Mahsa dan Jamshid
bahu-membahu membangun kebohongan. Mulai dari merekayasa foto pernikahan dengan photoshop sampai
mengarang-ngarang alasan kenapa Mahsa tak pernah terlihat melepas hijabnya di
hadapan Jamshid. Cerita pun makin seru manakala ayah Mahsa yang kebetulan sedang ke
Teheran, mampir menginap di rumah itu.
Dari
segi penggarapan, film yang berdurasi 90 menit ini terkesan apa adanya. Banyak
scene yang terasa sepi alias tanpa backsound. Bagian awal film yang menampilkan
prolog cerita juga tidak ada terjemahannya sehingga saya jadi bertanya-tanya
sendiri. Meski sedikit membosankan di
awal, film ini cukup menghibur dengan kelucuan-kelucuan
yang mengalir dengan wajar. Kalau “Children of Heaven” menggambarkan
dunia anak-anak yang polos, di film ini kita disuguhi
kehidupan muda mudi Iran dengan gaya berpakaiannya yang ternyata cukup modis. Yang
patut diacungi jempol adalah sutradaranya cukup lihai menerapkan norma
keislaman di film ini tanpa terlihat canggung dan aneh. Semua pemain perempuannya berkerudung dan
tidak ada sentuhan dengan nonmahram. Nah, bagi yang suka film-film dengan
ending pernikahan atau jadian, bersiaplah untuk kecewa di sini. Tapi menurut
saya, akhir ceritanya cukup realistis mengingat Iran menerapkan hukum Islam
yang ketat. Anyway, berhubung saya orangnya
imaginatif, ending film ini lumayan koq *diterusin melalui khayalan sendiri.