22 Jul 2025

Jumpa Baca

Kali pertama mendengar kegiatan Silent Reading di whatsapp grup salah satu komunitas kantor, yang terlintas di kepala adalah silent reader di grup whatsapp. Beberapa saat kemudian baru sadar bahwa itu kegiatan membaca bersama yang dilakukan secara online. Mungkin karena anggotanya kebanyakan emak-emak kantoran yang wiken pasti banyak acara, makanya diadakan online di jam istirahat seminggu sekali. Memaksa diri untuk membiasakan diri membaca, tujuan yang baik. Walau diri pribadi merasa ngapain ya nyalain zoom terus baca buku hehe... No offense ya, saya sudah mengakui tujuannya baik.
Beberapa waktu yang lalu perpustakaan kampus juga menggelar uji coba event yang sama. Namun secara offline di gazebo depan perpus. Nama kegiatannya Jumpa Baca akronim dari Jumat Pagi Membaca. Nama yang catchy. Kegiatan tersebut sepertinya mengadopsi kegiatan baca bareng oleh komunitas Silent Book Club, terlihat dari foto yang terpasang di flyer kegiatannya. Kebetulan pagi itu saya tidak ada kegiatan, jadilah ikut bergabung. Saya bawa salah satu buku yang baru saya beli dari teman kantor. Tentang memoar perjalanan haji dan umrah yang ditulis oleh sang suami dari rekan kantor tersebut (pan kapan akan direviu deh).
Total waktu bacanya hanya 30 menit untuk sesi ujicoba minggu ini. Berikutnya akan lebih lama ujar Kanit Perpus. Peserta diberikan alas duduk dari koran lama. Perpus juga menyediakan buku untuk dipinjam bagi yang tidak bawa buku sendiri. Sebagian besar pesertanya adalah mahasiswa, pustakawan dan dosennya cuma saya. Kayaknya cuma saya yang ga ada rapat Jumat pagi itu haha. 
Kesan setelah mengikuti kegiatan ini i feel refreshed. Sudah lama sekali tidak merasakan duduk tenang membaca, tanpa ada keriuhan, tanpa ada tekanan untuk harus paham, harus selesai dan dikumpulkan hehe. Rasanya seperti nostalgia membaca di masa sekolah. Ketika saya bisa tenggelam dalam cerita yang dibaca, kadang terdiam meresapi rasa bacaan sembari memandang keluar jendela. Aiih romantis ya haha. Dulu spot baca favorit saya di rumah adalah ujung sofa L yang dekat dengan jendela ke arah teras rumah. Yup, saya merasakan kembali moment of solitude itu di Jumpa Baca. Selama ini saya sih masih membaca walau kadang tak sampai satu bab di hari kerja. Saya kerap mengambil waktu baca sambil mengawasi anak main dan belajar atau sebelum saya tidur. Tapi tak jarang juga terlewat tak membaca karena terlalu lelah. Pun pernah sampai lupa alur cerita yang sudah dibaca atau sampai di mana kemarin (pembatas buku kadang dimainin bocah). Boro-boro mau immersed into the story ya. Tapi saya maklum dan bersyukur atas keriuhan anak-anak yang ada masanya. Makanya seneng banget ikut Jumpa Baca. Beda dengan Silent Reading online yang tetap di keriuhan ruang kantor, ternyata suasana outdoor membawa ketenangan. Walau agak dinyamukin sih haha...next semoga lokasinya lebih kondusif atau disediakan autan. Terima kasih panitia Jumpa Baca, definitely will join again selama tidak ada agenda bersamaan. Setiap orang kurasa butuh saat sendiri untuk menyadari dan merenungi apapun. Entah buku yang dibaca atau kejadian yang dilalui. Makanya ada anjuran sholat malam, the most solitude moment. Hayoo...yang susah bangun pagi hehe... #selfreminder

21 Jul 2025

Mendadak Musikal Keluarga Cemara


Minggu lalu adalah minggu yang hectic. Beberapa tenggat jatuh di tanggal yang sama membuat saya sempat bergadang. Kebiasaan saya ketika kerja (selain menulis) supaya tidak mengantuk sembari mendengar playlist secara acak di youtube. Tiba-tiba sebuah lagu mampir ke telinga saya dengan suara khas Quinn Salman. Eh lagu apa nih koq enak batin saya. Ternyata lagu yang berjudul Indah Apa Adanya itu salah satu lagu dari musikal Keluarga Cemara. Saya penasaran lalu mengulik lebih jauh lagu lagu lainnya. Waah bagus bagus... Alhasil saya impulsif check out tiket musikalnya pas di hari terakhir show. Rupaya musikal tersebut sudah digelar selama sebulan liburan sekolah. Kali ini saya izin ke suami untuk tidak ajak anak anak. Selain karena tiketnya tinggal sedikit, durasi jadi pertimbangan mengingat Hanif dan Karim seringkali minta keluar ketika nonton bioskop. Sekalian mau jeda sejenak dari hiruk pikuk penilaian uts. Berhubung ini kali pertama menonton musikal jadi saya pilih tiket yang paling murah. Nama seatnya obstructed view, yang anehnya tidak ada di denah seat. Kursi tersisa hanya 1 paling ujung kiri. Harganya 150 ribu, masih dapat diskon dari poin jadi 135 ribu. Haha...emak emak modis pokoknya.

salah satu pintu masuk di sebelah kiri pintu mall

Pada hari H pertunjukan saya berangkat dengan KRL lanjut ojek online ke lokasi yakni Ciputra Artpreneur. Awalnya saya pikir lokasinya di dekat Mal Ciputra Grogol. Eh ternyata waktu input tujuan di Gojek baru sadar kalau tempatnya di Ciputra World Kuningan. Sesampainya di sana, ternyata antrian lift menuju lantai 11F penuh. Jadinya saya pakai eskalator. Lumayan juga, saran maksimal datang 30 menit sebelum show untuk antisipasi lift penuh. Kalau ditambah harus cari parkir mobil, mesti spare waktu lebih awal lagi. 

view dari seat obstructed (ada TV di sebelah kiri)

Pas masuk ke area duduk, barulah saya ngeh ternyata obstructed itu terhalang tiang panggung jadi tidak bisa full dapat view stagenya. Sisi positifnya sih kursinya depan banget jadi bisa lihat pemainnya secara close up. Alhamdulillahnya lagi saya dapat kursi di sisi kiri panggung yang ternyata banyak adegan dalam rumah yang dilakukan di sebelah kanan panggung. Tapi di sebelah panggung juga terpasang televisi ukuran 42 inch sehingga tetap bisa menonton bagian panggung kiri yang terhalang.  Not bad lah untuk pengalaman pertama.


Cerita yang diangkat di musikal ini adalah dari awal perkenalan abah dan emak, menikah, punya anak Euis dan Ara, bangkrut karena tertipu, pindah ke desa, adaptasi sampai penerimaan yang ditutup dengan kelahiran si bungsu Agil. Sejujurnya saya bukan penggemar serial Keluarga Cemara dulu. Menurut saya ceritanya agak sedih, meski mereka bahagia ya dalam kesederhanaan. Tapi agak tidak relate bagi saya yang anak komplek saat itu *hilih gaya ya. Lalu yang bikin saya pengen nonton musikal ini ya lagu-lagunya. Begitu menyaksikannya secara langsung...wooow...bagus bangeeet. Lagu-lagunya engga ada yang failed, dimainkan secara live orkestra, dipadu dengan koreo yang apik dan kostum yang meriah. Setting panggungnya dan lighting juga oke banget. Padahal panggungnya tidak terlalu luas tapi diatur secara efisien untuk dapat digunakan berbagai adegan hanya dengan sedikit geser-geser. Jadi dejavu ingat komik favorit saya Topeng Kaca, oh gini ternyata panggung teater. Bisa multifungsi, kadang jadi kamar, berikutnya bisa jadi panggung aksi demo.

Kalau dari sisi konten musikalnya, ternyata ga sesedih serialnya jaman dahulu. Malah ini terasa meriah ada unsur komedinya, romannya dan juga haru. Penciptanya juga cerdik memasukkan unsur kekinian seperti beberapa lagu viral di tiktok, velocity dan ancaman dihukum ke barak ala kang dedy mulyadi wkwk. Bahkan ada satu kejadian ada penonton anak yang nangis lumayan kencang di tengah dialog, dengan santainya malah dimention dan jadi jokes oleh aktornya. Meski bapaknya lantas buru buru bawa anaknya keluar. Akting aktor-aktrisnya jempolan, saya kebagian nonton yang castnya ga ada Quinn Salman. Tapi ada Abby Galabby yang jebolan IMB jadi emak, lalu ada Mang Saswi dan Sita RSD jadi penduduk desanya. Kemudian di akhir show dapat surprise show dari Rapot yang membawakan lagu Opak Party. Awalnya ga tahu ini artis apa dari mana haha. Saya sampe googling oh ternyata podcaster. Dalam rangka strategi marketing di tahun ini, ada 7 lagu original musikal yang dinyanyikan oleh beberapa artis. Tahun sebelumnya lagu musikal hanya direkam oleh pemeran musikalnya (original cast recording). Kemudian para artis tersebut diundang sebagai kejutan atau gimmick di akhir beberapa show secara acak. Untuk sesi siang yang saya tonton ya Rapot itu, lalu yang sesi malam kabarnya ada Vidi Aldiano. Total durasi musikal sekitar 2,5 jam plus istirahat 20 menit di tengah. So far puas untuk pengalaman pertama menonton musikal. Jadi pengen nonton lagi waktu tahu ada Musikal Petualangan Sherina di TIM minggu depannya. Eh tapi tiketnya sudah sold out haha... Alhamdulillah dompet amaan. Lagipula kalaupun masih ada, saya juga akan berpikir ulang karena belum bisa bawa anak-anak. Bagi yang mau mengajak anak, harus dipastikan anak bisa tenang selama pertunjukan. Karena kalau ribut atau menangis, memang bisa mengganggu konsentrasi pemainnya. Sekian, akhirnya jadi dorongan untuk menulis blog lagi setelah setengah tahun haha.

18 Jul 2025

Resensi: Twenties Girl


Sophie Kinsella, 564 halaman
GPU, 2010

Masih edisi membaca ulang karya Sophie Kinsella. Tema novelnya kali ini adalah hantu. Hhmm...genre romcom berpadu mistik...kayak menarik ya.

Novel ini bercerita tentang Lara yang baru saja putus dari pacarnya (tapi masih yakin mereka akan bersatu kembali). Di sisi lain, ia juga menghadapi masalah pekerjaan, Natalie, partnernya di biro rekrutmen yang didirikan bersama mendadak memutuskan tidak kembali dari liburannya. Padahal Natalie-lah yang lebih berpengalaman di bidang talent-recruitment dibanding dirinya. Kemudian terjadi hal yang aneh saat ia menghadiri pemakaman Sadie (adik dari neneknya), tiba tiba saja ia bisa berkomunikasi arwah Sadie -yang muncul dalam versi usia 20-an. Hantu Sadie memintanya untuk mencarikan kalungnya yang hilang atau ia akan terus menghantui Lara. Pada kenyataannya Sadie tak sekedar meminta Lara mencari kalung, tapi juga menyuruh Lara berkencan dengan dalih agar ia bisa merasakan hal yang tak sempat dilakukannya dulu .

Buku ini adalah salah satu novel standalone dari Sophie Kinsella. Temanya lengkap. Bagian romantis-komedinya ada di cerita hubungan Lara-Sadie dengan Ted pria pilihan Sadie pun kisah cinta Sadie di masa lalu. Sisi misteri ala detektif di cerita pencarian kalung dan asal usul Sadie, serta kisah zero-to-hero-nya pada kisah perjuangan Lara menyelesaikan berbagai pekerjaan head-hunter (dibantu oleh Sadie). Ketika membaca ulang novel ini, saya jadi ingat lagu-lagu Bernadya. Haha...yang lagi hits. Lara awalnya susah move-on setelah diputuskan oleh pacarnya. Sebagai pembaca, saya jadi miris karena jadinya agak-agak stalker. Namun interaksinya dengan arwah Sadie memberinya kerepotan lain yakni melacak keberadaan kalung Sadie.  Misterinya mendapat porsi yang lumayan signifikan di novel ini. Di beberapa bagian agak mengingatkan saya pada film Titanic. Akhirnya lambat laun Lara pun menyadari kesalahannya dan bisa menerima break-upnya berkat nasihat dari Sadie. Positifnya tokoh Lara ini, ia sangat berbakti kepada orang tuanya pun pada Sadie, arwah nenek yang bahkan belum pernah ditemuinya semasa masih hidup. Untuk thrillernya, seri ini menyuguhkan alur paling tidak terduga daripada novel Kinsella lain yg pernah saya baca. Tapi sebaliknya kisah romannya jadi berasa agak kurang chemistry. Kelamaan di bagian susah move-on dan misteri mungkin membuat porsi romansanya jadi sedikit. Bagi penggemar misteri plus roman, saya rekomen banget novel ini.