5 Jul 2012

Missing Child

ngeloyor sendiri

Dulu kalau saya mendengar laporan anak hilang yang disiarkan di mall, saya langsung berpikiran pasti ortunya keasyikan belanja sampai-sampai ngga sadar kalau anaknya hilang. Tak pernah menyangka bahwa suatu saat ternyata saya juga akan mengalami hal yang sama. 

Kejadian pertama saat Hanif diajak si ayah sholat di masjid pertama kali. Waktu itu umurnya baru 1 tahun, belum bisa jalan dan masih ngesot. Hanif yang awalnya duduk diam, beringsut menjauh saat tengah-tengah sholat. Pas selesai, Hanif sudah tak ada di dalam masjid. Ternyata Hanif keluar dari masjid lewat pintu di depan imam. Saat sampai di tangga pintu menuju ke jalan, ada tetangga yang melihatnya dan langsung menggendongnya pulang. Si ayah hampir copot jantungnya mengira anaknya hilang dan sejak itu Hanif ngga pernah lagi diajak ke masjid, kecuali main ke masjid sama saya. Setelah kejadian itu, beberapa kali Hanif keluar rumah tanpa pamit. Bukan karena tak diajari, tapi memang Hanif belum bisa menjawab jika ditanya dan belum paham bahaya. Pernah saat si mbak datang tanpa menutup kembali pintu pagar atau saat ada tamu dan pintu pagar terbuka. Akhirnya pintu pagar rumah harus selalu terkunci. 

Ketika mudik, hal ini pun jadi problem tersendiri. Bagaimana tidak, rumah di desa jarang yang  diberi pagar. Bahkan pernah Hanif pergi tanpa ada yang sadar. Tahu-tahu tetangga bilang Hanif ada di rumahnya dan tidak mau pulang. Satu saat juga pernah ditolong oleh tukang ojek. Waktu itu saya mengajak Hanif buka puasa bersama. Saat hendak menaruh makanan di belakang, Hanif tak mau ikut dan duduk bersama bapak-bapak sambil makan kue. Saya ke belakang sebentar, pas balik Hanif sudah tak ada. Anak-anak yang bermain di halaman tak ada yang melihat dan pintu pagar dalam keadaan terbuka. Saya langsung minta bapak-bapak untuk bantu mencari. Saat itulah seorang tukang ojek bilang kalau ada anak kecil yang jalan sendirian menuju gerbang komplek. Kemudian bapak tersebut langsung mengejar lalu membawa Hanif ke saya. Padahal jalanan menuju gerbang komplek adalah jalan raya yang dilewati mobil. Alhamdulillah, selalu ada  pertolongan Allah. 

Seiring dengan perkembangannya, Hanif lebih tenang dan makin paham larangan. Tapi ternyata hal itu sedikit membuat kami lengah. Sebulan lalu Hanif hilang di Bintaro Plaza. Saat itu kami baru balik dari dokter, karena hujan kami memutuskan berteduh di BP. Saya teringat sandal yang rusak dan ingin beli sandal baru. Kami jalan-jalan di Cahaya. Hanif digendong si ayah, yang jalan di belakang saya. Tiba-tiba Hanif minta turun. Ayahnya mengira Hanif ingin ikut saya, jadi dibiarkannya Hanif jalan sendiri. Tahu dia mengejar, saya berlari kecil di antara sepatu-sepatu sementara si ayah jalan sambil lihat-lihat. Pas saya noleh ke belakang ‘lho koq Hanif ngga ada?’. Ayahnya yang berdiri 3 meter dari saya memandang dengan tatapan tanya juga. Wah, paniklah saya. Memandang sekeliling, Hanif sama sekali tak terlihat. Saya langsung menuju eskalator karena Hanif suka eskalator. Ternyata ngga ada. Ayahnya yang berputar-putar di dalam toko juga tak menemukannya. Saya lapor di bagian informasi, diumumkan tapi kayaknya tak ada orang yang memperhatikan. Saat itu hari Sabtu, pengunjung sedang ramai. Saya berlari mencari-cari sambil memanggil nama Hanif. Peduli amat orang lain melihat. Kaki saya lemas, jantung berdebar-debar, khawatir terjadi sesuatu pada Hanif. Dalam hati saya berdoa ‘Ya Allah, kalau saya masih diberi kesempatan mengasuh Hanif, lindungi dia dan tuntunlah saya menemukannya’ sambil menghalau pikiran-pikiran negatif. Entah berapa lama saya dan ayahnya mencari di dalam toko. Di luar hujan masih deras, banyak orang berdiri di pintu keluar menunggu reda. Saya menuju ke sana, berharap Hanif ada di kerumunan orang. Nihil...tapi tunggu...saya melihat anak berbaju kuning sedang main hujan di emperan BP. Ternyata Hanif! Alhamdulillah, ya Allah... Ia nampak asyik menghentak-hentakkan kaki di genangan air hujan, sementara pengunjung lain yang sedang berteduh mungkin mengira ia salah satu dari anak-anak pengojek payung. Saya lari keluar menembus hujan dan menggendongnya masuk. Beberapa orang memandang seolah bertanya, ‘Anak saya autis’, jawab saya tanpa ditanya. Saya tidak malu karenanya. Saya lepas bajunya di dalam toko. Sambil mengganti bajunya, air mata saya mengalir. Tangisan campur aduk, tangisan syukur juga tangisan nelangsa melihat Hanif yang tampak gembira habis main hujan. 

Mengenang berbagai kejadian tersebut sedikit banyak membuat saya sadar, saya tak boleh lengah juga tak boleh melupakan doa di setiap langkah agar Allah selalu menjaga Hanif. Semoga kejadian ini tak terulang lagi...