21 Nov 2025

Antara Diary, Blog dan Instagram

Saya suka menulis sejak SD. Meski tetap tak suka ketika harus mengerjakan mengarang bebas yang tak pernah absen dari ujian Bahasa Indonesia kala itu. Bagi saya menulis itu harusnya tanpa beban dan tanpa paksaan. Maka saat itu saya mulai menulis diary. Hanya menceritakan keseharian dan apa yang saya rasakan. Tidak pula untuk konsumsi orang lain.

Ketika dewasa, saya menghindari menulis diary. Memilih untuk curhat langsung saja pada Allah dan beberapa kawan dekat. Jujur agak khawatir ketika tumpahan emosi sesaat yang berjejak tersebut akan menimbulkan konflik di kemudian hari. Tapi saya tetap ingin menulis. Saat itu baru mulai trend blogging dan saya pun ikut membuatnya. Topiknya seputar keseharian saat itu yakni mengurus anak kala mengambil cuti panjang sekitar 2 tahun. Jadilah isi blog ini review buku dan film (karena saya suka baca novel dan nonton tapi bukan yang hobi banget), resep (dulu sempat dipaksa berkutat di dapur karena hanif harus diet CFGF) dan cerita perjalanan (biar ada cerita untuk dikenang). Namun lepas 2 tahun dan saya mulai aktif bekerja kembali membuat menulis blog jadi on-off.

Ketika sekarang muncul Ig, saya masih prefer blog. Entah mungkin karena Instagram terlalu riuh dan saya merasa agak kurang nyaman berbagi di sana. Pun tulisannya tidak bisa terlalu panjang. Mungkin juga saya yang tidak terlalu pede tulisan saya dibaca orang lain tapi tetap ingin menulis di ruang publik. Gimana dong? I know i'm weird. Di sini saya merasa bisa menuliskan tanpa beban, tentunya tentang topik yang aman ya mengingat bisa diakses oleh siapa saja. Berharap bisa sedikit memberi manfaat, tapi tidak mau terlalu terlibat dalam polemik perbedaan pendapat. I just wanna write...just as simple as that. 

Kalau tulisan ilmiah...well saya masih harus belajar banyak terkait hal itu. Apalagi profesi saya saat ini mengharuskan output tulisan ilmiah setiap tahunnya. Banyak pakem-pakem dan aturan yang sampai sekarang saya masih terus belajar untuk mempraktikkannya. Belum bisa menikmati tidak lantas membuat alasan untuk tidak melakukan. Kan digaji untuk itu salah satunya hehe... Kalau mau menulis bebas, ya di blog aja. Semoga dimampukan dan diberikan semangat dalam menulis.

Baik menulis artikel ilmiah maupun postingan ala-ala di blog, keduanya memberikan manfaat. Kepuasan karena sudah menghasilkan sesuatu pasti. Tapi yang lebih penting, menulis kerap membantu menata pikiran sebelum menuangkannya menjadi aksara bermakna. Tak jarang saya mereka ulang suatu kejadian di kepala saya dan mengingat apa yang saya rasakan saat itu. Di situ terjadi proses validasi perasaan yang ternyata penting dalam proses mencari ketenangan hati. Itu yang saya rasakan ya, bisa jadi setiap orang berbeda. Kebiasaan menulis katanya juga membantu untuk bisa berbicara di depan publik secara lebih runut. Well, apakah benar begitu? Mungkin benar, saya merasa lebih lancar berbicara di depan umum. Namun mungkin juga karena semakin sering melakukannya. Ketika harus berbicara di luar rutinitas (selain di depan mahasiswa), saya sih tetap grogi hehe... Semoga Allah memberikan kekuatan untuk bisa terus menulis. Aamiin...

22 Jul 2025

Jumpa Baca

Kali pertama mendengar kegiatan Silent Reading di whatsapp grup salah satu komunitas kantor, yang terlintas di kepala adalah silent reader di grup whatsapp. Beberapa saat kemudian baru sadar bahwa itu kegiatan membaca bersama yang dilakukan secara online. Mungkin karena anggotanya kebanyakan emak-emak kantoran yang wiken pasti banyak acara, makanya diadakan online di jam istirahat seminggu sekali. Memaksa diri untuk membiasakan diri membaca, tujuan yang baik. Walau diri pribadi merasa ngapain ya nyalain zoom terus baca buku hehe... No offense ya, saya sudah mengakui tujuannya baik.
Beberapa waktu yang lalu perpustakaan kampus juga menggelar uji coba event yang sama. Namun secara offline di gazebo depan perpus. Nama kegiatannya Jumpa Baca akronim dari Jumat Pagi Membaca. Nama yang catchy. Kegiatan tersebut sepertinya mengadopsi kegiatan baca bareng oleh komunitas Silent Book Club, terlihat dari foto yang terpasang di flyer kegiatannya. Kebetulan pagi itu saya tidak ada kegiatan, jadilah ikut bergabung. Saya bawa salah satu buku yang baru saya beli dari teman kantor. Tentang memoar perjalanan haji dan umrah yang ditulis oleh sang suami dari rekan kantor tersebut (pan kapan akan direviu deh).
Total waktu bacanya hanya 30 menit untuk sesi ujicoba minggu ini. Berikutnya akan lebih lama ujar Kanit Perpus. Peserta diberikan alas duduk dari koran lama. Perpus juga menyediakan buku untuk dipinjam bagi yang tidak bawa buku sendiri. Sebagian besar pesertanya adalah mahasiswa, pustakawan dan dosennya cuma saya. Kayaknya cuma saya yang ga ada rapat Jumat pagi itu haha. 
Kesan setelah mengikuti kegiatan ini i feel refreshed. Sudah lama sekali tidak merasakan duduk tenang membaca, tanpa ada keriuhan, tanpa ada tekanan untuk harus paham, harus selesai dan dikumpulkan hehe. Rasanya seperti nostalgia membaca di masa sekolah. Ketika saya bisa tenggelam dalam cerita yang dibaca, kadang terdiam meresapi rasa bacaan sembari memandang keluar jendela. Aiih romantis ya haha. Dulu spot baca favorit saya di rumah adalah ujung sofa L yang dekat dengan jendela ke arah teras rumah. Yup, saya merasakan kembali moment of solitude itu di Jumpa Baca. Selama ini saya sih masih membaca walau kadang tak sampai satu bab di hari kerja. Saya kerap mengambil waktu baca sambil mengawasi anak main dan belajar atau sebelum saya tidur. Tapi tak jarang juga terlewat tak membaca karena terlalu lelah. Pun pernah sampai lupa alur cerita yang sudah dibaca atau sampai di mana kemarin (pembatas buku kadang dimainin bocah). Boro-boro mau immersed into the story ya. Tapi saya maklum dan bersyukur atas keriuhan anak-anak yang ada masanya. Makanya seneng banget ikut Jumpa Baca. Beda dengan Silent Reading online yang tetap di keriuhan ruang kantor, ternyata suasana outdoor membawa ketenangan. Walau agak dinyamukin sih haha...next semoga lokasinya lebih kondusif atau disediakan autan. Terima kasih panitia Jumpa Baca, definitely will join again selama tidak ada agenda bersamaan. Setiap orang kurasa butuh saat sendiri untuk menyadari dan merenungi apapun. Entah buku yang dibaca atau kejadian yang dilalui. Makanya ada anjuran sholat malam, the most solitude moment. Hayoo...yang susah bangun pagi hehe... #selfreminder