Kalau dihitung, sampai tahun ini saya sudah melewatkan lebaran di 7 kota berbeda. Setiap tempat pasti punya cerita tersendiri. Sejak kecil sampai usia SMU, saya dan keluarga kerap menghabiskan lebaran di Surabaya, tempat tinggal mbah dari pihak ibu. Tapi setelah mbah putri dan mbah kakung tiada, ibu dan adik-adiknya beberapa kali pernah berlebaran di Kediri, rumah kami. Ibu saya memang anak tertua, jadi wajar jadi tujuan silaturahim. Selama itu hanya dua atau tiga kali kami berlebaran di rumah mbah dari keluarga ayah. Saat itu pertimbangannya perjalanan ke Maos (Cilacap) cukup jauh dan bekal yang harus dibawa juga tidak sedikit. Dengan dua anak yang masih sekolah dan hanya ayah yang bekerja, pulang ke Maos menjadi suatu kemewahan. Soal tradisi lebaran, ketiga kota tersebut tak jauh berbeda, hanya yang dikunjungi saja yang beda...
Destinasi lebaran kami mulai beragam setelah saya kuliah. Pada tahun pertama saya kuliah, ayah untuk pertama kalinya dimutasi ke Kalimantan Selatan. Ketika tahun kedua kuliah, saya dan adik saya akhirnya berkesempatan lebaran di Barabai. Pun jadi pengalaman pertama kami naik pesawat terbang wuiii.... Rasanya capek, engap... Menurut adik, bisa jadi rasa capek karena dekat dengan kematian. Memang saat itu cuaca agak kurang buruk dan pesawat Lion yang kami tumpangi bergetar-getar. Haha...capek deg-degan. Turun dari pesawat, perjalanan masih berlanjut menggunakan travel sekitar 4-5 jam hingga tiba di Barabai. Lebaran di Barabai sungguh berkesan. Bagaimana tidak, kami tak tahu kalau sehari sebelum lebaran pasar sudah tutup semua. Alhasil, lebaran pun semakin nikmat dengan menu 'indomie' hehe... Kami juga sempat kepagian pas sholat id karena datang jam setengah tujuh. Lapangan tenpat sholat masih seeepiiii. Ternyata sholat id di Barabai baru dimulai jam hampir jam 8.
Setelah saya menikah, otomatis destinasi lebaran nambah di rumah mertua, Palangkaraya. Lebaran di Palangkaraya kesannya heboh dan rame. Di sinilah saya baru merasakan yang namanya 'open house'. Kerabat mertua plus kolega adik ipar yang berjibun seolah tak berhenti dari pagi sampai malam. Selain itu, kebiasaan di sana setiap kali berkunjung, tamu akan ditawari makan besar. Tak seperti di Jawa, tamu disuguhkan kue-kue saja. Jadi seminggu sebelum lebaran kami sudah mencicil masak dan beli ini itu. Tapi sekarang ibu mertua seringkali lebih memilih makanan ringan seperti bakso, pempek atau spagetti untuk dihidangkan. Selain praktis, makanan tersebut juga lebih digemari. Saya dan suami juga sempat berlebaran di Palu, Sulawesi Tengah. Saat itu ayah sedang penempatan di sana. Asyiknya lebaran di perantauan adalah bisa jalan-jalaaaan!! Karena tidak ada sanak saudara yang harus disambangi hehe... Paling tetangga kanan-kiri saja, itu pun sebagian besar juga mudik. Waktu itu kami pergi ke salah satu pantai di daerah Donggala yang cantik dan berpasir putih. Tak lupa pula kami sempatkan mencicipi Sup Kaledo yang super yummy. Baru tahu kalau ternyata kepanjangannya Kaki Lembu Donggala...
Nah, lebaran tahun ini juga sedikit berbeda. Tak hanya karena kedatangan ibu mertua yang ingin berlebaran bersama anak sulungnya, ini juga pertama kalinya saya lebaran di Jakarta dan mudik naik mobil pribadi. Awalnya gara-gara ngga kebagian tiket kereta, tapi hikmahnya jadi bisa ngajak ibu mertua berlebaran di Jawa. Lebaran tahun ini giliran pulang ke Maos. Berhubung sewa mobil, akhirnya kami putuskan untuk berangkat di hari lebaran pertama sore supaya tidak kena macet. Lebaran di Jakarta rasanya sepiii haha... Cuma berkunjung ke ibu kontrakan yang dulu dan ke rumah satu teman yang sedang ngga mudik. Sorenya kami siap-siap mudiiik. Ternyataaa...banyak orang yang berpikiran sama! Perjalanan yang biasanya paling lama 10 jam, kemarin sampai 18 jam! Hadew... Lebaran di Maos juga lebih rame karena ketambahan saudara dari Bu Susi (ibu tiri). Jadi inget lebaran sewaktu ibu masih sakit, saya sempat harus masak sendiri di hari lebaran *sad..kangen ibu. Di sana kami juga tidak bisa leluasa jalan-jalan meski bawa mobil. Di mana-mana macet dan selalu ketemu mobil plat B. Jakarta pindah nih... Demi menghindari puncak arus balik, kami pun terpaksa pulang di lebaran keempat. Alhamdulillah masih lancar, meski Hanif nangis-nangis minta balik ke rumah mbah kakungnya karena belum puas. Maaf ya Hanif...lain kali kita ke rumah mbah kakung lagi.
Mumpung masih suasana lebaran, kami mengucapkan
"Selamat Idul Fitri 1435 H.
Taqobalallahu minna waminkum.
Semoga kita smua menjadi insan yang bertakwa."
gambar dari google