19 Jun 2024

Resensi: Berpikir Suprarasional



Raden Ridwan Hasan Saputra
Penerbit Republika, 2020
189 halaman, ebook

Buku ini pernah disebut oleh salah seorang rekan dosen di salah satu rapat. Lalu saya penasaran dan mencarinya di Googleplay. Voila...ternyata ada dan langsung dibeli.

Buku ini mengenalkan suatu konsep cara berpikir yang disebut suprarasional. Apa itu suprarasional? Di atas akal manusia (rasional) ada keimanan. Singkatnya, tetap berpikir dengan akal disertai memandang segala sesuatunya dari kacamata keimanan. Sistematika penyajiannya sebagai berikut: (saya tuliskan dalam poin supaya lebih mudah dibaca)
  1. pengertian suprarasional -sebagaimana yang saya tulis di awal paragraf, semoga kesimpulan saya tidak salah-
  2. menjadi karyawan Allah -saya setuju dengan POV ini karena seringkali orang lebih takut dengan atasan daripada Allah sehingga jadikanlah Allah seperti atasan-
  3. kiat merencanakan kesusahan -ini juga betul banget walau syulit melakukannya karena orang penginnya yang mudah-mudah padahal setelah itu pasti datang kesusahan. Oleh karena itu rencanakan kesusahan, supaya kemudahanlah yang akan didapat kemudian. Bukankah surga juga dikelilingi hal yang tak menyenangkan?-
  4. paradigma pahala lebih baik daripada uang -ini jadi introspeksi buat saya sih supaya tidak ikutan arus apa-apa harus ada honornya. Ketika memang tak ada honornya, ya itulah kesempatan kita mendulang pahala atau tabungan gaib. Kuncinya harus bisa ikhlas supaya pahalanya dapat hehe-
  5. perihal rezeki tergantung dari pahala -tabungan gaib dapat dikonversi menjadi materi maupun nonmateri. ini sebenarnya debatable, apa iya rezeki sepenuhnya tergantung pahala. terus bagaimana orang yang tak beriman tapi rezekinya banyak. well, itu rahasia Allah sih. tapi jika bisa meyakini ini maka kita akan terus berusaha memantaskan diri saat doa kita belum terkabul. luar biasa banget ya-
  6. berbagai fenomena kehidupan dari pandangan suprarasional -di bagian ini penulis menggunakan logika suprarasional untuk mengambil hikmah berbagai peristiwa hidup seperti bencana alam, perceraian sampai anak yang tidak suka matematika-
  7. solusi suprarasional untuk permasalahan bangsa -solusinya agak-agak promosi nih^^-
Penulis buku ini adalah guru matematika dan suprarasional ia cetuskan dari pengalaman hidupnya. Justru ketika ia membuka 'bimbel' dengan bayaran seikhlasnya malah mendatangkan kesuksesan besar. Beliau menggambarkan tabungan gaib sebagai segitiga biru (jadi inget tepung) yang bisa bertambah karena amal kebaikan terhadap sesama manusia dan ibadah kepada Allah. Tabungan tersebut bisa dikonversi melalui doa tak hanya jadi materi tapi juga nonmateri. Lantas bagaimana kalau doa tidak terkabul? Berarti tabungannya belum cukup, maka teruslah memperbesar segitiga biru kita. Penulisnya mendeskripsikan konsep ini melalui gambar grafik, khas guru matematika. Penjelasannya juga logis dan mudah diterima. Lantas apakah hidup kita bisa dihitung seperti matematika? Tidak juga, bahwa ada ranah Allah dalam hal seberapa besar penambahan luas segitiga biru akibat suatu amalan. Hanya Allah yang bisa menilai bobot keikhlasan, termasuk juga bobot ganjaran dosa yang mengurangi luasan segitiga biru. 

Bagian yang paling berkesan di buku ini adalah tentang merencanakan kesusahan dan pahala lebih penting dari uang. Lalu bagian yang agak kurang sreg mungkin bagian akhir di mana penulis memasukkan klinik matematikanya sebagai salah satu solusi menghadapi permasalahan bangsa Indonesia untuk dapat berpikir suprarasional. Kesannya seperti jualan sih, walau saya percaya penulisnya pasti tidak berniat demikian. Toh sejak awal klinik matematikanya tidak mematok bayaran alias seikhlasnya. Saya juga sudah tertarik dengan konsep klinik matematikanya sebelum membaca bagian akhir buku ini. Singkat kata, saya suka buku ini. Seolah merefresh kembali diri saya untuk semangat menambah tabungan gaib -yang sejatinya itulah bekal kita di akhirat nanti-.