14 Des 2012

Menanti yang Terbaik

Beberapa hari yang lalu saya membaca status seorang teman tentang keinginan hatinya untuk berhenti bekerja dan keluar dari PNS. Terus terang saya tak menanyakan lebih lanjut kepada teman saya itu, jadi saya tak tahu apakah dia benar-benar ‘jadi’ untuk resign. Membaca statusnya, saya seolah berkaca pada diri sendiri. Saya juga sempat bimbang antara benar-benar berhenti atau kembali aktif bekerja. Pertimbangannya tentu adalah Hanif. Untuk keluar dari PNS, rasanya belum memungkinkan. Alasan pertama, saya tak sanggup mengecewakan orang tua saya. Lulus dari STAN dan bekerja sebagai PNS adalah salah satu hal yang bisa dibanggakan orang tua dari anaknya. Meski orang tua saya termasuk demokratis dalam urusan pilihan, rasa kecewa pasti akan ada kalau saya betul-betul resign. Alasan kedua adalah saya tak mau berhutang pada negara. Meski negara takkan jadi miskin hanya karena saya ‘kabur’ dari ikatan dinas, tetap saja negara masih punya ‘hak’ yang belum saya tunaikan. Membayar ikatan dinas? Yah, saat ini that’s impossible hehe...rumah aja masih ngontrak. Di sisi yang lain, saya juga merasa berat menyerahkan pengasuhan Hanif pada orang lain. Apalagi sekarang dia mulai ‘terikat’ dengan saya, ngga lagi mau dengan sembarang orang. Akhirnya saya memutuskan untuk mengajukan perpanjangan cuti di luar tanggungan negara, yang sedianya akan berakhir di bulan Februari 2013. Meski belum tentu dikabulkan, saya akan menerima apapun keputusannya nanti dan yakin itulah yang terbaik bagi kami sekeluarga.
Ada sedikit cerita saat saya mengajukan permohonan perpanjangan cuti, di mana saya bertemu langsung dengan Pak Kapusdiklat baru dan mendapat ‘pencerahan’ dari beliau. Sebenarnya beliau keberatan dengan perpanjangan cuti saya dengan alasan pusdiklat sedang kekurangan orang. Tapi beliau berjanji akan membicarakan dulu dengan pihak-pihak yang berkepentingan. Pak Kapus juga mengingatkan seandainya pun saya harus aktif kembali, saya harus menerimanya dengan ikhlas (ngga ngrundel di belakang begitu bahasanya^^). Dengan bekerja secara ikhlas dan bermanfaat bagi kepentingan yang lebih luas, niscaya Allah akan menjaga Hanif, memudahkan saya mencari pengasuh yang baik, dan mungkin memang saatnya untuk melepas Hanif agar lebih mandiri. Beliau bercerita seorang temannya, setelah dipindah jauh ke seberang pulau, malah jadi lebih sering mengobrol dengan anaknya via telepon sementara dulunya sering pulang malam dan hanya ngobrol sedikit dengan anak. Temannya itu juga semakin intensif dan khusyuk mendoakan sang anak karena merasa anaknya jauh dari jangkauan dan hanya bisa menggantungkan harapan pada Allah. Begitulah Allah memberikan hikmah di balik setiap ketentuannya. Intinya sih beliau ingin membesarkan hati saya kalau permohonan saya ditolak (naga-naganya nih). Tapi terus terang saya jadi lebih mantap menjalani apapun keputusannya nanti dan yakin Allah pasti memudahkan. Semoga Allah juga memberikan yang terbaik bagi teman-teman di luar sana –yang sedang galau ‘pengen berhenti’.